FWB: 75

81 14 0
                                    

Alvian yang tahu ada hawa tidak menyenangkan antara Joy dan juga Karina. Langsung berinisiatif memisahkan mereka, namun dengan cara yang tidak terlihat seperti memisahkan orang yang sedang dalam perang dingin. 

Alvian merangkul Joy, lalu menyalami Karina dan secara halus menyuruhnya agar severa menyingkir dari pelaminan. "Terima kasih dokter Karina sudah mau datang, silah dinikmati hidangan yang ada di prasamanan."

Mau tidak mau, Karina beserta rekan satu rumah sakit segera pergi dari hadapan pengantin baru itu. 

"Untung lo misahin kita," bisik Joy di telingan Alvian.

"Iya lah, kalau diterusin gue yakin lo bisa bikin acara ini bubar seketika," jawaban sewot Alvian membuat Joy jadi merasa bersalah.

"Gue minta maaf, tapi tadi Karina dulu yang ejek gue gendut," jelas Joy bagaimana awal mulanya. Memang Karina yang sedari berjalan di pelaminan terlihat sinis kepadanya, Joy juga jadi tidak bisa respek dengan rekan kerja suaminya itu.

"Ya biarin aja lah, jangan kepancing," nasihat Alvian. Joy bergumam pelan sebagai jawaban.

**

"Ayah, Bunda, Mama, Chanda, dan lainnya. Kami pamit dahulu untul berangkat ke Singapura. Doakan semuanya lancar sampai kami pulang ke rumah lagi," Alvian kini tengah sibuk berpamitan kepada keluarganya. Sebagai kepala keluarga ia menjadi perwakilan untuk bicara, sedangkan Joy berdiri di sampingnya.

Selesai acara resepsi, hanya berganti pakaian saja Joy dan Alvian langsung bersiap berangkat ke bandara. Keduanya sudah menyiapkan koper masing-masing jauh sebelum acara. Keluarga mereka yang mengantarpun belum sempat berganti pakaian, namun dengan semangatnya mengantar dua pengantin baru itu akan berangkat bulan madu.

"Oleh-olehnya jangan lupa Bang," sahut Chandra. Alvian kembali ingat, kemarin diberi sticky note berisikan wish list barang yang Chandra titip untuk dibelikan di Singapura.

"Iya," balas Joy malas, adiknya itu benar-benar hanya memikirkan oleh-oleh, bukannya keselamatan kakaknya dan kakak iparnya.

"Eh, Chandra udah jangan mikirin oleh-oleh terus. Doa ini aja biar kakakmu ini cepet bawa pulang calon cucu," ujar Bunda.

Daripada perkataan Chandra yang meminta oleh-oleh, harapan sang bunda terdengar lebih mengerikan. 

"Kayaknya sebentar lagi pesawat kami sudah mau flight. Kami harus buru-buru," Joy mengalihkan pembicaraan itu, dengan dalih jadwal terbang mereka sudah dekat.

"Iya, kami pamit dulu."

Satu persatu Joy dan Alvian mencium tangan para orang tua yang ikut mengantar. Tak lupa Joy berpesan kepada Chandra agar bersikap baik dan menjaga orang tua mereka selama Joy tidak di rumah.

Avian menggandeng tangan Joy untuk berjalan bersama, memasuki ruang tunggu penumpang pesawat. Kebetulan sekali pesawat yang mereka tumpangi sudah akan lepas landas.

"Vi," panggil Joy. Keduanya sudah bisa duduk di kursi pesawat pesanan mereka. Joy dan Alvian tentu saja saling bersandingan. Perjalanan ke Singapura tidak begitu lama seperti perjalanan ke Eropa. Di tinggal mengobrol sebentar saja mungkin sudah sampai.

"Apa?" 

"Lo tahu kan, para orang tua kita begitu nuntut buat minta cucu. Gue udah punya bayangan kalau kita habis pulang bulan madu nanti, bunda pasti bakal wawancar kita. Kita harus jawab apa Vi?"

Joy jadi ingat kalau tujuan sang ayah menginginkan Joy segera menikah yaitu untuk membuat Joy memiliki anak diusia yang masih muda. Supaya tidak kejadian seperti sang Ibu yang harus bertaruh nyawa, saat melahirkan Chandra. 

"Ya jawab aja apa adanya," balas Alvian santai sambil lelaki itu membenarkan posisi duduknya agar nyaman. Alvian berencana menonton Film selagi perjalanan hari ini.

"Masa kita jawab, 'Di Singapura cuma jalan-jalan sama shopping, kita nggak kepikiran bikin anak' gitu maksud lo? Bisa-bisa bunda sama mama pingsan, dengar jawaban kayak gitu."

"Kalau nggak mau jawaban kayak gitu, kita bikin anak aja. Simpel kan?" jawab Alvian dengan tidak serius.

Joy langsung tidak mood lagi berbicara dengan Alvian. Lelaki itu sama sekali tidak menggubris perkataannya. Mengacuhkan Joy dan lebih fokus pada Film yang tengah ditonton.

Seakan mengunci mulutnya, Joy juga membuang muka tidak mau menghadap Alvian. Daripada pusing memikirkan masalah cucu, lebih baik Joy tidur saja.

Sekian menit terlewati, Alvian tidak mendengar suara ocehan Joy lagi. Lelaki itu penasaran hal apa yang sedang dilakukan Joy sekarang. Apakah gadis itu tidur?

Alvian menoleh ke tempat duduk sampingnya. Joy membelakanginya. Hanya menampakkan punggung mungilnya. Tetapi lama kelamaan, punggung itu bergerak naik turun. Seperti gestur sesenggukan, juga ada suara kecil yang bisa di dengar Alvian.

Apakah Joy sedang menangis?

"Joy, lo kenapa?" tanya Alvian seraya menepuk pundah Joy.

Gadis itu tetap pada posisinya. Mengabaikan Alvian yang mulai khawatir. Tak menuruti diamnya Joy, Alvian memaksa untuk membalik tubuh istrinya untuk berhadapan dengannya.

"Lo nagis?" 

Alvian kaget melihat ada air mata yang berada di pelupuk mata Joy. Apakah ini salahnya tadi? Karena tidak serius menanggapi disukusi.

"Astaga Joy, gue minta maaf. Jangan nagis ya, gue nanti yang bakal tanggung jawab soal wawancara dari pada orang tua. Lo tenang aja," bujuk Alvian.

"Beneran?" suara serak bak kodok, terdengar parau keluar dari bibir Joy.

"Iya serahin semua ke gue. Lo ingat kan gue jago akting."

"Tapi bukannya nanti kita juga harus singkronin jawaban?"

"Kenapa? Gue aja yang jawab. Lo nggak perlu."

"Biar nggak dicurigai. Udah deh pokoknya nanti jawaban kita harus sama."

"Iya-iya, tapi udah nggak marah lagi kan?"

"Nggak."

Alvian bernapas lega, menghadapi Joy hampir mirip seperti menghadapi balita. Hari ini gadis itu sangat sensitif,  digoda sedikit aja langsung menangis. Mana tega Alvian mengabaikan itu.

Kira-kira hanya butuh waktu dua jam, mereka sudah sampai di Bandar Udara Internasional Changi Singapura. Mereka berdua memesan tiket non stop flight, sehingga tanpa transit. Itulah yang menyebabkan mereka begitu cepat sampai.

Keduanya turun dari pesawat, dan mengambil koper mereka mereka. Joy dan Alvian langsung berjalan ke luar melewati banyaknya sambutan dari kekuarga penjemput. Tak berapa lama Joy melihat ada seseorang mengangkat banner tinggi bertuliskan 'Mr & Mrs Swara'

Joy langsung menatap pelaku, "Itu pemandu sewaan lo ?" tanya Joy menujuk orang yang membawa papan banner yang besar.

"Iya, kita samperin yuk," ajak Alvian semangat.

"Kok gitu banget, bannernya," komentar Joy.

"emang ada apa?"

"Nggak papa," Joy menggeleng. Dalam hati ia tidak terlalu suka jika pariwisata dengan seorang guide. Joy berjiwa bebas. Ia ingin ekplore Singapura dengan pilihan dan jadwalnya sendiri. Bukan dari guide, Joy suka mencarin hidden gem di tempat baru sendiri.

"Dengan Mrs dan Mr Swara?" tanya guide itu memastikan.

"Iya benar," jawab Joy halus.

"Mari akan saya antarkan ke hotel. Tuan dan Nyonya biarkan beristirahat sebentar untuk hari ini, wisata kita akan dimulai besok ya Mrs dan Mr Swara."

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang