FWB: 82

116 22 0
                                    

"Udah siap buat berangkat ke kantor?" tanya Joy kepada Alvian yang saat ini sudah berdandan rapi. Itu juga berkat ia yang senantiasa menyiapkan baju serta memasang dasi untuk lelaki itu. 

Alvian menatap Joy penasaran, ia dari tadi heran kenapa Joy selalu siap sedia di kamar untuk mengurus keperluan kerjanya. "Kenapa dari tadi lo di kamar ngurusin gue? dengan sukarela lagi."

"Disuruh bunda sama mama, tadinya sih gue mau bantuin buat sarapan. Tetapi mereka menolak dan malah nyuruh gue buat balik ke kamar untuk bantu Lo," balas joy sedikit tidak santai. Gadis itu merasa Alvian seperti menganggap Joy tidak tulus, padahal gadis itu melakukannya karena memang, ia sudah paham seorang istri kewajibannya adalah untuk melayani suami.

"Oh, kirain lo kesambet," ejek Alvian.

Joy melotot marah, bisa-bisanya Alvian berpikir seperti itu. "Enak aja kalau ngomong, kalau gue beneran kesambet emang lo mau tanggung jawab?"

"Tinggal di ruqyah lah," balas Alvian santai. Merasa tak salah sudah menggoda istrinya.

Dirasa semua sudah cukup, Alvian membawa Joy keluar kamar. Mereka berdua berjalan beriringan ke ruang makan untuk melakukan sarapan. Sesampainya di sana, ternyata sudah ramai ada Ayah, Bunda, Mama, Chandra dan juga Sada. Ternyata hari ini makan besar batin pasangan pengantin itu kompak.

"Selamat pagi," sapa Alvian dengan ceria, jarang sekali ia merasakan sarapan dengan keluarga lengkap seperti ini. Ia bersyukur bisa memiliki keluarga baru yang sempurna setelah pernikahannya dengan Joy.

"Pagi," jawab semua anggota keluarga yang sudah duduk di meja makan. Menyambut Alvian dan Joy dengan senyuman hangat.

Keduanya memakan sarapan dengan tenang, lalu anggota termuda Chandra dan Sada berpamitan terlebih dahulu, karena akan survey kampus katanya.

"Kalian udah deket?" tanya Alvian heran, sebab ia ingat kalau Sada terlihat begitu jengkel dengan Chandra sebelumnya. Apakah sesuatu terjadi diantara mereka berdua, hingga membuat keduanya nampak baik satu sama lain.

"Nggak/Iya," sahut dua anak muda itu bersamaan. Namun, dengan jawaban yang berbeda. Sada menjawab tidak, sedangkan Chandra menjawab iya, jadi mana yang benar.

Kini gantian Joy yang keheranan, "Kalau kalian berangkat bersama gini, bukannya udah dekat?"

"Nggak kak Joy, kita berangkat karena kebetulan aku belum tahu kampusnya, dan Chandra nawarin buat berangkat bareng," jawab Sada mengelak jika dirinya dekat dengan Chandra.

Jika Sada terus mencari alasan mengelak, sedangkan adik Joy itu malah diam saja. Menikmati ekspresi Sada yang terlihat panik. Para orang tuapun sama, mereka lebih fokus makan daripada mengurusi masalah anak muda zaman sekaranh. "Udah lah kak, kami harus segera berangkat," kata Chandra.

"Ya, hati-hati kalau begitu. Chandra kamu jaga Sada ya, dia itu udah jadi saudara kamu loh meski nggak dekat," pesan Joy kepada sang Adik.

Chandra mengangguk mengerti, "Siap kak."

"Kayaknya aku juga mau berangkat kerja, ma, bun, ayah, Alvian pamit juga sekalian," pamit Alvian begitu Chandra sudah berangkat.

"Ya, hati-hati," balas Orang tua di sana, Joy juga ikutan. 

Alvian melangkah membawa tas kerjanya menuju garasi rumahnya sendiri. Karena mobilnya tentu saja masih di sana.

Agak jauh Alvian melangkah, Joy masih asik dengan makanannya. Sedangkan Mama, dan Bunda sudah menatap Joy dengan heran. "Joy kamu nggak nganterin suami kamu sampai depan?" kata Bunda.

"Buat apa bun?" Joy malah bertanya. Ia tidak tahu kalau dirinya memiliki kewajiban untuk mengantar suaminya.

"Ya ampun nak, kamu memangnya nggak belajar dari bunda. Kalau suami kerja itu ya diantar sampai keluar, dan satu lagi, seharusnya kamu juga cium tangan suami kamu," omel Bunda tidak habis pikir dengan kelakuan sang putri.

Ya ampun, Joy baru sadar sekarang. Sedari tadi ia menganggap Alvian masih sebagai sahabatnya yang kebetulan numpang makan saja. Ia lupa kalau sekarang mereka sah suami istri. 

"Lebih baik, kamu susul Alvian dulu aja. Kamu cium tangan suami kamu biar diridhoi," saran Mama. Tanpa pikir panjang, Joy meninggalkan makannya yang belum habis lalu berlari menyusul Alvian.

"Vi!" panggil Joy begitu melihat Suaminya saat ingin menyebrang.

Melihat istrinya berlarian panik, Alvian mengurungkan niat untuk melangkah. "Apa?" tanya lelaki itu penasaran. Joy seperti ingin menyampaikan sesuatu, mungkin barangnya ketinggalan.

"Gue harus cium tangan lo, sini," pinta Joy sambil ngos-ngosan.

"Ngapain cium tangan, gue bukan guru," balas Alvian.

"Gue istri lo Vi, kata bunda sama mama gue harus cium tangan ke suami, biar dapat ridho dalam menjalankan sesuatu," jelas Joy.

Mau tidak mau, Alvian menyerahkan tangannya pada Joy. Joy kemudian langsung melakukan kewajibannya, dan berakhir bisa bernapas lega. 

"Udah gitu doang?" Alvian bertanya lagi.

"Iya, hati-hati di jalan," jawab Joy santai.

"Morning Kiss?" sahut Alvian tiba-tiba.

"Apa?" Joy memastikan apa yang Alvian katakan.

"Udah lupain," Alvian jadi malu sendiri sudah meminta hal itu kepada Joy. Ia berbalik, berusaha mengalihkan pembicaraan. Lebih baik ia kabur saja, wajahnya sudah tidak bisa diselamatkan dari rasa malu.

"O-oh, ya udah," Joy menjawab terbata. Ia sebenarnya dengan apa yang diinginkan Alvian. Namun, ia tidak yakin dengan hal itu. Tiba-tiba minta morning kiss? Bagaimana Joy tidak malu.

"Asalamualaikum," pamit Alvian, lalu menyebrang jalan untuk mengambil mobil.

"Waalaikumsalam," balas Joy tetap bergeming di tempatnya.

**

Selepas Joy mengantar Alvian, gadis itu kembali masuk rumah untuk meneruskan sarapannya. Dengan begini, ia total menjadi pengangguran. Ada enak dan tidak enaknya sih. Joy biasanya banyak pekerjaan dijam segini, kalau sekarang jadi mengantuk karena tidak ada kegiatan.

Apalagi, para orang tua tiba-tiba tidak membiarkannya untuk melakukan pekerjaan rumah terlalu berat.

"Joy cuma mau bantu cuci piring Ma," pinta Joy. Mama benar-benar bersi keras melarang Joy membantu. Beliau malah meminta gadis itu untuk istirahat.

"Joy, mama nggak ingin kamu kelelahan. Mama pingin kamu cepet hamil, jadi kami di rumah ini berusaha buat nggak menyulitkan kamu untuk pekerjaan rumah. Kami cuma mau kamu fokus untuk memiliki anak dengan Alvian ya," nasihat Mama.

Lagi-lagi masalah anak, pekerjaan rumah itu buka beban bagi Joy. Membuat anak lah yang malah menyulitkannya. Ia dan Alvian masih asing satu sama lain, mana mungkin mereka melakukan itu.

Tapi Joy tetaplah tidak bisa menyuarakan kebenaran. Ia sudah bertekad untuk terus bersandiwara tentang ia dan Alvian yang nampak dekat dan harmonis sebagai suami istri.

"Pekerjaan rumah nggak menyulitkan Joy Ma, aku nggak enak kalau tidak bantu-bantu. Urusan anak, itu hanya Allah yang berhak memberikan rezeki. Aku dan Alvian hanya bisa berusaha ma," jawab Joy sedemikian rupa, juga menjelaskan kalau dirinya butuh kegiatan lain.

Mama menunduk sedih, seperti menyesal.

"Ma, kenapa? Jangan bagini," tanya Joy selembut mungkin.

"Mama cuma mau kamu bahagia Joy. Maaf kalau mama terkesan melarang," ujar Mama.

"Makasih Ma, Joy juga minta maaf belum bisa mengerti perasaan Mama yang ingin segera memiliki cucu."

"Untuk hari ini kamu istirahat aja dulu, selanjutnya mama bakal izinkan kamu melakukan pekerjaan rumah tangga. Anggap aja hari ini kamu masih recovery tenanga."

"Baiklah Ma, makasih. Jangan sungkan panggil Joy jika butuh bantuan."

Mau tidak mau Joy menuruti permintaan Mama. Ia berjalan gontai menuju kamarnya, merebahkan dirinya di tengah kasur. Ia teringat kembali permintaan mama serta kedua orang tuanya untuk segera memberikan mereka cucu. Ia tertekan sekali dengan permintaan itu, ia belum siap melepas kegadisannya. Ia ragu bagaimana masa depannya dengan Alvian, tidak ada bayangan kalau kehidupan keduanya akan harmonis serta memiliki anak.

TBC

Happy new year, makasih yang masih setia baca cerita ini. Semoga kita semua selalu diberikan kebahagiann ditahun 2022.

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang