"Jadi kita mau bahas apa?" tanya Joy begitu Alvian masih saja diam menatap wajahnya. Ini sudah mau malam, lelaki itu belum juga membuka suara untuk membahas persiapan pernikahan mereka.
"Tentu aja tentang pernikahan kita, karena para orang tua udah setuju kalau kita bakal nikah di bulan depan minggu pertama," jawab Alvian mulai serius. "Jadi lebih baik kita segera persiapkan mulai dari gedung, gaun, dan tamu undangan, oh iya jangan lupa persiapa cuti ke perusahaan," lanjut Alvian.
"Oke, tapi Vi kalau masalah acaranya boleh nggak sih kalau kita sederhana aja dan nggak usah ngundang banyak orang?"
Jujur saja Joy tidak begitu suka acara yang terlalu meriah. Ia masih punya wishlist kegiatan yang ingin ia lakukan setelah pernikahan, dan itu membutuhkan banyak uang. Untuk tabungan pernikahan yang pernah Joy simpan itu juga belum tentu cukup menambahi budget mereka.
"Gue juga pengennya gitu, tapi lo tahu kan, gue anak tunggal dan sedangkan lo anak pertama. Dalam kasus ini para orang tua pasti ingin acara meriah karena ini merupakan momen penting dalam hidup mereka. Melepaskan kita, karena akan membangun keluarga baru," jelas Alvian berusaha membuat Joy mengerti.
"Tapi gue kan punya cita-cita honeymoon ke luar negeri. Tabungan gue nggak cukup banyak buat nambahin budget kita."
"Emang lo tahu berapa tabungan pernikahan gue, sampai udah menjustifikasi kalau budgetnya nggak cukup?"
"Nggak tahu, tapi kalau terlalu meriah pasti bakal habis banyak lah Vi."
"Oke jalan tengahnya, gimana kalau untuk akad kita nggak perlu besar-besaran, cuma untuk resepsi biar orang tua kita yang bakalan nentuin bagaimana. Deal?"
"Kedengarannya bagus," Joy mengangguk setuju.
"Kalau lo mau gimana gaunnya? kita harus cepat-cepat cari butik buat bikin."
"Bener juga, coba gue tanya ke Seri. Dulu kan gaun yang dia pakai bagus. Mungkin dia Punya rekomendasi butik," usul Joy.
"Ya udah, coba tanyain nanti."
Setelah membahas butik, tiba-tiba Joy kepikiran lagi tentang masa depan mereka berdua, "Vi gue nggak bisa bayangin gimana keadaan kita nanti setelah menikah, Lo nggak akan ninggalin gue kan?"
Joy bertanya khawatir tentang itu. Gadis itu takut Alvian akan meninggalkannya. Ia sudah terlanjur akan bersandar sepenuhnya kepada Alvian. Joy hanya tidak ingin kejadian buruk terjadi lagi, seperti dirinya dan Jefri.
"Ya enggaklah. Menurut lo gue cowok yang kayak gimana? Tukang selingkuh gitu?"
"Ya siapa tahu aja, suatu saat lu nemuin cinta sejati Lo dan bakal lupain gue."
"Joy dari awal gue udah bilang kan, kalau gue udah berkomitmen sama lo. Kita bakal terus bersama-sama sampai kita tua," kata Alvian mencoba memberikan kata-kata yang positif.
Ia tahu betul tabiat Joy, gadis itu akan terus khawatir jika belum mendapatkan pernyataan yang benar-benar serius. Joy mudah overthinking, namun dia juga tidak mau cerita. Akhirnya nanti akan ada pertengkaran antara dirinya dan Joy.
"Syukurlah, gue cuma takut Vi. Gue kayaknya nggak akan bisa cari cowok lain yang bakal jadi pendamping gue lagi. Selain sama lo, gue udah nggak bisa kalau disuruh ngulang lagi dari awal."
"Tenang aja Joy, nggak perlu berpikir yang berat-berat yang jelas kita berdoa aja semoga apa yang kita lakukan ini berdampak baik di masa depan nanti."
Dalam hati Joy, dia mengaminkan perkatakan Alvian yang berharap persiapan ini berjalan dengan lancar. Sampai hari H nanti tidak ada satu halangan pun yang membuat mereka kerepotan. Sebagai pernikahan pertamanya, tentu saja ia mau semuanya berlangsung secara baik dan sesuai dengan impiannya.
**
"Dari mana Joy? tumben pulang malam" itu Ayahnya beliau masih berada di ruang tamu begitu Joy memasuki rumah. Ia dan Alvian berdiskusi sekitar satu jam lebih. Hampir semua persiapan pernikahan sudah mereka bahas, tinggal tamu undangan saja yang perlu dilanjutkan. Kebetulan juga, tamu undangan pasti kebanyakan dari orang tua mereka.
"Oh iya, ini tadi cuma mampir ke cafe sama Vian diskusi sebentar," jawab Joy cukup canggung, entah kenapa bicara dengan ayahnya mengenai pernikahan membuatnya malu.
"Diskusi tentang pernikahan kalian kan?" tebak sang ayah benar.
"Iya, emang kenapa ayah?"
"Sebagai orang tua, ayah mau yang terbaik buat kamu. Kali ini ayah cuma mau memberi saran. Sebagai pasangan baru kalian berdua harus banyak-banyak komunikasi menjelang pernikahan nanti. Jangan pernah terpancing dengan hal-hal buruk."
"Iya Ayah, Joy mengerti."
"Terus, gimana? kalian sudah membahas gedung undangan atau tema yang mau dipakai untuk pernikahan nanti?"
"Ya, kami sempat membicarakan itu. Tetapi ada satu hal yang ingin aku tanyakan ayah. Aku ingin melakukan pernikahan yang sederhana saja," ungkap Joy.
Ayah terlihat berpikir sebelum mengeluarkan kata-katanya, "Jangan terlalu sederhana Nak, kamu tahu kan kamu adalah anak pertama ayah. Ini merupakan acara paling membahagiakan bagi kami orang tua kamu, siapa sih yang nggak mau membuat acara besar untuk pernikahan anaknya?"
"Ya Joy mengerti. Tapi Alvian sudah bilang kalau untuk resepsi kami akan adakan secara besar-besaran sesuai kemauan para orang tua."
"Ayah senang sekali kalian berdua bisa mengambil keputusan bijak."
Joy ikut tersenyum dengan ayah, benar perkataan Alvian orang tuanya pasti menginginkan acara yang meriah untuk merayakan kebahagiaan anaknya. Jika selama ini ayahnya selalu membuat acara yang begitu sederhana dalam perayaan apapun, sekarang saat pernikahannya malah sang ayah meminta untuk bisa perayaan besar-besaran.
"Ayah kalau gitu Joy ke kamar dulu Mau membersihkan diri," gadis itu ingin segera beranjak dari ruang tamu. Tubuhnya sudah cukup lelah, apalagi di kepalanya masih teringat jelas tentang kasus Jefri.
"Tunggu nak, ayah mau tanya sesuatu. Ini tentang Jefri, gimana dia sekarang? Ayah nggak mau kalau sampai pernikahan kamu terganggu karena permasalahan kamu dengan Jefri belum tuntas."
"Ayah tenang aja Ini tadi Joy juga sekalian bicara sama Jefri."
"Lalu dia setuju kan atas keputusan kamu?"
"Dia setuju. Namun, sepertinya Jefri tidak akan pernah mau berinteraksi lagi dengan Joy."
"Untuk sekarang hal itu tidak masalah, di masa depan nanti masing-masing dari kalian pasti akan berubah dan Ayah yakin Jefri juga tidak akan lagi menghindari kamu."
"Joy juga berharap begitu yah."
Selama hidupnya hampir tiga puluh tahun ini. Jefri merupakan satu-satunya orang yang pernah serius dengannya. Hal itu merupakan pengalaman yang cukup berharga bagi Joy, meski ia masih merasa bersalah. Namun, mau bagaimana lagi memang takdir antara dirinya dan Jefri tidak akan pernah bisa bersatu.
Di masa depannya nanti sudah akan ada Alvian, yang akan selalu menemaninya. Sahabat yang sudah bersamanya selama dua puluh tahun. Kini menjadi teman hidup untuk selamanya.
TBC
Maaf kalau ada typo, karena mengetiknya sambil ngantuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomancePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara