Akhirnya sampai juga Joy di kantin. Di sana cukup ramai dengan beberapa orang pengunjung. Sepertinya juga itu dari penunggu para pasien yang sedang dirawat inap.
Joy memasuki salah satu stand yang kelihatannya menjual minuman. Tanpa basa-basi gadis itu segera menyebutkan pesananya, yaitu es kopi susu. Setelah memesan, Joy memutuskan untuk duduk di salah satu kursi. Ia sedang ingin minum di tempat saja. Ruangan Alvian sedang membuatnya bosan, karena hampir setiap ia ke rumah sakit. Tujuannya hanya ruangan Alvian, lalu ia ditinggal sendiri di sana.
"Permisi, ini pesanannya kak," ujar salah satu penjaga stand yang sepertinya bertugas khusus mengantar makanan atau minuman yang dipesan oleh pelanggan.
"Terima kasih," balas Joy. Ia menatap betapa segarnya es kopi susu yang sudah tersaji di hadapannya.
Joy segara meminum pesanannya melalui sedotan. Air dingin kopi bercampur susu, sukses membuat tenggorokannya tidak lagi haus. Ditambah lagi, pahitnya kafein pada kopi menyebabkan matanya bisa lebih segar.
Joy terdiam di tempat duduknya memejamkan mata menikmati terik matahari yang terhalang atap bening, juga es kopi susunya. Tetapi sepertinya ada seseorang yang menatap Joy. Dan orang itu sekarang sedang berjalan menuju Joy.
"Joy?" sapa orang itu lembut di samping Joy.
Awalnya Joy yang sedang fokus menikmati vibes. Terganggu dengan panggilan dari sesorang. Namun, dari suaranya Joy kenal, apq mungkin orang itu? Bantin Joy.
Mata gadis itu terbuka, memandang seseorang yang memanggilnya. "Loh, dokter Jinan?" ujar Joy tidak percaya. Sudah lama sekali gadis itu tidak bertemu dokter yang pernah menjadi crushnya.
"Lama ya nggak ketemu, boleh gabung duduk di sini?" tanya Jinan meminta persetujuan.
"Boleh kok," jawab Joy seraya mengangguk setuju.
Jinan mengambil tempat duduk tepat di hadaoan Joy. Jinan sebentar mengamati wajah gadis itu, sekarang lebih terlihat bahagia dari sebelumnya. Joy masih tetap cantik di matanya, sejak pertama kali mereka bertemu sampai sekaranh.
"Kabarnya gimana?" tanya Jinan.
"Baik, kalau dokter Jinan sendiri?"
"Sama baiknya, kalau boleh tahu ada urusan apa ke rumah sakit?"
"Cuma berkunjung, ajak makan siang dokter Alvian," jawab Joy.
Jinan mengangguk paham, lalu berhenti. Pertemanan antara Joy dan rekan kerjanya, Alvian, ternyata masih berjalan baik.
"Oh, kalian masih temanan dekat ya."
"Iya dong, kami kan bestie," gurau Joy. Jinan pun ikut tertawa karena penyebutan kata bestie itu.
"Dengar-dengar Alvian sudah punya calon istri ya? Para perawat di sini pada heboh tuh, katanya hari patah hati se rumah sakit," tanya Jinan penasaran. Santer gosip tentang Alvian yang sudah memiliki calon istri dibicarakan. Lelaki itu penasaran, siapa wanita yang berhasil menakhlukan hati dokter yang terkenal seperti es batu itu.
Mumpung ada Joy, pasti jika mereka sahabat pasti tahu beritanya.
Joy terdiam sejenak, ia tidak enak jawabnya. Tapi mau bagaimana lagi, sepertinya memang ia harus mengatakan kebenaran. Sejujurnya ia masih malu mengakui kalau sudah menjadi calon istri Alvian di rumah sakit, Joy takut jadi bahan gosip lagi. "Itu aku dokter Jinan," jawab Joy lirih.
"Ha? Kamu Joy?"
Jinan cukup kaget dengan kenyataan itu. Astaga, apakah kesempatannya benar-benar hilang sekarang. Sejujurnya Jinan masih memiki rasa dengan Joy, soalnya dulu mereka belum sempat pendektaan tapi terlanjur jarang bertemu. Dan seharusnya saat ini adalag ajang ia ujuk gigi. Namun, sebuah jawaban yang diberikan oleg Joy menamparnya keras.
