"Kenapa wajah lo cemberut gitu sih?" Alvian berkomentar di samping Joy yang duduk bermain ponsel di sofa ruangannya.
Lelaki itu sudah menyelesaikan shift kerjanya. Kini waktunya mereka pulang seharusnya. Tapi melihat Joy yang nampak murung, Alvian jadi khawatir sendiri. Apa yang terjadi dengan Joy selagi ia pergi tadi.
Padahal Alvian sedang ingin menyidang Joy perkara pertemuannya dengan Dokter Jinan. Seorang suster dengan sengaja memberitahunya berita itu saat ia sedang mengurus para pasiennya. Hal itu sungguh membuat Alvian tidak fokus. Ia ingin segera menanyakan kepada Joy langsung, apa yang mereka lakukan.
"Nggak papa," jawab gadis itu ketus. Joy sedang dalam mood yang buruk. Ia benar-benar kehabisan tenaga gara-gara overthinking tentang Alvian yang mungkin akan membantalkan pernikahan mereka. Alvian sungguh jauh lebih baik daripada Joy, serta gadis yang mendekati sahabatnya itu selalu lebih baik darinya.
"Gini lagi, kita udah pernah sepakat buat saling jujur satu sama lain kan?" desak Alvian, lelaki itu sangat tidak suka jika Joy mulai menghindar saat ia meminta untuk sebuah penjelasan.
"Oke, gue cuma overthinking aja. Gue denger lo sebenarnya mau dijodohin sama anak petinggi rumah sakit ini kan? Gue takut lo goyah Vi," ucap Joy tidak nyaman. Ia agak malu, Alvian pasti akan mengejeknya.
Benar saja, Alvian terbahak mendengar alasan Joy jadi begitu murung. Hanya karena gadis itu dengar gosip tentangnya yang mau dijadikan manantu oleh petinggi rumah sakit ini? Memang itu bukan skadar gosip sih, tapi itu kan hanya wacana dari Presidir, tidak benar-bebar terjadi.
"Ya ampun, itu cuma gosip. Mana mungkin gue tega ninggalin lo disaat kita udah hampir setangah jalan mempersiapkan pernikahan."
"Gue cuma takut. Apalagi saingan gue bukan orang biasan, dan dasarnya juga pernikahan kita ini terpaksa Vi."
"Lo ngerasa kalau terpaksa nikah sama gue?" tanya Alvian galak. Joy masih saja belum yakin dengan pernikahan mereka, membuat Alvian sedikit marah. Sedangkan laki-laki itu saja sudah siap seratus persen menjadi suami sahabatnya itu.
"Nggak gitu. Gue cuma takut, maaf Vi," Joy merasa bersalah setelah meragukan Alvian.
"Lagi pula, siapa yang kasih tahu lo gosip itu?"
"Dokter Jinan, kami tadi ketemu di kantin."
Astaga dokter Jinan ternyata, pasti gosip itu juga dari para suster.
"Ngomongin apa aja kalian?"
"Cuma nanya kabar, terus dia tanya tentang calon istri lo, dan berakhir cerita gosip itu."
Alvian sepertinya tidak jadi marah. Ia pikir Joy membahas aneh-aneh dengan Jinan. Tentang hubungan mereka dulu yang sempat dekat itu mungkin? Alvian sampai pusing tujuh keliling dibuatnya. Bagaimana jika Jinan masih ngotot ingin mendekati Joy? Avian tahu kalau hati sahabatnya itu mudah goyah.
"Udahlah jangan terlalu kemakan gosip. Gue bakal usahain supaya kita nggak jadi omongan lagi. Kini gue baru nyesel jadi orang terkelan di rumah sakit."
Kini Joy yang gantian tertawa, ia mentertawakan Alvian yang baru merasakan akibat dari terlalu populer. Memang kadang kala low profile itu cukup membuat kehidupan lebih tenang.
"Lo udah selesai kan kerjanya? Kita pulang sekarang?"
"Iya, kita pulang aja."
"Oh iya Vi, kebetulan ayah sama bunda ajak lo buat makan malam bareng di rumah. Lo mau kan?"
"Mau lah, berarti kita langsung ke rumah lo ya."
**
Alvian dan Joy sudah sampai rumah pukul lima sore lebih tiga puluh menit, menjelang magrib. Setelah salam, Joy langsung mengajak Alvian menuju ruang makan. Karena sepertinya seluruh keluarga gadis itu sudah berkumpul di sana.
"Assalamualaikum," Joy dan Alvian mengucap salam bersama begitu memasuki ruang makan. Ayah, bunda, dan Chandra dengan serempak menoleh ke arah merek berdua.
"Waalaikumsalam," jawab tiga orang yang ada di sana.
"Eh, kalian udah pulang. Ayo duduk dulu," sambut Bunda dengan antusias. Anaknya dan juga calon menantunya sudah sampai di rumah.
"Udah mau magrib, gimana kalau sholat jamaah dulu? Biar Alvian yang jadi imamnya?" usul Ayah begitu tiba-tiba.
Joy cukup terkejut karena sang ayah seperti sedang menantang kemampuan Alvian sebagai imam. Joy saja sudah berkali-kali menjadi makmum lelaki itu ketika mereka sedang di rumah Alvian. Tetapi biarlah, ini mungkin salah satu cara ayah menilai sosok calon suami Joy.
"Baik ayah," jawab Alvian percaya diri.
Kemudian mereka yang berada di ruang makan , langsung berpindah menuju mushola pribadi miliki keluarga Joy. Masing- masing mulai mengambil air wudhu. Mereka menunggu sebentar sebelun adzan maghrib berkumandang.
Sholat dilaksanakan dengan khusyuk. Alvian pun mengimami dengan baik. Sepertinya ayah cukup puas dengan Alvian, sangat terlihat dari wajah beliau yang berseri selepas berdoa. Ayah menepuk punggung Alvian seperti memberikan pujian, tak lepas dari pandangan Joy.
Makan malam langsung dilaksanakan begitu mereka menyelesaikan sholat. Daripada itu, ternyata Joy baru tahu kalau makan malam bersama Alvian hari ini ada misi tersendiri di baliknya. Bunda bilang, kalau ingin membahas gedung dan tema pernikahan mereka.
"Jadi gini Alvian, kami ingin diskusi soal gedung nikahan kalian nanti. Ayah punya rekomendasi, sekalian sama EOnya kalian mau?"
"Wah, boleh Ayah. Kami juga belum menemukan yang tepat," jawab Alvian antusias.
Joy dan Alvian memang sedang mencari refrensi gedung. Mereka berdua ini memang sedikit malas kalau urusan mencari-cari seperti ini. Mereka ini orangnya simpel, mau saja jika memang ada rekomendasi.
"Ini ada kartu namanya, coba kalian hubungi. Diskusikan bagaimana resepsinya nanti, soalnya kalian kan yangau menikah. Kami terima saja, yang penting jangan terlalu sederhana."
"Baik ayah," jawab Alvian seraya menerima sebuah kertas kartu nama berisikan nomor EO sekaligus penyewa gedung itu.
"Ya sudah kami berdua mau ke kamar dulu. Kalian diskusikan ya," ujar Bunda berpamitan bersama Ayah.
Sedangkan Chandra sedari tadi mulai Ayah membahas pernikahan. Adik Joy itu seakan tidak ingin ikut campur, sehingga langsung kabur ke kamar.
Sepeninggal kedua orang tua Joy, Alvian mulai mendekat ke arah sahabatnya itu. Jujur saja lelaki itu ingin mengabulkan impian pernikahan gadis itu.
"Lo mau tema apa Joy? Pasti lo ada kan impian pernikahan gitu?"
"Ya ada, tapi kan cuma bayanga aja. Gue mau temanya modern aja, terus rose gold gitu sih. Emang lo nggak ada impian pernikahan? Kenapa tanya gue doang?"
"Ya kan gue nurut lo aja, gue mah nggak ada pandangan kesitu. Soalnya gue udah memutuskan buat ngikut keinginan calon istri aja."
"Ye, dasar. Gau yakin kalau bukan gue yang ajak nikah, pasti lo mau jomblo sampai tua."
"Emang, tapi gue bakal pastiin kalau lo juga masih jomblo kalau gue jomblo. Lo bilang harus setia kawan."
"Ogah. Busuk ya rencana lo ternyata. Tapi ya udah lah, kita juga mau nikah ini."
"Iya bener."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomancePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara