FWB: 14

114 17 0
                                    

GAWAT, Joy bangun kesiangan. Seharusnya ia sekarang sudah selesai memasak, namun karena kesiangan ia tidak membuat satupun makanan. Dengan tergesa, Joy segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia harap Chandra tidak marah padanya karena belum memasak apapun.

Tanpa mandi atau berkaca, ia meninggalkan kamar dengan penampilan tidak jelas khas orang bangun tidur. Rambut bak singa, dan mata yang mungkin masih ada beleknya. Semoga di sudut bibirnya tidak ada bekas air liur. 

Ia berjalan cepat hingga dapur, dan secara tak terduga ada seseorang di sana. Joy hanya disuguhi bahu lebar sosok lelaki itu. Orang itu bukan Chandra, sepertinya Joy kenal. Ya, itu Alvian, bagaimana mungkin Joy tidak mengenalinnya.

"Kak Joy, udah bangun?" tanya suara dari belakang Joy. Itu Chandra, adiknya itu berjalan ke arah meja makan.

Sosok Alvian yang sibuk menata makanan, menoleh ke arah Joy yang bermuka bantal itu. "Kesiangan ya Joy? Tenang, ini tadi gue bawa sarapan buatan mama buat kalian. Kita sarapan bareng ya."

 "Hehe, makasih Vi."

"Kak, sebaiknya cepat mandi sana. Nggak malu apa sama Kak Vian."

Joy menepuk kepalanya pelan, ia baru sadar kalau dirinya sedang dalam keadaan 'jelek'. Buru-buru Joy kabur dari sana dengan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Untung Chandra segera menyadarkannya tadi, alamat malu. Tapi sebenarnya tidak apa-apa sih, Alvian sudah banyak melihatnya dalam keadaan buruk. Namun, tentu saja perempuan selalu ingin terlihat 'bagus'.

Di dalam kamarnya, Joy menghela napas kasar. Ia merutuki kebodohannya yang telat bangun hingga lupa tidak berbenah diri. Sudahlah, daripada Joy berlarut-larut ia memutuskan untuk segera mandi. Ia tidak enak jika membiarkan Alvian dan Chandra menunggu.

Jor berdandan rapi, dengan setelan kerjanya. Sebelum keluar kamar ia tidak lupa merapikan tempat tidur yang sejak bangun tadi ia biarkan berantakan. Ia membawa tas kerjanya, lalu melangkah keluar dengan percaya diri. Joy sudah merasa menjadi independen women kalau begini.

"Loh, Chandra mana Vi?" tanya Joy begitu dirinya sampai di meja makan. Di sana hanya ada Alvian yang menunggunya. Sedangkan sang adik entah kemana.

"Udah berangkan duluan, katanya les pagi di sekolah," jawab Alvian.

Joy baru sadar kalau dirinya dandan terlalu lama, bahkan adiknya sampai sudah berangkat. Hanya berdua dengan Alvian agak membuatnya canggung. Apalagi ini pertemuan pertama mereka setelah lost contact dua hari. 

"Nunggu apa, ayo duduk sarapan," tegur Alvian pada Joy yang masih berdiri bergeming di tempatnya.

"Eh, Oh iya. Hehe maaf lo nunggu lama."

"Santai aja kali."

Mengabaikan suasana yang cukup awkward itu Joy tetap makan lahap, dengan masakan buatan mama. Hingga tiga puluh menit berlalu, dan makanan mereka sama-sama habis. Bahkan Alvian sudah habis duluan, lelaki itu tetap setia menunggu Joy sampai makanan gadis itu habis.

"Udah?" tanya Alvian.

"Hah?" Joy agak aneh dengan pertanyaan Alvian. Tentu saja kalau sarapan ia sudah selesai, namun habis ini dirinya harus cuci piring kotor bekas sarapan mereka bertiga.

"Kita berangkat bersama kan?"

Ah iya, Joy baru ingat ia tidak ada kendaraan untuk berangkat kerja. Mobilnya dibawa orang tuanya dan motor hanya Chandra yang punya. Jadi kedatangan Alvian ini tadi punya tujuan lain selain mengantar sarapan. Untung saja sahabatnya itu tahu jika Joy tidak ada kendaraan. Loh, tapi bagaimana bisa Alvian tahu sedangkan dirinya tidak meminta untuk berangkat bersama. Apakah sang ayah yang meminta, atau malah Chandra.