"Iya, kaget ya dok? Memang sih kami awalnya sahabatan, tapi tidak menutup kemungkinan buat menikah kan."
"Kaget sih, selamat kalau gitu. Jadi selama ini yang jadi omongan para suster itu kamu Joy?"
Jinan berusaha keras agar suaranya tidak bergetar. Ia sungguh kecewa dengan kenyataan, kenapa ia terlambat sekali. Joy sudah akan menjadi milik Alvian, temannya sekaligus rekan kerjanya.
"Iya mungkin, emangnya sampai kalangan mana aja sih Dokter Jinan yang tahu berita ini?"
"Petinggi rumah sakitpun tahu Joy. Emang gosip di sini itu nyebarnya cepet. Apalagi, Alvian termasuk dokter populer di rumah sakit ini. Aku juga denger gosip kalau setelah ada beruta itu, pimpinan ternyata mau jadiin Alvian menantu. Tetapi sayangnya kan dia udah sama kamu dulu ya."
"Apa? Dijodohkan sama anak petinggi rumah sakit, serius?"
Wajah Joy terkejut, sedikit memerah. Alvian sampai sepopuler itu? Hingga petinggi rumah sakit saja mau menjadikan dia menantu. Alvian begitu beruntung, tetapi lelaki itu sudah terlanjut memilihnya.
"Eh, kayaknya aku salah ngomong deh, hehe," Jinan tertawa canggung, ia lupa kalau harus menjaga mulutnya di depan calon istri Alvian.
"Nggak, coba dong ceritaian. Aku bakal dengerin kok, please doketr Jinan," pinta Joy. Ia sudah kepalang kepo.
"Maaf ya sebelumnya ini aku denger cuma gosip, tidak kredibel. Jadi aku dengar, ada suster yang melihat pemimpin rumah sakit bicara dengan Alvian dengan serius. Katanya membicarakan bahwa dulu Alvian mau dijadikan calon menantu."
"Oh gitu, sayang banget di sia-siain."
"Kenapa begitu? Kamu nggak sakit hati?"
"Ya nggak papa, yang penting sekarang Alvian pilih aku," balas Joy percaya diri.
Setidaknya ialah pemenang dari Alvian. Meskipun Joy tidak yakin bisa menjadi juara dihati Alvian juga atau tidak.
"Kalau dokter Jinan sendiri, sekarang sudah punya pacar?"
"Belum, soalnya kamu tinggalin sih," goda Jinan. Pada dasarnya Jinan itu memamg penggombal ulung, Joy tidak akan tergoda dengan ucapan manis lelaki itu.
"Makannya kalau suka ya di seriusin," balas Joy. Tetapi keduanya tahu, kalau itu hanya gurauan. Waktu memang tidak membiarkan mereka bersama sebagai kekasih, namun jika berteman itu sangat mungkin.
Jinan tertawa terbahak, sampai pengunjung kantin banyak yang menatapnya. Pasti pengunjung itu terheran dengan orang ganteng tertawa di hadapan mereka. Lelaki itu masih saja tampan, batin Joy.
"Waku aku sudah mepet nih, aku mau izin balik ke ruang jaga. Makasih udah mau ngobrol bersama."
"Iya dokter Jinan, aku juga makasih ke dokter krean sudah mau menemani."
"Aku berdoa supaya lancar ya sampainke pelaminan. Jangan lupa undang," pesan Jinan.
"Siap," balas Joy mengacungkan jempolnya.
Joy kembali sendiri, tapi kini ia kepikiran dengan perkataan Jinan. Bagiaman jika Alvian memilih menikahi putri pimpinan daripada dirinya. Memang tadi ia bisa menjawab dengan lancar. Namun, Joy tidak tahu bagaimana perasaan Alvian. Ia merasa memang pondasi dari perniahan mereka hanya hubungan sahabat dua puluh tahun. Apakah cukup kuat jika diterpa badai?
Banyak gadis cantik, baik, kaya, dan memiki pekerjaan bagus di luar sana. Dan Alvian bisa dengan mudah mendapatkan mereka. Tetapi lelaki itu masih setia dengan Joy, pada hubungan menuju pernikahan ini.
Ada kalanya Joy merasa insecure, Alvian lebih baik darinya. Dan lelaki itu bisa saja menolak pernikahan ini.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/212909092-288-k543712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomancePunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara