FWB: 86

89 22 2
                                    

Yang Joy lihat sekarang adalah sebuah pemandangan bikin iri. Bagaimana sang Bunda memperlakukan Seri dengan lembut, serta dimanjakan. Joy saja sangat jarang dimajakan padahal ia adalah anaknya, mungkin saat sakit saja sang Bunda memberi perhatian lebih.

Bunda sudah tahu kalau Seri sedang mengandung. Beliau awalnya curiga dengan tingkah Seri yang mirip seperti orang yang sedang ngidam. Setelah menebak, akhirnya Seri menjelaskan bahwa ia memang hamil. Setelah tahu begitu sang Bunda langsung kegirangan senang, sampai melayani Seri dengan baik.

"Jadi kalian tadi itu dari rumah sakit? Periksa kandungan?" tanya Bunda disela-sela makan siang Seri dan Joy. Sebenarnya Seri sudah selesai lebih dahulu, piringnya bersih. Sedangakan Joy masih sibuk mengunyah beberapa suapan terkahirnya.

"Iya bunda, Seri tadi pagi baru tes pakai test pack. Terus hasilnya positif, tapi buat meyakinkan saja Seri minta tolong ke Kak Joy buat menemani ke rumah sakit," jelas Seri runtut.

"Oh, terus suami kamu juga udah dikabari?"

"Sudah bun, setelah hasil keluar langsung kasih kabar ke Mas Jeka."

"Doakan semoga Joy cepat nyusul ya, Bunda nggak sabar buat gendong cucu," ujar Bunda.

Joy sampai tersedak mendengar ucapan samg Bunda, buru-buru ia mengambil air putih di dekatnya. Joy langsung meminum dengan rakus, supaya tenggorokannya lega. Lagi-lagi bahasan tentang Joy yang harus segera hamil. Mengapa orang-orang tidak bisa sabar dan menerima prosesnya. Joy benar-benar tertekan jika terus disindir seperti ini.

"Kenapa kamu Joy?" Bunda menatap heran kepada Joy yang tiba-tiba terbatuk.

"Nggak apa-apa bun," jawab Joy tertunduk.

"Kamu merahasiakan sesuatu sama Bunda? Kamu sama Alvian nunda punya anak?" tuduh Bunda asal. Tentu saja Joy langsung menyangkal, ia tidak ingin para orang tua kecewa.

"Nggak Bun, aku dan Alvian usaha kok. Kami kan baru nikah, pastinya perlu proses," jelas Joy panik.

"Iya bun, Kak Joy dan Kak Alvian pasti sedang berjuang. Apalagi ini baru beberapa hari mereka menikah. Bunda yang sabar, tadi Kak Joy juga minta tips ke dokter supaya cepat hamil," Seri berusaha melerai Ibu dan Anak yang hampir berdebat itu.

"Iya Bunda sabar kok, tapi benar ya jangan nunda. Kamu tahu kan kalau umur kamu akan menginjak 30 tahun? Usia yang udah nggak muda lagi Joy."

"Iya bun, Joy tahu."

Seri menatap sahabat sekaligus kakaknya itu. Joy pasti tidak nyaman dengan perkataan sang Ibu. Seri paham rasanya terus dituntut agar segera memiliki anak. Pasalnya Seri dulu juga mengalaminya saat ia dan Jeka memilih menunda. Tetapi  kondisinya dan Joy beda, ia tidak begitu menanggung beban berat karena umurnya masih terbilang muda. Orang-orang akan lebih mudah memahaminya.

"Kak Joy, Seri boleh stay di sini sampai Mas Jeka jemput?" tanya Seri, di tengah pergolakan antara Bunda dan Joy.

Atensi Joy teralihkan menuju Seri, "Eh, boleh kok Ser. Kamu mau istirahat di kamar?" tawar Joy.

"Mau kak," jawab Seri, kebetulan ia juga sudah lelah duduk dari tadi sejak antre di rumah sakit.

"Ya sudah kamu antar ke kamar Joy, biar Seri istirahat. Dia kan lagi hamil muda," perintah sang Bunda.

Tak perlu berpikir dua kali, Joy langsung menuntun Seri ke kamar miliknya. Ya, karena kamar lain sedang digunakan untuk menampung barang atau kado hasil pernikahan Joy dan Alvian. Tidak mungkin Joy membawa Seri ke sana, paling aman adalah membawa bumil ini ke kamar miliknya dan Alvian.

