FWB: 13

97 16 1
                                    

"Bagaimana pertemuannya dengan Jefri?" 

Itu Jeka, dia bertanya kepada Joy soal pertemuan kemarin. Kini Joy sedang main dan sedikit cucol di rumah Seri. Kebetulan Jeka juga sedang berada di rumah. Ketiganya sekarang berada di ruang tamu, dengan camilan serta cookies buatan Seri.

"Lancar sih, kayaknya juga kita lumayan cocok," jawab Joy singkat seraya memakan cookies yang berada di tangannya.

"Wah bagus dong kak, semoga juga nanti bisa sampai pelaminan," timpal Seri dengan nada bahagia.

Joy hanya membalas dengan senyuman canggunya. Jujur dia tidak sampai berpikiran sejauh itu, pernikahan agaknya membuat Joy begitu terbebani. Apalagi ini dengan orang yang baru saja ia kenal.

"Tapi Joy, kenapa lo nggak minta tolong ke Alvian? Koneksi dia lumayan juga kan?" tanya Jeka penasaran. Lelaki itu pikir, setidaknya Alvian punya koneksi sesama dokter, yang mana profesi itu banyak di sukai oleh mertua.

"Ih, yang ada nanti malah nggak dikenalin. Orang pas gue ketemu rekan dokternya, yang namanya dokter Jinan, dia marah-marah suruh gue jauhin," jelas Joy begitu mengingat Alvian sangat menentangnya berdekatan dengan dokter Jinan.

"Yang bener? protektif juga dia."

"Nggak tau tuh, berlebihan. Soalnya, dia mata-mata Ayah gue juga sih."

"Pantes, dia sampai minta datanya Jefri," gumam Jeka. Namun sayup masih terdengar oleh Joy.

Joy menoleh cepat ke arah Jeka lalu bertanya, "Pantes kenapa?" 

"Oh, nggak kenapa-kenapa, kuping lo salah denger."

"Ya lo ngomong lirih banget."

Seri yang hanya duduk di antara Joy dan Jeka hanya dia menikmati pertengkaran keduanya. Mirip tom and Jerry, batin Seri. Keduanya seperti saudara kembar yang gemar berdebat satu sama lain.

"Mau makan malam sekarang?" tanya Seri menengahi pertengkaran antara Joy dan Jeka. Jangan sampai ada baku hantam antara suaminya dengan sahabatnya, hanya karena masalah sepele. Seri sebagai yang paling waras harus berinisiatif untuk melerai.

"Hah, ayo deh. Capek debat sama si Juki," jawab Joy berwajah masam.

Jeka tidak ingin lagi menanggapi ucapan Joy, bisa ada perang dunia lagi. Apalagi sekarang Jeka juga lapar, lebih baik makan daripada buang tenaga dengan hal percuma.

Seri memimpin di depan untuk menuju ke dapur. Ia mempersilahkan Joy untuk duduk di kursi meja makan yang muat untuk enam orang itu. Selanjutnya Seri mengambilkan piring, nasi, dan lauk untuk sang suami. Sedangkan Joy mengambil sendiri apa yang ia butuhkan.

Di meja makan tidak banyak percakapan yang dilakukan ketiganya. Mungkin cuma Jeka bertanya kepada Seri atau sebaliknya. Sedangkan di sisi lain, Joy hanya tersenyum kecut melihat kemesraan suami istri di depannya. Ia antara iri dan cringe, hubungan suami istri agaknya begitu semua. Ayah dan bundanya juga seperti Jeka dan Seri.

"Seri, Jeka gue kayaknya habis ini mau pulang. Chandra udah di jalan jemput gue," ucap Joy tiba-tiba begitu dirinya sudah menghabiskan makan malam.

Pasangan pasutri itu sedikit kecewa, karena Joy hanya main sebentar. Apalagi Seri, dia sangat senang jika Joy main ke rumah. Joy adalah teman yang bisa diajak cerita atau sebaliknya Seri juga suka saat Joy curhat kepadanya.

"Cepet banget kak pulangnya, baru juga satu jam," ungkap Seri.

"Ya gimana lagi, kasihan juga Chandra udah terlanjur jemput."

"Ya udah, sering-sering main ke sini aja," Jeka ikut menanggapi.

"Siap, makasih ya kalian udah mau jadi temen curhat. Dan makasih juga untuk makan malamnya, jadi ngerepotin."

"Eh, nggak kak. Aku malah senang kak Joy mau makan masakanku."

"Masakan kamu mah selalu enak Ser."

"Makasih pujiannya Kak."

Lalu tak berapa lama setelah Joy berpamitan, ponselnya berdering menandakan ada semua panggilan masuk. Setelah ia melihat ke layar, ternyata Chandra yang telpon. Tanpa pikir panjang, Joy langsung mengangkatnya.

'Halo kak, aku udah di depan.'

'Oke.'

Joy menoleh ke arah Jeka dan Seri, "Chandra udah di depan aku pulang dulu ya."

"Oh, ayo kak kami antar."

Mereka bertiga berjalan bersama hingga menuju pintu masuk rumah Jeka. Saat pintu telah terbuka, nampaklah sosok Chandra yang duduk di atas motor sportnya.  Melihat sang kakak keluar dari rumah, Chandra segera menuruni motornya. Ia menyempatkan diri untuk menyapa sang pemilik rumah yaitu Seri dan Jeka.

"Selamat malam kak Seri, kak Jeka," sapa Chandra begitu dirinya berada di hadapan sepasang suami istri itu.

"Malam Chan," jawab Seri.

"Ya udah kita langsung pulang ya. Makasih ya Ser, Jek," pamit Joy kepada kedua sahabatnya.

"Iya, hati-hati."

Chandra melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Mungkin karena keadaan sudah cukup malam, jadi cahaya lampu kadang remang. Demi mejaga keselamatan, tidak perlu mengendarai motor terlalu cepat.

Beberapa menit kemudian, kedua kakak beradik itu sampai di rumah. Rumah mereka hari ini sangat sepi, hanya Joy dan Chandra yang ada di rumah. Ayah dan Bunda mereka sejak tadi pagi berkunjung ke rumah nenek Joy, dan akan menginap dalam dua hari.

"Kamu udah makan Chan?" tanya Joy begitu dirinya dan sang adik memasuki rumah.

"Udah, pulang les mampir dulu makan mie ayam," jawab Chandra. Syukurlah, jadi Joy tidak perlu memasak untuk Chandra. Dirinya bisa segera tidur kalau begitu.

"Bagus, ya sudah kalau gitu sekarang langsung mandi aja Chan. Habis itu istirahat, besok juga masuk pagi kan?"

"Iya, kalau gitu Chandra masuk kamar duluan."

"Hm, selamat malam."

"Selamat malam juga."

Begitu Chandra sudah memasuki kamarnya sendiri, Joy pun juga melakukan hal yang sama. Ia masuk ke dalam kamarnya, lalu segera bersiap mandi. Dirinya sudah membayangkan betapa segarnya air, sebab tubuhnya lumayan lengket karena keringat, apalagi cuaca di kota ini sangat panas mau siang atau malam.

Hanya sekadar mandi, Joy tidak memerlukan banyak waktu. Hanya 10 menit  ia sudah selesai dengan kegiatannya. Saat Joy keluar, ia melihat ponselnya menyala. Segera ia mengambil ponsel itu dari atas kasurnya. Saat dibuka, ternyata dari sang bunda yang menyuruhnya untuk jangan lupa membuatkan sarapan untuk Chandra besok. Joy hanya menjawab 'Iya'.

Joy merebahkan tubuhnya di kasur, sedikit memikirkan peristiwa yang dilaluinya beberapa hari ke belakang. Ia jadi ingat bahwa hampir dua hari tidak berkomunikasi dengan Alvian. Lelaki itu tidak menghubunginya atau menemuinya sama sekali. Hal itu membuat Joy jadi agak sedikit kosong. Biasanya setiap hari, Alvian dengan sengaja mengirimi pesan kepadanya hanya untuk bertanya kabar. Namun, sejak Alvian membaca pesan dari Jefri, di mana Joy diajak ketemuan di restoran kemarin membuat lelaki itu sedikit menjaga jarak.
Apa mungkin Alvian marah karena dirinya tidak cerita terlebih dahulu, batin Joy.

Joy sedikit rindu dengan sahabatnya itu. Mungkin Joy saja yang menghubungi Alvian, setidaknya gadis itu akan memastikan bahwa Alvian marah atau tidak padanya.

To Be Continue

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang