Di sisi lain, Mama yang berada di luar kamar sepasang suami istri tersebut sudah menduga banyak. Mukin saja mulai dari gejala, Joy yang katanya mual dan perutnya terasa tidak nyaman. Bukankah itu mukin tanda kehamilan?
Dalam hati, wanita paruh baya itu tersenyum senang. Akhirnya ia akan memiliki Cucu. Dan pemikiran bahwa Alvian dan Joy menikah hanya untuk main-main, bukanlah hal yang benar.
Keadaan di dalam masih kondusif. Alvian terus mencoba membuat Joy mau minum air hangat yang ia buat. Pasalnya gadis itu menolak, dan beralasan akan memuntahkannya.
"Sedikit aja Joy, ini bisa kami sedikit lega," buju Alvian. Bahkan lelaki itu sudah menaruh bibir gelasnya tepat di depan muka Joy.
Gadis itu terus menggeleng. Ayolah, perutnya sudah penuh masa harus diisi lagi. Ia tidak ingin muntah, pasti keesokan paginya tenggorokannya tidak enak.
Alvian kembali berpikir, apa yang bisa dilakukan Joy agar isi perutnya bisa turun. Jika air hangat tidak membantu, mungkin sedikit berjalan-jalan kecil bisa dicoba oleh Joy.
"Coba lo jalan-jalan keliling kamar ini. Siapa tahu bisa bikin makanan di perut lo turun," saran Alvian lagi.
Lelaki itu setia duduk di pinggir kasur, menatap Joy yang sepertinya sudah tidak bisa melakukan apapun termasuk hanya membuka mata. Tanganya mengarah ke ubun-ubun kepala Joy. Perlahan Alvian mengusap pucuk kepala Joy, seperti mengalirkan sebuah kekuatan kepada sang istri.
"Ayo Joy, Lo belum ganti baju juga. Kalau nggak di sembuhin sekarang, besok gimana kalau lo masih sakit? Katanya mau pindahan," bujuk Alvian.
Joy merintih sakit, namun benar kata Alvian. Sakit ini harus segera diselesaikan, kalau tidak mau besok berlajut. Ia sudah tidak sabar untuk pindah, dan ia tidak mau sakit ini menghalangi besok.
"Kalau gitu bantuin berdiri," ujar Joy manja. Ia mulai bangkit dan membenarkan celanya yang tadi pengaitnya sudah dilepas oleh Alvian. Ia tadi malu sekali, tetapi dikeadaan yang hampir mati tadi tak ada rasa malu lagi. Yang jelas Joy ingin selamat.
Alvian membantu memapah Joy. Menuntun gadis itu agar berjalan perlahan mengelilingi kamar. Joy tidak mau melebih-lebihkan, namun ia mandapat pelajaran dari kejadian hari ini. Jangan makan berlebihan, jangan memaksakan diri untuk menghabiskan semua makanan sekali lahap hanya karena sayang uang atau apapun itu. Semua ada caranya, misalnya di bungkus untuk dibawa pulang dan di rumah nanti dilanjutkan lagi makannya.
Jika sudah seperti ini, mau bernapaspun susah. Rasanya jika bergerak berlebihan, isi perutnya akan keluar. Makanannya masih menyangkut dikerongkongan dan belum masuk lambung.
"Gimana udah enakan?" tanya Alvian lembut. Lelaki itu masih setia memapah Joy. Mereka masih posisi berdiri, dan berat tubuh Joy kebanyakan bertumpu ke Alvian.
Joy mengangguk, ia bisa merasakan kalau makanannya mulai turun.
"Mau minum air hangat?" tawar Alvian lagi.
"Mau," jawab Joy.
Alvian membawa tubuh mereka untuk duduk di ujung ranjang. Lalu mengambilkan Joy minuman hangat yang ia bawa tadi. Lelaki itu membawa gelas itu ke depan bibir Joy.
Perlahan Joy menyeruput sedikit air hangat itu. Sedikit air tumpah di sekitar ujung bibirnya karena ia kurang berhati-hati.
"Uhuk," Joy terbatuk sedikit.
Alvian dengan cekatan mengusap ujung kanan kiri bibirnya yang ada sedikit cairan air hangat.
Jujur Alvian tidak bisanya berpikiran kotor saat menangani seorang pasien. Tentu saja karena pasiennya kebanyakan anak kecil. Tetapi, saat ia menangani Joy. Apa yang dilakukan gadis itu selalu membuat otaknya kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomancePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara