FWB: 17

81 16 0
                                    

"Kalian nggak nginep di rumah sini aja?" tanya Alvian begitu mereka bertiga sampai di jalan depan rumah antara rumah Joy dan Alvian.

Joy dan Chandra sedikit ragu, tetapi tawaran itu cukup menggiurkan bagi mereka. Jika menginap di rumah Alvian, Chandra bisa sarapan tepat waktu tanpa menunggu sang kakak. Apalagi masakan mamanya kak Alvian enak. Dan bagi Joy, ia bisa sedikit tidur labih lama karena tidak perlu memasak untuk adiknya itu.

"Chandra mau kak Vi, gimana kak Joy?" sahut Chandra cepat, ia takut jika tawaran menginap itu hilang.

Joy sedikit berpikir kembali, lalu menjawabnya. "Ya udah deh nginep aja, cuma kita ambil baju dulu ya. Supaya pagi nggak perlu bingung balik ke rumah lagi," putus Joy.

Alvian menyetujuinya, ia pun memutuskan ikut juga ke rumah Joy. Iseng saja, ia ingin berlama-lama dengan kakak beradik itu. Di rumah juga dia gabut, lebih baik ia mengulur waktu bersama mereka berdua.

Alvian ditinggal Joy dan Chandra ke kamar masing-masing untuk menyiapkan keperluan mereka. Joy membawa satu setel baju kantor, dan juga tidak lupa ia membawa kotak make upnya. Nanti juga ia tidak lupa membawa sepatu hak tinggi yang biasanya ia bawa kerja.

Chandra pun sama, ia menyiapkan seragam, sepatu hitam, dan juga tas yang sudah berisi buku pelajaran untuk besok. Barangnya tidak seribet sang kakak, mungkin karena ia laki-laki tidak perlu susah segala untuk berdandan. Ia segera keluar, untuk menemani Alvian yang menunggu seorang diri di ruang tamu.

"Loh barengan?" ujar Joy lumayan terkejut saat ia berpapasan dengan Chandra waktu akan ke ruang tamu.

"Tumben kakak nggak lama." Chandra menanggapi. Lelaki itu heran, sang kakak bisa bersiap secepat ini. Atau malah dirinya yang ribet sedari tadi?

"Kalian udah siap?" tanya Alvian begitu kedua kakak adik itu berdiri berjejer di depannya.

"Udah," jawab Joy dan Chandra kompak.

Ketiganya kembali keluar rumah, Joy terakhir karena ia harus mengunci pintu. Chandra sudah terlebih dahulu ke rumah Alvian, karena anak itu juga naik motor sendiri, Joy cuma titip barangnya saja. Sedangkan gadis itu bersama Alvian yang setia menunggu di motor sportnya.

Mama Alvian menyambut Joy dan Chandra dengan hangat. Mama langsung menyiapkan kamar untuk mereka berdua. Namun belum juga Chandra memutuskan, Alvian sudah menawari bocah itu untuk tidur bersama. Sedangkan nanti Joy akan sendiri di kamar tamu, tempat biasanya gadis itu menginap.

"Karena udah malam, Mama mau tidur duluan. Joy tidur yang nyenyak ya, jangan lupa kamarnya di kunci dari dalam. Lalu Chandra, nak kamu segera tidur ya biar besok energi belajarnya tambah," nasihat Mama sebelum beliau pergi tidur ke kamarnya sendiri.

Kakak beradik itu hanya mengangguk dan mengiyakan seluruh nasihat itu. Yang jelas mereka sendiri sudah cukup mengantuk, hingga memutuskan untuk tidur juga.

***

Lagi-lagi ia bangun saat Adiknya sedang sarapan. Joy berjalan ke meja makan, dan berpapasan dengan Mama. Wanita paruh baya itu langsung menawari jika mereka ingin hal lain.

"Joy kamu makan?" tanya Mama lembut.

Joy sebetulnya hanya ingin melihat-lihat seraya memperhatikan Chandra, ia belum lapar. Namun, Mama tiba-tiba menawarinya. Mau tidak mau dia mengiyakan tawaran itu.

"Boleh Ma," jawab Joy.

Selang tak berapa lama dari jawaban Joy tadi, Mama sudah membawakan sepiring nasi goreng untuk Joy, satu porsi lengkap dengan telur mata sapi di atasnya. Hampir saja air liur Joy menetes, dari visualnya saja sudah menggiurkan sepertinya.

"Ini, dihabiskan ya Joy," ucap Mama seraya menaruh piring itu di hadapannya.

"Makasih Ma."

Joy makan dengan lahap, sesuai dengan tampilannya. Nasi goreng itu ternyata juga terasa sangat enak. Masakan Mama memang juara sih, Chandra saja sampai ketagihan.

Chandra yang tadi makan bersama Joy, tiba-tiba bangkit dari kursinya. Adiknya itu sudah selesai sarapan, pasti habis ini langsung berangkat ke sekolah. Oh iya, Joy baru teringat lagi kalau dia tidak punya kendaraan untuk berangkat kerja. Jadi ia hari ini akan berangkat dengan Alvian lagi sepertinya.

Pulang kerja nanti, berarti ia akan meminta Jefri menjemputnya. Semoga lelaki itu tidak keberatan harus mengantar Joy sampai rumah.

"Kak, Ma, Chandra berangkat dulu ya. Oh iya, makasih ma sarapannya. Nasi gorengnya enak banget," ujar Chandra berpamitan sekaligus memuji masakan Mama.

"Iya sama-sama Chan. Hati-hati di jalan, jangan ngebut," nasihat lembut Mama kepada Chandra.

"Hati-hati, Chan." Joy pun juga mewanti Chandra agar tidak ugal-ugalan di jalan menuju sekolah.

Adiknya itu langsung mencium tangannya dan juga Mama, lalu bergegas keluar untuk berangkat. Sedangakn Joy, kembali fokus kepada sarapannya yang belum habis tadi. Ia baru sadar, sejak tadi ia belum melihat Alvian sama sekali.

Apa lelaki itu belum bangun? bantin Joy heran.

"Ma, Vian belum bangun jam segini?" tanya Joy penasaran.

"Hm? Iya nih, kok dia belum bangun ya. Padahal dia shift pagi kayak kemarin. Mama boleh minta tolong bangunin Alvian nggak, setelah sarapan kamu selesai?" balas Mama juga terlihat bingung.

"Boleh kok Ma, nanti Joy bangunin itu kebo." Joy terkekeh saat ia menyebut Alvian kebo. Sedangkan Mama juga ikutan tertawa kecil dengan ejekan yang dilontarkan untuk anaknya. Terkadang Alvian memang cocok dikaitkan dengan hewan yang senang bermalas-malasan itu.

Joy menghabiskan suapan terakhirnya, lalu membawa piring kotor itu untuk di cuci sendiri. Tetapi, Mama melarangnya dan menyuruhnya untuk segera bersiap berangkat kerja saja. Sesuai perintah Mama saat ia masih makan tadi, Joy menyempatkan diri untuk membangunkan Alvian.

Pintu kamar lelaki itu tidak terkunci, mungkin karena Chandra. Adiknya kemarin lebih memilih tidur dengan kakak lelaki tidak kandungnya itu. Joy masuk perlahan, dan melihat Alvian masih bergelung dalam selimut hangatnya.

"Vi, Vian, Alvian! Bangun." Joy beberapa kali memanggil nama sahabanya yang sedang asik di alam mimpi itu.

"Hm~," Alvian melenguh, namun belum juga membuka matanya.

Joy sampai gemas sendiri dengan Alvian. Jika dipanggil dengan keras belum bangun, ia akan memakai cara ekstrem yang biasa Alvian lakukan saat membangunkannya. Yaitu, memencet hidung hingga tidak bisa bernapas, hitung-hitung balas dendam.

Joy mendekat ke arah lelaki yang tertidur itu. Lalu mengarahkan tangannya pada hidung mancung milik Alvian yang kembang kempis. Dan, kita lihat butuh berapa lama Alvian akan bangun.

1, 2, 3, 4, 5

"Aw!" pekik Joy tertahan.

"Hah-Hah-Hah," mata lelaki itu terbuka. Namun, tangan Alvian yang reflek langsung mengunci leher Joy.

Iya begitu Alvian bangun, secara tidak sadar lelaki itu langsung menarik Joy lalu mengunci kepala gadis itu hingga menempel di dadanya.

"Vi, gue bukan maling! Uhuk." Joy yang kelewat panik akhirnya memberontak.

"Oh, jadi lo yang udah buat gue gak bisa napas. Dasar jahil," ujar Alvian mengacak rambut Joy, seraya melepaskan lengannya dari leher sahabatnya itu tanpa rasa bersalah.

"Ih, parah lo Vi. Masa langsung diheadlock sih gue. Kaget tau," protes Joy sebal.

"Lo iseng sih. Kan bisa ditepuk-tepuk aja, juga bangun gue."

"Ya gue pengen balas dendam. Biasanya kan lo kalau bangunin gue juga kayak gitu."

"Lo kasus spesial, soalnya mau dipukul-pukul juga nggak bakal bangun."

"Ye, dikira gue putri tidur apa."

"Hahaha, udah deh jangan ngambek. Makasih ya udah bangunin gue."

"Hm, sama-sama."

To be continue

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang