FWB: 84

95 22 0
                                    

Untungnya ini tadi Joy membawa serta mobilnya. Sehingga, Joy dan Seri bisa langsung berangkat ke rumah sakit. Mereka menuju yang terdekat, yang mana itu rumah sakit tempat Alvian bekerja. Mungkin Joy nanti bisa sekalian mampir menengok suaminya bekerja.

"Ayo kak aku udah siap," Seri menghampiri Joy dengan penampilan cukup rapi. Melihat itu, Joy langsung beranjak dari tempat duduknya menuju mobil miliknya. Seri mengekor di belakang, lalu duduk di kursi penumpang. Joy melajukan mobil dengan kecepatan sedang, karena tentu saja untuk keselamatan. 

Sesampainya di rumah sakit, Joy dan Seri langsung menuju poli kandungan. Mendaftar dan mendapatkan nomor antrian, sekarang mereka sudah duduk menunggu bersama para ibu-ibu yang kebanyakan sudah hamil besar.

"Seri, awalnya kamu tahu kalau hamil gimana?" tanya Joy penasaran, sekaligus membuka pembicaraan agar mereka tidak bosan. Kebetulan sekali antrian mereka masih cukup lama.

Seri menoleh ke arah Joy, menampikan senyum lembutnya. "Aku ingat kalau sudah telat datang bulan, terus pagi ini aku ngerasa mual tapi nggak bisa muntah. Karena curiga, aku cek dengan test pack yang ada di rumah," ungkap Seri dengan cukup detail.

Melihat bagaimana wajah bahagia Seri sewaktu melihat tanda dua garis di test pack, Joy jadi penasaran bagaimana jika suatu hari ia yang akan mengalaminya. Apakah keadaannya akan sebaik Seri. 

"Kak?" panggil Seri ketikan Joy kelepasan melamun.

"Eh, maaf Seri. Kakak cuma lagi mikir. Kamu sama Jeka udah nikah hampir satu tahun lebih, dan baru sekarang ada tanda kehamilan. Apa kamu memang nunda dulu?" 

"Waktu satu tahun pertama, Mas Jeka memang minta untuk ditunda dulu. Inginnya kami bisa mematangkan mental sebelum mengurus buah hati. Dan baru lima bulan ini kami program kehamilan, akhirnya sekarang alhamdulillah jadi juga," jelas Seri panjang.

Ternyata sahabatnya itu pernah menunda, kalau dipikir Joy dan Alvian ada benarnya juga. Memang sebaiknya membuat anak itu harus direncanakan. Joy sebenarnya cukup siap, namun hubungan antara Alvian yang belum siap. Mereka masih belum memiliki rasa satu sama lain. Joy tidak mau membuat anak dengan orang yang tidak memiliki perasaan padanya.

Lagi-lagi Seri melihat Joy melamun, "Kayaknya aku masih lama kak antreannya, bukannya ini rumah sakit tempat Kak Alvian kerja? Kak Joy gak mau berkunjung ke suami kakak?" kata Seri menawarkan Joy untuk ke tempat Alvian agar bisa menghilangkan bosan. Ia tidak enak telah membuat Joy ikut menunggu gilirannya diperiksa. Setidaknya ia bisa membiarkan Joy bertemu Alvian, bukankah pengantin baru itu suka sekali berdekatan.

"Terus kamu? Masa kakak tinggal sendiri. Nggak ketemu Alvian juga gak papa, nanti di rumah juga ketemu," tolak Joy. Ia itu setia kawan, tidak mungkin dirinya meninggalkan Seri sendirian tidak ada yang mengajak bicara.

"Aku nggak enak sama Kak Joy, Seri banyak ngerepotin Kak Joy hari ini," ujar Seri lirih.

Joy menggeleng tidak setuju, ia senang membantu Seri. Daripada di rumah ia seperti dikurung. Selalu disuruh istirahat, tidak boleh melakukan pekerjaan rumah lagi. Tenaganya ini harus terpakai untuk kegiatan, bisa-bisa jadi lemak kalau ia biarkan tidak melakukan apa-apa.

"Ya sudah kalau Kak Joy mau nemenin Seri. Makasih banyak Kak, sudah mau jadi peganganku," Seri benar-benar beruntung memiliki Joy. Ia sosok yang kuat, baik, dan selalu membantu Seri dikala susah. 

**

"Dok," panggil seorang perawat yang kebetulan sedang berjaga di poli anak bersama Alvian.

"Iya suster?" tanya Alvian penasaran. Apa mungkin ada pasien, atau ada hal penting lain. Wajah perawat itu cukup canggung.

"Saya lihat, istri dokter sedang ada di poli kandungan. Apa mungkin istri dokter sedang hamil?" suster itu bertanya, dan perkataanya sedikit memelan di kalimat tanya terakhir.

"Hah?" Alvian cukup kaget. Untuk apa Joy ke poli kandungan, seingat Alvian ia belum pernah membobol sahabatnya itu. Mana mungkin Joy bisa hamil.

"Saya lihat barusan Dok, kalau ragu bisa dicek."

"Baiklah, setelah ini tidak ada pasien lagi kan? Oh iya, jangan lupa jangan sembarangan menyebar informasi," ancam Alvian di akhir kalimat. Ia masih ingat bagaimana huru-hara menjelang pernikahannya dengan Joy dulu. Semua itu berasal dari salah satu suster biang gosip. Joy jadi tidak nyaman lagi berdekatan dengannya saat di rumah sakit.

Sepertinya keberuntungan berpihak kepada Alvian. Karena lelaki itu tidak memiliki banyak pasien hari ini. Sehingga diwaktu luang yang masih bayak, Alvian memanfaatkan kesempatan untuk mencari tahu kebenaran. Kalau benar Joy ada di poli kandungan, apakah Alvian sepatutnya curiga kepada sang istri?

Daripada itu, Alvian lebih memilih memantau lebih cepat. Ia tidak terlaku suka dibayangi rasa penasaran. Langkah kaki Alvian yang berat mengetuk-ngetuk lantai rumah sakit di setiap gerakannya.

Dari jauh, Alvian nampak perempuan yang perawkaan mirip sekali dengan Joy, sedang duduk di kursi. Dan bicara berdua, asik sekali dengan bangku di samping gadis itu.

Tak mau semakin penasaran Alvian memutuskan untuk mendekat untuk menyapa sosok yang ia duga adalah Joy. Dari belakang Alvian menepuk pundak Joy, si empu langsung berbalik dan kaget karena melihat pelakunya adalah sang suami.

"Alvian?" ujar Joy lirih.

"Kenapa lo kesini? Poli kandungan?" tembak Alvian tanpa basa-basi. 

"Gue anter Seri, ini dia di samping gue," jawab Joy sewot. Apa yang dipiikirkan Alvian sampai begitu tidak suka melihat Joy di sana.

Mendengar namanya dipanggil, Seri langsung mengalihkan fokusnya dari televisi yang tergantung di ruang tunggu menuju Alvian dan Joy. "Ada apa kak?" Tanya Seri dengan mata polosnya.

"Seri, ngapain ke sini? Aku kira Joy yang lagi mau periksa," Alvian balik bertanya dengan gugup.

"Aku mau periksa kehamilan, terus minta tolong untuk ditemani Kak Joy supaya aku nggak sendirian," jawab Seri dengan mudah.

Syukurlah, Alvian lega. Ia kira Joy yang sedang mau periksa kandungan. Alvian takut terjadi apa-apa dengan Joy, karena pagi tadi mereka masih terlihat normal sebagai pasangan.

"Joy gue mau ngomong sama Lo bantar," ujar Alvian.

"Tapi Seri?"

Alvian menatap Seri sebentar, "Seri pinjam Joy sebentar. Sebelum kamu masuk ruangan pemeriksaan Joy udah balik ke sini lagi," izin Alvian. Alvian tidak enak jika meminjam Joy terlalu lama, apalagi Seri butuh teman.

"Ya sudah ayo," ajak Joy.

Alvian menuntun mereka memasuki ruangannya yang biasa Joy tempati saat berkunjung di rumah sakit. Joy didudukkan pqda sofa, sedangkan Alvian tetap berdiri.

"Ada apa?" tanya Joy heran. Ia tidak mengerti kenapa Alvian tiba-tiba seperti ingin namun selalu tertahan.

Alvian menatap Joy lembut, "Nggak papa, gue cuma mau ajak lo ngobrol. Mumpung kita ketemu gak sengaja di sini," balas Alvian.

"Ih, random banget. Kasihan tau Seri nunggu antrean sendiri."

"Maaf, tapi gue juga ada hal yang disampaikan. Ada suster yang lihat lo lagi di poli kandungan, dan gue yakin bakal banyak rumor tentang hubungan kita lagi," jelas Alvian.

"Jadi mereka mikir kalau gue yang periksa, dikira gue hamil gitu?"

"Ya, dilihat dari segi manapun. Tentu aja aneh ngelihat orang yang barus menikah di dokter kandungan."

"Orang rumah sakit ada aja yang aneh," komentar Joy.

"Memang ada tapi nggak semua kok," Alvian mencoba membuat Joy berpositif thinking.

"Ya udah pokoknya, kalau ada rumor lo lurusin."

"Iya."

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang