"Kemarin gimana kencan sama yang namanya Jefri?" tanya Alvian disela-sela perjalanan. Motornya ia pelankan lajunya sedikit, hingga ia bisa mengobrol dengan Joy.
"Ha? Ya bagus sih, kayaknya kita juga lumayan cocok."
"Oh gitu."
Alvian tidak menanggapi banyak, ia sendiri masih meraba latar belakang lelaki bernama Jefri itu. Setidaknya Alvian akan terus memonitor setiap pertemuan Joy dan Jefri. Ia akan mencari langkah yang tepat untuk Joy, sebaiknya lanjut atau tidak. Memang Alvian terkesan terlalu ikut campur, namun percayalah bahwa Joy tidak begitu bagus dalam memilih laki-laki.
Perjalanan yang mereka tempuh akhirnya berakhir juga. Kini Joy sudah turun dari motor milik Alvian. "Makasih ya Vi, nanti pulangnya gue bareng lo lagi apa gimana?"
"Gue jemput, kabarin aja kalau lo udah mau pulang kerja kayak bisanya."
"Siap, hati-hati ya. Semangat kerjanya."
"Hm, lo juga. Gue lanjut dulu."
"Iya bye."
Setelah berpamitan, Alvian kembali menyalakan motornya dan melaju meninggalkan kantor tempat Joy bekerja. Dengan langkah ringan, Joy memasuki perusahaan itu lalu menuju tempat kerjanya. Seperti biasa, selalu ada gangguan dari rekan kerja sekaligus temannya yaitu Romeo.
"Pagi neng geulis, abang tadi lihat eneng diantar ya sama cowok. Siapa tuh?" goda Romeo. Memang dasar, selain buaya darat juga merangkap tukang gosip.
"Biasa tetangga, dia lagi pengen naik motor," Joy menjawab sekenanya.
"Oh, Alvian maksudnya. Kalau pakai motor sama helm full face jadi kelihatan sangar ya. Kalau pakai mobil biasanya kalem." Romeo berkomentar. Romeo memang sudah lumayan kenal dengan Alvian. Mungkin karena mereka juga sering ketemu saat Alvian mengantar jemput Joy di kantor. Apalagi Romeo itu kepoan, pasti apapun ditanyain, jadi wajar kalau dia kenal Alvian.
"Sama aja sih menurut gue. Dia aslinya juga sengklek."
"Iya deh yang sahabat. Eh, kenapa lo nggak bawa mobil sendiri?"
"Mobil lagi dipakai ortu ke rumah nenek. Jadi ya kudu nebeng."
"Oh, untung ya lo ada tetanga sebaik Alvian."
"Sama-sama untung tau, gue juga baik kalau jadi tetangga."
"Hahaha, iya percaya neng. Udah ah, gue cabut mau kerja."
"Iya bang, semangat."
Sepeninggal Romeo, Joy akhirnya baru bisa menyiapkan pekerjaannya. Meski harus terpotong tadi, tidak masalah baginya yang penting paginya jadi seru karena kedatangan Romeo. Joy tidak terlalu punya teman perempuan di sini. Semenjak dia terlihat dekat dengan Romeo, beberapa staff perempuan sedikit menjauhinya. Entah karena apa, mungkin iri karena Romeo salah satu lelaki tampan di kantor memiliki kedekatan dengan Joy.
***
"Hai Joy, pulang bareng mau?" tanya Romeo begitu jam pulang kantor tiba. Lelaki itu sudah siaga saja di belakang kursi kerja milik Joy.
"Maaf bang, aku sama Alvian lagi. Udah janjian dari pagi soalnya," jawab Joy sedikit menyesal. Ia sudah menghubungi Alvian sejak jam empat tadi. Alvian bahkan sekarang sedang di jalan, menuju kantor.
"Ya udah, kalau gitu abang Romeo mau pulang dulu."
"Oke bang, hati-hati."
Joy merapikan tempat kerjanya, lalu memasukkan barang pribadinya ke dalam tas. Ia segera melangkahkan kakinya menuju basement, untuk menunggu Alvian yang sepertinya akan segera sampai. Benar saja, ia hanya menunggu kurang lebih lima menit motor sport milik Alvian sudah bertengger rapi di depannya.
"Langsung pulang apa makan dulu?" tanya Alvian seraya menyerahkan helm untuk dipakai oleh Joy.
"Makan yuk, eh tapi Chandra gimana?" balas Joy begitu selesai memakai helmnya.
"Coba telpon sekarang, suruh ke Mall XX. Tempat itu deket sama tempat lesnya kan?"
"Oh iya, oke gue telpon dulu."
Sesuai perintah Alvian, gadis itu segera menekan tombol dial untuk nomor adiknya. Setelah dering ketiga akhirnya telponnya terjawab juga.
"Chan?" ucap Joy untuk memastikan bahwa memang sudah tersambung dengan Chandra.
"Halo kak? Ada apa?" balas Chandra, background suaranya sedikit berisik dengan suara anak-anak seperti teman adiknya.
"Kamu di mana?"
"Di tempat les."
"Kakak sama Kak Alvian mau ke Mall XX dekat tempat lesmu. Kamu ke sana ya, kita makan bareng."
"Wah, traktiran nih? Oke tungguin aja kak."
"Ya udah, hati-hati."
Setelah memutuskan sambungan telpon dengan adiknya, Joy kembali fokus pada Alvian yang menunggu.
"Udah, kita berangakat sekarang ya."
"Oke, ya udah naik."
Joy naik dengan sedikit kesusahan, karena motor itu tingginya sangat beda dengan motor matic. Sedikit menyusahkannya untuk yang panjang kakinya rata-rata. Alvian meyetir dengan tenang, kali ini tanpa obrolan.
Jika naik motor, Joy lumayan senang sih. Ia bisa menikmati angin segar, dan pemandangannya juga lebih jelas di mata. Namun, kekurangannya ia jadi tidak bisa tidur (bisa jatuh kalau ia ketiduran di motor) dan juga tidak bisa mendengarkan sekadar suara radio.
Letak Mall XX cukup jauh dari tempat mereka berasal. Cukup lama hingga hampir dua puluh menit waktu mereka habiskan diperjalanan. Setidaknya ini masih hari kerja, tidak ada kemacetan yang parah meski ini jam pulang kantor.
Begitu sampai di Mall, Alvian langsung memarkirkan motornya. Mereka memasuki Mall lewat jalan masuk di dekat tempat parkir. Hawa dingin langsung menyapa keduanya begitu masuk ke dalam bangunan itu.
"Mau makan apa Vi?" tanya Joy, saat mereka masih berdiam di depan pintu Lift selagi menunggu.
"Mungkin nasi goreng pattaya."
"Hm, kayaknya enak sih. Tapi gue nanti nasi goreng kambing deh, biar tekanan darah gue naik."
"Lo darah rendah?"
"Kayaknya, soalnya habis donor dulu gue jadi sering banget pusing."
"Kenapa nggak cerita ke gue. Kalau begitu kan nanti gue bawain tablet tambah darah."
"Hehe maaf, soalnya juga kadang-kadang doang pusingnya."
"Hadeh, ya udah besok gue bawain tablet tambah darah buat lo."
Pintu lift berdenting, menandakan jika lift telah sampai di lantai itu. Joy dan Alvian langsung masuk begitu semua orang yang turun keluar. Mereka menuju lantai tiga Mall, tempat di mana semua stand makanan berada. Mereka hanya akan makan, setidaknya jika tak melihat barang bagus.
Alvian langsung mencarikan tempat duduk yang sekiranya cukup untuk tiga orang. Mereka menunggu Chandra dahulu, sebelum memesan. Di sisi lain, Joy sudah berusaha bertanya kepada adiknya itu untuk menyebutkan makanan yang diinginkan, supaya bisa pesan lebih cepat. Namun, sepertinya sang adik sedang dalam perjalanan hingga tidak bisa menjawab pesannya.
Ponsel milik Joy bergetar, menandakan telpon masuk. Itu Chandra, akhirnya anak itu membalas meski setelah mengabaikan selama lima menit. Joy saja hampir lumutan menunggu Chandra.
"Gimana?" tanya Joy.
"Aku sama kayak kak Joy. Minumnya matcha milk kak."
"Oke deh, oh iya kita di lantai tiga. Meja dekat stand nasi goreng."
"Siap kak, ini udah mau naik lift."
Alvian yang sejak tadi melihat Joy bertelponan dengan Chandra yang sedikit keras itu berusaha memaklumi. Memang dasar kakak beradik itu sama-sama bar bar.
To be continue

KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomancePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara