"Alvian, ada masalah dengan Joy?" tanya mama penasaran. Beliau sudah melakukan kegiatan makan malam dengan sang putra tunggalnya. Namun, Alvian sama sekali tidak fokus dan lebih banyak melamun.
Sepertinya dugaannya tentang Alvian yang ribut dengan Joy benar. Reaksi cepat dari Alvian begitu nama Joy disebut sebagai tandanya. Raut wajah putranya juga langsung berubah kecut.
"Kita nggak ribut," sangkal Alvian dingin.
"Kalau nggak ribut, kenapa pulang kerja tadi kamu berantakan banget seperti habis berantem."
"Aku nggak berantem Ma, aku udah bilang kan kalau tadi ada operasi mendadak. I'm just tired."
"Vian, kamu jadi anak bunda bukan setahun dua tahun. Seumur hidup kamu, bunda itu sudah tahu dan hafal sama bagaimana ekspresi kamu bahagia, marah, sedih, kecewa."
"Maafin Alvian ma," ujar Alvian sedih.
"Mama bukan butuh maaf kamu, mama cuma mau tahu penyebab kamu tidak ada semangat hidup seperti ini."
"Oke, kita memang berantem. Hanya masalah sepele ma, Joy nggak mau denger lagi nasihat dari Alvian. Terus aku marah, dia juga marah."
"Jadi sekarang kalian saling marahan?"
"Iya, hanya karena keegoisan Joy."
"Vian, mama tahu kamu nggak mau lihat Joy sedih. Tapi kadang kala, memang Joy yang lebih tahu bagaimana cara ia menyelesaikan masalahnya sediri. Dia cuma butuh dukungan, sebagai sahabat kamu seharusnya dukung dia kan?"
"Tapi bukan begitu penyelesaian masalahnya. Nggak seharusnya Joy jadian sama laki-laki yang baru dia kenal selama sebulan. Itu terlalu gegabah."
"Nak, mau hari ini atau bulan depan bukan kah sama saja. Joy hanya ingin cepat mengetahui tentang pasangan barunya itu, apa kamu juga akan bereaksi berbeda?"
"Mungkin, Vian mungkin akan mendukung kalau mereka baru jadian bulan depan."
"Kamu yakin? Kemarahanmu hari ini bukan disebabkan karena kamu takut ditinggal oleh Joy menikah terlebih dahulu kan?"
"Tidak, Vian bukan bermaksud seperti itu."
Suasana di meja makan itu semakin panas. Apalagi mama terus saja memojokkan Alvian. Mama hanya ingin sang putra sadar bahwa tindakannya tidak tepat.
"Setidaknya Joy masih mau bercerita kepada kamu, bagaimana jika dia tidak bilang. Dan tiba-tiba lelaki yang dekat dengan Joy melamar. Kamu pasti akan lebih marah dan sedih lagi. Jadi, mama harap kamu lebih dewasa. Kalian bersahabat lebih dari dua puluh tahun, jangan rusak itu dengan kemarahan sesaat."
"Aku mengerti Ma, Alvian akan merenungi tindakan yang sudah aku lakukan," lelaki itu menundukkan kepalanya, dan mulai merenung.
Sebagai seorang ibu, ia bisa meraba tentang perasaan sang anak. Alvian pasti mempunyai suatu perasaan untuk Joy. Lebih dari sahabat. Karena setiap anaknya marah dengan sahabatnya itu, terlihat bagaimana Alvian sulit mengendalikan emosinya.
Alvian adalah lelaki yang berkepala dingin dan bijak, jika tidak berurusan dengan Joy. Lelaki itu pintar mengendalikan emosinya, hingga banyak orang yang mengagumi pembawannya yang begitu dewasa. Namun, hal itu akan sangat berbanding terbalik jika sudah menyangkut urusan Joy. Alvian akan sangat protektif, bersumbu pendek, dan selalu gegabah mengambil keputusan.
"Baiklah nak, sebaiknya kamu segera istirahat aja. Jangan sampai hal ini mempengaruhi kegiatan kamu keesokan hari."
"Iya, ma," balas Alvian lirih.
***
Menangis seharian kemarin sukses membuat matanya sembab. Terlihat aneh sekali wajahnya sekarang. Semua ini gara-gara Alvian, sungguh jika lelaki itu tidak segera meminta maaf padanya ia akan membencinya.Setelah berkaca dan merutuki penampilannya, Joy mulai keluar dari kamar setelah dandanan-nya dirasa sudah sangat rapi. Ia terpaksa memakai kaca mata untuk sedikit menutupi matanya yang sembab. Setidaknya di kantor nanti, tidak ada yang akan menanyainya.
Sesampainya di dapur, gadis itu langsung duduk dan segera mengambil nasi beserta lauknya. Di hadapan gadis itu, ayah, bunda, dan adiknya sudah memperhatikannya aneh.
"Joy, tumben pakai kaca mata?" tanya sang Ayah mewakili pertanyaan dari bunda dan adiknya.
"Oh ini? Iseng aja pengen," jawab gadis itu bohong.
Hanya bunda yang tahu bahwa dirinya menangis sepanjang hari kemarin. Setelah curhat panjang lebar, sang bunda akhirnya menemani Joy menangis sampai malam. Membiarkan anak gadisnya itu menumpahkan permasalahannya dengan menangis.
Mungkin selain karena pertengkaran dengan Alvian. Tekanan dari pekerjaan dan juga ayahnya, Joy jadi meledak-ledak seperti kemarin. Sang bunda ikut prihatin, karena anaknya memendam emosi sabanyak itu.
To Be Continue
![](https://img.wattpad.com/cover/212909092-288-k543712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
Storie d'amorePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara