AIRLANGGA masih meragu dalam diamnua. Ells menyadari itu.
"Angga, apa yang harus aku lakukan agar kau yakin? Kalau tubuhku pun tidak bisa membuatmu yakin, aku tak ada ide lain." Dia mendesah lelah. "Aku sudah melamarmu. Tapi kau tidak mau. Aku harus bagaimana lagi?"
"Kau memang mau menikah denganku, tapi bagaimana caranya kita menikah?"
"Maksudmu?"
"Menikah ada tata caranya, Ells. Ada yang menikahkan kita. Jika berdua saja itu bukan menikah. Kawin."
"Oh." Ells tertawa kecil. "Itu yang membuatmu masih meragu?"
"Aku tidak ragu. Aku hanya mencari jalan. Siapa yang bisa menikahkan kita tanpa orang lain tahu. Kita tetap harus bersembunyi, Ells."
Ells ikut memeras otak mencari jalan.
Airlangga berpikir, cukup lama untuk Ells menunggu. Lalu—
"Ayo, Ells." Tiba-tiba Airlangga melepaskan pelukan eratnya dan langsung berdiri.
"Ke mana?" Tapi Ells tetap berdiri.
"Katamu kau akan ikut ke mana pun aku pergi." Dia memakai kainnya dan membantu Ells berkain.
"Itu sudah kulakukan bukan? Kau culik aku, dan aku mengikutimu tanpa pernah berusaha melarikan diri. Tapi sekarang aku mau tahu, ke mana?"
Airlangga tertawa lepas. "Tentu saja kau mengikutiku, kau takut sendirian di hutan."
"Dan sekarang aku akan mengikutimu bukan sebagai tawanan, tapi sebagai kekasihmu. Tapi aku mau tahu, ke mana?"
"Ke guruku. Ada yang ingin kutanyakan dan biar dia menikahkan kita."
"Di mana? Di desamu?"
"Tidak. Dekat dari sini. Di hutan ini. Dia seorang petapa."
"Baiklah. Tapi aku mau mandi. Tak mungkin aku menikah dengan tubuh berbalur benihmu seperti ini." Dia membuka tungkainya, menunjukkan bercak-bercak mengering cairan keduanya. Membuat Airlangga terbahak lepas.
"Ayo."
***
Mereka berjalan perlahan. Dengan tangan saling menggenggam erat, saling menguatkan. Sesekali Airlangga menatap Ells, yang berjalan riang, setengah bergelayut di bahunya, menggunakan javanese mocassin barunya.
Setiap langkah maju, seakan Airlangga bertanya memastikan keteguhan Ells. Yakinkah kau dengan pilihanmu?
Dan setiap langkah Ells berarti keyakinannya untuk terus bersama Airlangga. Aku yakin dengan pilihanku.
***
Mungkin karena Ells begitu menikmati perjalanannya dia tidak menyadari berapa lama dan berapa jauh mereka berjalan. Dia pun tidak memperhatikan sekeliling, terlalu asyik bergandengan tangan dengan Airlangga. Sampai Airlangga menunjuk sebuah goa kecil, Ells terdiam sejenak.
"Ayo." Airlangga menarik lagi tangan Ells.
Ells mengangguk sambil kembali melangkah. Goa itu nyaris seukuran goa tempat mereka berteduh. Ells benar-benar tidak ada ide di sisi dunia sebelah mana sekarang mereka berada. Sepanjang jalan dia hanya mengikuti saja. Namun dia memang tidak merasa perlu tahu dia ada di mana. Selama ada Airlangga, dia aman.
Di mulut goa mereka berhenti sejenak. Hanya seperti meminta izin masuk saja. Tapi tanpa suara Airlangga mengajaknya masuk. Udara di dalam lebih dingin tapi berkas matahari masuk melalui sebuah lubang di atas goa. Dengan bantuan cahaya itu Ells berhasil memindai isi goa dan penghuni di dalamnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/357534445-288-k671452.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Roman d'amour[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...