"Oh, iya. Bentar, ini harus dicuci dulu piringnya baru berangkat," balas Joy.

"Oke, butuh bantuan?"

"Hehe iya, bantu bawa ke tempat cuci piring."

Kebetulan piring yang digunakan cukup banyak. Ada tiga yang digunakan makan dan ada juga piring wadah lauk. Joy tidak bisa membawa sekaligus, jadi dia butuh bantuan Alvian. Joy mencuci piring dengan cepat, hingga bajunya sedikit kecipratan air. Ia membiarkannya, nanti juga kering sendiri sewaktu berangkat ke kantor.

"Kita berangkat sekarang ya," ujar Alvian begitu Joy sudah selesai dengan kegiatannya. 

Joy mengangguk patuh, lalu mengambil kunci rumah sebelum ikut keluar mengekori Alvian. Ia menutup pintu lalu menguncinya, dan meninggalkan kunci di bawah pot.

Joy agak berjalan lagi menghampiri Alvian yang berada di depan dekat jalan keluar. Saat Joy menyadari, Alvian ternyata membawa motor. Tidak biasanya lelaki itu membawa motor sport seperti ini untuk berangkat kerja. Banyak alasannya, Alvian biasanya tidak ingin bajunya kusut karena angin kencang karena mengendarai motor.

"Lo bawa motor? Tumben banget."

"Lagi agak rewel mobil gue, waktunya diservis. Lo nggak bawa jaket?"

"Nggak, gue pikir lo pake mobil."

"Ya udah kalau gitu sana ambil jaket dulu."

"Udah terlanjur kekunci rumahnya, masa harus buka lagi. Lo tadi nggak bilang sih kalau pakai motor," protes Joy tidak mau jika harus mengambil jaket kembali.

"Hadeh, ya udah ambil di rumah gue dulu. Cepet naik," perintah Alvian.

Meskipun agak sebal dengan Joy yang malas, Alvian tetap peduli dengan gadis itu. Mana mungkin dirinya membiarkan Joy tidak pakai jaket saat mengendarai motor. Jarak ke kantor gadis itu cukup jauh, dan angin pagi masih cukup dingin.

Joy naik secepatnya, setidaknya saat ini ia memakai celana panjang bahan, coba kalau pakai rok bisa nggak berangkat nanti. Alvian melajukan motornya ke rumahnya, dan segera mengerem tepat di depan pintu masuk.

"Tunggu bentar gue ambili jaket," ucap Alvian lalu segera masuk ke rumahnya. Sedangkan Joy menunggu di luar.

Alvian sebenarnya tidak berniat berangkat bersama Joy. Namun berkat Chandra bilang jika tidak ada kendaraan untuk kakaknya berangkat, ia berinisiatif untuk menawarkan diri untuk mengantar Joy. Itu sebabnya ia tidak ada persiapan, bahkan ia lupa jika harus memberitahu Joy untuk membawa jaket.

Alvian mengambil salah satu jaket random yang sekiranya cukup di tubuh Joy. Dan dirinya juga baru ingat kalau Joy tidak pakai helm tadi. Ia akan meminjam milik sang mama saja nanti.

"Ini, cepet pakai terus kita berangkat, nanti takut kesiangan," Alvian keluar rumah menenteng helm dan jaket, ia menyerahkan kedua benda itu kepada Joy agar segera dipakai.

"Makasih," ucap Joy. Gadis itu memakai jaket milik Alvian, dan helmmya.

"Ayo berangkat." 

Alvian melajukan motornya dengan kecepatan sedang, ia takut jika Joy tidak nyaman. Apalagi  ini motor sport yang boncengannya tidak begitu nyaman. Seharusnya lelaki itu bawa mobil, namun sialnya hari ini mobilnya agak mogok. Ia takut di tengah jalan malah berhenti, dan tidak bisa melanjutkan perjalanan.

"Vian, makasih ya udah mau nganter gue," ujar Joy sedikit mendekat ke arah helm milik Alvian.

"Ya, sama-sama."

To be continue

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang