FWB: 80

106 15 0
                                    

"See, gue nggak pernah mengecewakan?" ujar Alvian berbangga diri, setelah mereka berhasil melewati pertanyaan sensitif dari orang tua mereka.

Joy tidak mungkin tidak setuju, ia benar-benar kagum bagaimana Alvian bisa berakting dan melakukan pencitraan sebaik itu. Ia tidak heran kalau Ayah dan Bunda langsung luluh begitu dirinya dilamar oleh Alvian secara tiba-tiba dulu. Alvian sangat pintar membangun reputasi baiknya.

"Iya lo emang hebat Vi," balas Joy ikut memuji kempuan Alvian.

Karena ini sudah malam keduanya sekarang sedang mempersiapkan diri untuk tidur. Tetapi, karena Joy yang sudah tidur seharian penuh siang tadi. Sepertinya gadis itu tidak bisa memejamkan matanya malam ini. Ia sudah merasa puas tidur selama lima jam tadi.

"Joy gue hari ini capek banget," curhat Alvian secar tiba-tiba. Karena mereka sekarang tidur di kamar Joy, tempat tidur yang mereka tempati tidak begitu besar. Apalagi mereka harus berbagi, Joy terpaksa menyamankan diri tidur di samping Alvian.

Alvian mengganti posisi yang awalnya terlentang menjadi menghadap Joy. Sang istri masih duduk bersandar pada headboard, seperti belum akan akn tidur. Entah kenapa, saat ini Alvian sedang ingin bermanja dengan Joy.

"Oh iya, hari ini lo kan ada operasi. Terus gimana tadi? Operasi pasiennya lancarkan?" tanya Joy penasaran. Gadis itu baru ingat kalau sang suami pasti begitu lelah karena seharian belum beristirahat.

"Berhasil, Alhamdulillah. Makasih Joy Lo udah mau berkorban untuk memperpendek bulan madu kita kemarin. Berkat itu hari ini kita bisa nyelametin satu nyawa," ungkap Alvian bangga.

"Syukurlah, ini termasuk pahala buat kita juga," balas Joy ikut senang.

Memperhatikan Joy yang belum memposisikan tubuhnya untuk tidur membuat Alvian heran. Apakah gadis itu benar-benar belum akan tidur?

"Lo belum mau tidur Joy? tanya Alvian penasaran.

"Belum, gue tadi habis tidur lima jam. Rasanya sekarang udah nggak bisa tidur deh gue."

Alvian diam sejenak, sebenarnya ia ingin meminta sesuatu kepada Joy. Namun ia ragu, apkah Joy akan mau. Tapi Alvian ingin memanfaatkan momen ini.

"Joy, boleh gue minta lo buat usap kepala guu sampai ketiduran? Kayak dulu, gue capek banget, dan mata gue gak bisa diajak kerja sama," pinta Alvian lirih, didukung lagi dengan wajah keleahannya. Ia berharap Joy akan luluh.

Benar, Joy orangnya tidak tegaan. Melihat bagiamana Alvian yang rela mengorbankan hari liburnya untuk menyelamatkan orang lain. Membuat Joy diam-diam kagum dengan Alvian. Mungkin tidak masalah mengiyakan permintaan Alvian. Lagi pula, mereka sudah menikah, wajar jika Alvian meminta padanya.

"Oke, lo merem sekarang," Joy menyerujui permintaan Alvian, lalu tangannya langsung meraih surai Alvian. Perlahan ia usap ubun-ubun kepala suaminya dengan lembut.

Alvian menuruti perintah Joy untuk memejamkan mata, ia bisa merasakan telapak tangan Joy yang lembut di kepalanya. Hangat, mirip dengan tangan sang Mama. Namun, Joy sedikit berbeda, setiap usapannya sanggup menggetarkan sesuatu di dalam diri Alvian. Nyaman dan aneh secara bersamaan, tetapi juga candu. Mungkin Joy sekarang sudah menjadi tempat ternyaman Alvian untuk bermanja, menggantikan sang Mama.

Mungkin hampir tiga puluh menit, Joy masih mengusap kepala Alvian. Dan ia perhatikan lelaki itu sudah tidak menunjukkan pergerakan. "Udah tidur?" kata Joy lirih, seraya mendekatkan kepalanya ke arah Alvian untuk memastikan kalau lelaki itu sudah masuk ke alam mimpi.

Boleh tidak kalau Joy terpesona, dari dekat Alvian terlihat begitu tampan. Apalagi dengan wajah damai tidur itu, Alvian jadi beribu kali lipat lebih mempesona. Joy benar-benar tersihir dengan kesempurnaan fitur wajah pada suaminya. Ini pertama kalinya Joy bisa melihat wajah Alvian secara dekat, dan memperhatikannya secara detail.

Apakah banyak yang akan iri padanya karena sudah menikahi lelaki sempurna semacam Alvian? batin Joy terus saja menduga-duga.

Joy menggelengkan kepalanya, mencoba kembali fokus dengan misinya untuk mengecek kalau Alvian sudah tidur. Napas lelaki itu sudah teratur, berarti tandanya sudah tidur. Tangan Joy berhenti mengusap dan beranjak dari kepala Alvian. Ia saat ini sedikit mengantuk, beda dengan perkataannya tadi Joy ternyata tetap tidak bisa kalau tidak tidur. Apa yang bisa diharapkan pada Joy, gadis itu tentu memilih tidur daripada tidak melakukan apapun sepanjang malam. Berterimakasihlah kepada kebiasaan tidur Joy yang unik, dalam kondisi apapun jika ia sudah memejamkan mata, dalam sekejap juga gadis itu langsung memasuki alam mimpi. Lagipula Alvian juga sudah tidur, tidak ada yang bisa ia lakukan lagi.

Memejamkan matanya, lalu bernapas dengan tenang dan teratur. Tak perlu waktu lama untuk Joy jatuh tertidur. Tetapi sebelum itu, Joy tidak lupa kembali memberikan sekat di tengah antara Alvian dan dirinya.

Merasa tak ada usapan lagi di kepalanya, Alvian terbangun. Ia seperti kehilangan kenyamanannya. Ia menoleh ke samping, dan menemukan Joy yang sudah tidur mendengkur lagi. Alvian sudah menduga kalau Joy tidak mungkin bergadang.

"Dasar, tadi bilang nggak bisa tidur gara-gara tidur siang lima jam. Buktinya sekarang udah pingsan aja," gumam Alvian mengejek Joy.

Sayang sekali Joy sudah tidur, Alvian jadi kehilangan kenyamanan usapan tangan Joy. Lalu, ia melihat batasan yang dibuat Joy. Apa-apaan itu, jarak mereka jauh sekali. Seperti pasangan tidak harmonis.

Mumpung Joy tidurnya begitu nyenyak, Alvian menyingkap segala halangan yang ada di tengah. Ia ingin melihat secara dekat wajah tidur Joy. Kalau bisa ia ingin menggenggam tangan lembut itu. Permintaan Alvian tidak muluk-muluk, hanya pegangan tangan. Sebenarnya ia ingin memeluk Joy, namun ia takut kalau gadis itu salah paham.

Satu persatu guling di tengan ia pindah ke pinggir, sehingga posisinya berpindah menjadi tepat di samping Joy. Ia meraih tangan yang terbuka itu, lalu menggenggamnya. Kemudian Alvian segera memejamkan matanya kembali untuk tidur.

**

"Hoam," Alvian menguap lebar, begitu ia mendengar suara kumandang Adzan subuh.

Namun, dadanya terasa hangat, seperti ada sesorang yang menempel padanya. Tunggu, ia segera mengarahkan pamdangannya ke dadanya. Benar saja, ada Joy yang mendusel manja.

Tiba-tiba saja, jantung Alvian berpacu cepat. Juga wangi shampo Joy menusuk indera penciumannya. Napas lembut Joy juga teratur menerpa dadanya bidang Alvian. Geli dan menggetarkan diwaktu yang bersamaan.

Kenapa Alvian merasakan selangkangannya mulai membesar. Dia ereksi? Hanya karena wangi shampo Joy dan napasnya. Tidak, ini pasti hanya karena hormon di pagi hari, wajarkan kalau 'itu' tegang saat pagi hari.

Alvian terus berusaha berpositif thinking. Ia merasa bersalah sekali sudah berpikiran kotor terjadap Joy. Perlahan tangan Alvian memindahkan kepala Joy supaya tidak menempel padanya.

"Eungh," erang Joy tidak nyaman.

Alvian terus-terusan mengucap, untuk terus menyadarkan dirinya suapya tidak khilaf menerkam Joy saat ini. Suara erangan Joy, kenapa terdengar panas dan menggoda. Benar-benar pikiran Alvian harus segera di bersihkan.

"Joy bangun," Alvian mencoba memanggil Joy dan menepuk punggung gadis itu agar segera bangun. Namun, tidak ada hasil.

"Joy, bangun sekarang atau lo bakalan gua makan sekarang juga," ancam Alvian tidak tahan. Joy yang sedang tidak sadar seperti ini sungguh menguji nafsu Alvian.

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang