FWB: 39

71 14 0
                                    

“Vi, Alvian!” panggil seseorang dari arah belakang lelaki yang saat ini tengah berjalan menuju pintu keluar.

Alvian menoleh dan menemukan jika itu adalah Karina, sosok yang ia hindari saat ini. Ada apa lagi wanita itu menemuinya. Sebelum wanita itu mendekat, Alvian segera melepas jasnya dan ia pakaikan untuk menutupi Joy. Ia tidak mau orang lain melihat sahabatnya dalam keadaan mabuk.

“Ya?” Tanya Alvian begitu Karin berada di dekatnya.

“Kamu udah mau pulang?” wanita itu bertanya kepada Alvian dengan tatapan penasaran.

“Ya, pasangan saya dalam keadaan yang kurang bagus,” balas Alvian dengn formal. Ia tidak ingin membuat hubungan antara dirinya dan Karina terlihat dekat. Apalagi wanita itu bukan orang sembarangan, Alvian harus berhati-hati agar tidak ada rumor di antara mereka.

“Oh, dia maksud kamu?” tunjuk Karina pada Joy yang terus saja menunduk dan menempel pada dada Alvian.

“Iya, maaf sebelumnya. Tapi kami harus segera pulang,” pamit Alvian, tanpa menunggu persetujuan Karina. Merasa Joy berjalan lambat, dengan cekatan Alvin langsung menggendong sahabatnya itu ala bridal style. Biarlah mereka menjadi tontonan, yang penting bisa segera masuk mobil.

Alvian segera membuka pintu penumpang agar bisa segera menaruh tubuh berat shabatnya itu. Lihat saja nanti jika Joy sadar, lelaki itu akan memarahinya karena berani-beraninya mencoba minuman beralkohol itu. Padahal yang Alvian tahu, Joy sama sekali tidak pernah mencoba minuman alkohol meskipun dengan kadar yang kecil sekalipun.

“Joy, lepasin tangan lo dari leher gue,” protes Alvian begitu ia mendudukkan Joy, gadis itu bergelayut manja di lehernya dan tidak mau lepas.

“Nggak mau, nanti lo tinggalin gue,” Joy tetap kekeh tidak mau lepas. Dengan  terpaksa Alvian menggunakan sedikit tenaganya untuk melepas tanngan Joy. Kemudian dengan cekatan Alvian menyatukan tangan Joy di depan agar tidak lagi bergelayut padanya. Sabuk pengaman langsung ia pasang di tubuh gadis itu. Akhirnya selesai juga, mengurus manusia mabuk yang satu ini.

Alvian menutup pintu penumpang, lalu ia lari berlawanan arah menuju pintu kemudi. Ia masuk dan menyalakan mobil. Tanpa menunggu lagi, lelaki itu langsung menginjak gas mobil. Ia mengemudikan cukup cepat. Ia harus segera sampai rumah, supaya Joy bisa segera istirahat.

***

Alvian mengetuk pintu rumah keluarga sahabatnya itu dengan pelan, takut jika mengganggu penghuni lainnya. Sekarang sudah hampir jam sebelas malam, pasti beberapa orang telah tertidur. Untung saja Alvian masih bisa menghubungi sepupu Joy, bang Rehan, untuk membukakan pintu saat ia sampai.

Pintu terbuka perlahan, Rehan dengan pakaian tidurnya yang menyambut kedatangan Alvian yang menggendong Joy di punggung. Gadis itu sudah tertidur lelap sejak dalam perjalanan tadi.

“Langsung bawa ke kamarnya aja Vi,” perintah Rehan. Alvian melangkah masuk, lalu mengikuti Rehan yang berjalan di depannya menuju ke  arah kamar gadis yang ada di gendongannya.

“Ini  bocah kenapa deh Vi bisa sampai kobam gini?” tanya Rehan begitu Alvian selesai menidurkan Joy.

Dua lelaki itu segera keluar kamar, dan melanjutkan percakapan jauh  dari indra pendengaran Joy.

“Dia minum cocktail tanpa sepengetahuan gue bang, entah udah habis berapa  gelas dia,” Alvian menjelaskan.

“Oh, pantes bisa kayak gitu. Dasar bocah nggak ada akhlak, bisa-bisanya minum alcohol. Ketahuan sama Ayahnya bisa kena marah nanti.”

“Bang Rehan jangan kasih tahu Ayah, biar Vian aja yang marahi Joy besok kalau dia udah sadar sepenuhnya.”

“Iya, kalian berdua ini tetep kompak banget buat saling jaga rahasia.”

“Namanya juga sahabat dari kecil bang. Kita udah saling tahu dan percaya satu sama lain.”

“Yakin cuma sebatas sahabat? Nggak pengen lebih?" desak Rehan kepada sahabat adik sepupunya itu. Lagi-lagi Rehan masih heran Alvian belum menjadi kekasih Joy. Padahal ia yakin seratus persen jika pada masa SMA, Alvian pernah curhat padanya perkara ingin menembak Joy.

Alvian tertawa kecil lalu menjawab, “Bercandaan lo kurang lucu Bang. Udah lah gue pamit dulu, udah keburu tengah malam.”

“Ya udah sana, hati-hati.”

“Deket kok  bang rumah gue.”

“Tahu, tapi nggak salah kan kalau gue bilang hati-hati?”

“Nggak sih.”

Percakapan singkat itu harus berakhir kala Alvian keluar dari rumah itu. Ia kembali menaiki mobilnya untuk di bawa pulang bersama tubuhnya. Hari ini ia sungguh lelah, menggendong Joy berkali-kali cukup membuatnya seperti berolah raga angkat beban. Tapi tidak masalah karena sekarang mereka sudah sampai rumah dengan selamat.

Setelah membersihkan diri, lelaki itu berbaring di tempat tidur king size nya. Ia mengingat kembali pertanyaan dari kakak sepupu Joy. Bang Rehan selalu menanyainya perihal hubungannya dengan Joy. Hal itu membuatnya kembali mengingat masa  SMAnya bersama Joy. Bisa dibilang waktu itu Rehan adalah teman curhatnya. Bang Rehan  tahu semua perasaaanya kepada Joy waktu itu.

Tapi itu dulu di mana dia belum mengenal apa arti cinta. Mungkin saat itu hormone pubertasnya sedang bergejolak, dan Joy adalah sosok gadis yang selalu berada di dekatnya. Hingga muncul lah perasaan nyaman pada hatinya. Namun, waktu itu sudah ia artikan sebagai rasa suka.

Didukung juga adanya tren pacaran pada masa SMA, membuatnya menggebu-gebu untuk mnjadikan sahabatnya sebagai pacar. Sebelum sebuah insiden terjadi. Joy mendapatkan ungkapan cinta dari kakak kelas, dan langsung diterima. Alvian baru tahu ini, ketika dirinya sudah siap menyatakan rasa.

Tetapi itu bukan masalah besar, karena ia tidak merasa patah hati. Hingga dikemudian hari ada gadis lain  yang menyatakan perasaan pada Alvian. Tanpa pikir panjang lelaki itu menerimanya. Pada akhinya dua sahabat itu punya pasangan masing-masing.

Sayangnya, hubungan di masa SMA tidaklah bertahan lama. Pada kelas tiga, Joy dan Alvian memutuskan untuk fokus menghadapi ujian nasional. Apalagi dengan cita-cita Alvian sebagai dokter lelaki itu tidak boleh kendor dalam belajar. Sebenarnya, tidak hanya alasan ujian nasional yang membuat mereka putus dengan pasangan masing-masing.

Joy sudah tidak memiliki gairah untuk menjalin hubungan pacaran, apalagi waktu itu pacarnya sudah berkuliah. Hubungan jarak jauh tidak begitu cocok bagi gadis  itu. Sedangkan Alvian, sejak awal ia tidak ada rasa dengan gadis yang menjadi pacarnya. Ia hanya mencari momen yang tepat untuk memutuskan gadis itu.
Sehingga Alvian tidak akan meninggalkan rasa sakit hati yang parah bagi gadis yang malang itu.

Mengingat kembali masa lalunya membuat Alvian tersenyum sendiri. Pasti bang Rehan salah paham tentang perasaanya kepada Joy. Padahal Alvian hanya terbawa hormon dan intensitas bertemu saja.

Ia tidak menyukai Joy, itu hanya masa lalu. Apalagi, Joy juga terlihat tidak suka jika dipasangkan dengannya. Dan sekarang pun gadis itu sudah memiliki pacar, yang siapa tahu akan dibawa kepelaminan suatu hari nanti. Sebab Ayah dan Bunda juga sudah kenal dengan lelaki itu.

Alvian tahu Joy buka tipe wanita yang suka membawa laki-laki sembarangan untuk berkunjung ke rumahnya. Bahkan sampai dikenalkan ke orang tuanya.

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang