SEBUAH makam sederhana menjadi tujuan mereka. Airlangga berjalan mendekat dengan takzim lalu duduk berlutut di makam itu. Ells mengikuti saja gerakan Airlangga.
Kakek, aku datang dengan istri dan anakku.
Kemudian mereka bersimpuh berdampingan di makam Kakek. Makam sederhana yang terawat bersih dan rapi.
Terima kasih Kakek selalu menemaniku. Aku sudah menemukan belahan jiwaku. Walau dengan cara yang aneh, tapi demikianlah Dewata menggariskan takdirku dengan penaNya.
Aku yakin, Kakek merestui pilihanku. Daniella wanita yang luar biasa. Tak hanya cantik, Ells wanita yang setia.
Walau dia sedikit berbeda dengan kita, tapi dia mencintaiku, Kek. Dan aku pun mencintainya. Kami berhasil membangun jembatan pelangi itu. Sekarang kami sisa mewarnainya, dan pelangi itu akan semakin indah.
Kek, aku akan mengambil gelangku. Terima kasih sudah menjaganya selama aku pergi.
Perlahan, Airlangga menggali tanah di mana dia menanam gelang itu. Tanah makam sudah keras, dia tidak bisa serta merta menarik gelangnya seperti dulu dia menghujamkan masuk gelangnya.
Menggunakan ranting yang cukup kuat, dia membuka tanah. Sampai rantingnya menyentuh sesuatu yang keras. Segera dia mengganti ranting dengan tangannya.
Gelang itu masih utuh, hanya bernoda tanah. Dengan lembut Airlangga membersihkan noda tanah itu.
"Apa itu, Angga?" tanya Ells penasaran.
"Gelangku. Dari Kakek." Airlangga terus membersihkan tanah dari gelangnya.
"Kenapa ada di situ?"
"Kutitipkan sebelum aku menculikmu."
"Ah, Angga..."
"Kuambil kembali bersamamu." Dia menolehkan wajahnya menghadap Ells. Matanya bertemu tatapan tak terbaca di mata Ells. "Sekarang, gelang Kakek akan selalu bersamaku. Kalung Ibu akan selalu bersamamu." Airlangga memakai kembali gelangnya.
"Belatimu?"
"Dia akan selalu bersama kita."
***
Di tepi hutan, Airlangga singgah untuk melihat tempat dia meninggalkan tombaknya. Tombak itu masih ada. Masih menjadi miliknya. Dia duduk di tanah dan membersihkan tombak itu dari tanah dan kotoran lain. Ells mengikuti jejaknya duduk di tanah tanpa alas apa pun.
"Kau seminggu menungguku di sini?" tanya Ells sambil memperhatikan Airlangga yang membersihkan tombak seperti mengelus benda berharga. Begitulah Airlangga memperlakukan semua miliknya, termasuk Ells.
"Ya."
"Kau tidak kembali ke rumah?"
"Sesekali saja. Kau bisa datang kapan pun. Aku tak mau jika tidak ada yang kau jumpai ketika kau kembali ke sini."
"Memang aku selalu berpikir melarikan diri. Tapi keterbatasanku bertahan hidup di hutan membuatku selalu mengurungkan niatku. Mencari Udayana pun sangat berisiko."
"Kau benar. Itu sebabnya aku memaksa menemuimu. Meski aku harus menyerahkan satu-satunya nyawa yang aku punya."
"Anggaaa .... Jangan ucapkan itu lagi. Kumohon. Aku tak sanggup membayangkan kau sendirian lalu mengambil keputusan itu."
"Biar itu menjadi kenangan kita, Ells. Sudah kukatakan, aku tidak selamanya bisa membuatmu tersenyum. Sesekali aku akan membuatmu menangis meski aku tidak bermaksud begitu. Saat itu terjadi, ingatlah cerita kita. Kenanglah kisah perih dan sakit ini sampai kita bisa ada di sini. Seharusnya itu bisa merekatkan kita lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/357534445-288-k671452.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Roman d'amour[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...