"Makasih ya Kak Joy udah mau menemani Seri dari rumah, ke dokter kandungan, sampai sekarang bahkan Kak Joy masih membantu Seri," ungkap Seri dengan tulus, sesaat setelah ia duduk berdua dengan Joy di pinggiran kasur.

"Sama-sama, tidak ada salahnya kan aku ikut antusias sama calon keponakan," balas Joy seraya mengelus perut datar Seri. Seri sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Joy, yang begitu tulus dan baik.

***

"Tumben udah pulang jam segini?" tanya Joy kepada sang suami yang baru saja membuka pintu kamar. Sangat jarang Alvian pulang tepat waktu, maka dari itu Joy bertanya.

"Pasien nggak terlalu banyak. Lagipula sekarang gue udah punya rekan, jadi bisa ganti shift," jelas Alvian seraya melepas jaket yang melekat pada tubuhnya.

Joy sebagai istri yang baik, langsung membantu Alvian membawakan jaket dan barang-barang yang dilepaskan Alvian. Mulai dari dasi, jam tangan, ikat pinggang, dan ... kemeja(?).

Tunggu, kemeja?

"Vi! Jangan telanjang di depan gue dong!" bentak Joy sambil menutup matanya, tanpa menegok sedikitpun pada Alvian.

Di sisi lain, Alvian terheran dengan tingkah Joy setelah ia serahi kemejanya yang ia lepas. Padahal ia masih memakai dalaman kaos warna putih, ia tidak bertelanjang dada. Kenapa tingkah Joy seperti hendak diperkosa seperti itu.

"Apaan deh Joy, buka mata lo sekarang," omel Alvian memaksa tangan Joy yang sedang menutup mata untuk terlepas.

"Jangan maksa deh!"

"Makannya lihat dulu, jangan heboh kayak gini deh," Alvian agak kesal.

Mendengar bentakan Alvian, Joy jadi takut. Ia terpaksa menuruti untuk membuka mata. Perlahan-lahan, dan akhirnya sampai terbuka lebar.

"Loh, lo masih pakai—"

"Apa?"

"Maaf, gue kira lo shirtless di depan gue."

"Sebenernya di sini yang ngeres otak lo apa gue sih."

"Ya maaf," Joy benar-benar malu sudah bertindak berlebihan. Padahal Alvian masih berpakaian lengkap di hadapannya.

"Lagipula kita ini udah nikah, nggak dosa juga kalau gue telanjang di depan lo," goda Alvian.

Pipi Joy memanas mendengar perkataan vulgar dari Alvian, "Vi! Jangan mancing deh. Udah sana pergi mandi, bau rumah sakit," perintah Joy seraya mendorong punggu Alvian supaya cepat masuk ke kamar mandi.

Alvian hanya geleng-geleng melihat tingkah absurd istrinya. Ia harus sabar-sabar menanggapi Joy yang masih belum nyaman denganya. Hal itu sangat wajar, mengingat ini kali pertama mereka berintaksi selayaknya suami-istri normal.

Setelah Alvian masuk sepenuhnya ke dalam kamar mandi, Joy langsung menyiapkan baju ganti untuk Alvian. Perannya sebagai istri setidaknya ia jalani dengan baik, meski belum sempurna. Kemudian Joy keluar, untuk bersiap makan malam. Ia tidak enak jika menunggu di kamar, biarlah Alvian nanti menyusulnya.

"Kamu duluan keluar Joy?" sang Bunda menatap heran Joy yang ke ruang makan sendiri. Ia pikir putrinya kan berduaan dengan suaminya yang baru pulang kerja.

"Iya bun, Vian lagi mandi. Dia bilang bakal nyusul, Joy disuruh ke sini duluan," jawab Joy. Sebenarnya kalimat terakhir itu ia karang. Alvian bahkan tak memerintahkan apa-apa.

"Oh gitu, kalau gitu bantuin Bunda buat nata piring ya," pinta sang Bunda.

"Siap Bun," jawan Joy semangat. Gadis itu lansung berlari menuji rak piring untuk mengambil untuk masing-masing orang yang akan makan malam.

TBC

Wah peringkat cerita ini lumayan tinggi, yuk tambahin vote dan komen biar makin rame hihi😚😚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wah peringkat cerita ini lumayan tinggi, yuk tambahin vote dan komen biar makin rame hihi😚😚

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang