FWB: 52

77 13 2
                                    

"Joy apa maksud kamu mutusin aku? kita bahkan baik-baik aja kemarin, kenapa tiba-tiba begini?" tuntut Jefri begitu panggilan ini diangkat oleh Alvian.

Karena Joy sudah menyerahkan ponselnya kepada Alvian, jadi lelaki itu yang menjawab panggilan dari Jefri. Alvian terdiam sejenak memikirkan kata-katanya sebelum menjawab pertanyaan dari Jefri yang beruntun itu.

"Ini gue Alvian maaf kalau lo nggak bisa menerima keputusan Joy. Tetapi, dia sudah memikirkannya dengan bulat bahwa kalian berdua mungkin tidak akan pernah bisa bersatu," jawab Alvian berusaha menenangkan Jefri yang begitu menggebu-gebu.

"Tunggu, kenapa harus lo yang menjawab panggilan ini? di mana Joy? Gue nggak akan pernah menerima permintaan putus ini jika dia nggak bicara sendiri dengan sama gue sekarang," bental Jefri kehilangan kesabaran.

"Baiklah kalau lo memaksa, Joy sekarang ada di hadapan gue, dia bakal bilang untuk meminta putus, dan sesuai perkataan lo tadi lo harus menerimanya dengan lapang dada dan jangan pernah mengganggu Joy lagi."

"Mana Joy, gue tidak peduli dengan kata-kata lo!"

"Jef Maafin aku, tapi memang sepertinya kita tidak bisa bersatu. Aku sudah menyerah dengan hubungan ini, aku mohon kamu bisa mengikhlaskan keputusanku yang satu ini. Aku ingin kita berdua sama-sama bahagia," kini Joy yang mengambil alih pangglian telepon itu.

"Aku bahagia dengan kamu Joy, apa yang salah dariku. Coba sebutkan, akan aku perbaiki asal jangan mengambil keputusan gegabah seperti ini," Jefri mulai memohon.

"Ini bukan keputusan gegabah, aku sudah memikirkannya, aku mohon lepaskan aku," Joy berusaha terus membuat Jefri mau melepasnya.

"Tapi apa alasannya Joy? coba sebutkan, aku tidak terima jika diputuskan secara sepihak seperti ini."

Alvian yang sudah jengah mendengar penolakan putus dari Jefri, kembali merebut ponsel sahabatnya sehingga lelaki itu yang menjawab semua pertanyaan Jefri. Alvian sangat tidak suka dengan lelaki yang tidak bisa menerima kenyataan, dan terus memaksa perempuan. Alvian padahal tahu, jika Jefri tidak setulus itu menyukai Joy.

Ia hanya melihat nafsu memiliki saja di mata Jefri. Ia tidak melihat ada rasa cinta di sana. Terbukti dengan Jefri yang terus menganggapnya rival, padahal Alvian hanyalah sahabat Joy. Cukup itu saja sudah membuat Jefri tidak masuk kualifikasi sebagai calon suami yang baik untuk Joy.

Alvian memiliki sebuah rencana di dalam benaknya, tetapi ia tidak yakin kalau Joy akan menyetujuinya. Namun, saat ini adalah kondisi yang butuh segera dilakukan tindakan atau Jefri akan semakin menuntut Joy dan membuat gadis itu semakin tertekan.

Alvian menatap mata gadis yang duduk di hadapannya dengan sungguh-sungguh. "Gue bakal bilang ke Jefri kalau kita bakal menikah dalam waktu dekat. Supaya Jefri nggak akan lagi menuntut lo buat melanjutkan hubungan ini. Apa lo setuju? Ini gue nggak bermaksud mencari kesempatan, tapi cara ini satu-satunya yang bisa gue pikirin."

Joy menatap lelaki itu dengan pasrah, ia susah menggantungkan nasibnya di tangan sahabatnya itu, "Terserah apa yang mau lo lakuin Vi, gue nurut sama lo asal Jefri nggak lagi neror gue."

"Oke, kita sepakat ya."

Joy mengangguk patuh, kemudian Alvian kembali menghadapkan ponselnya ke depan mulutnya dan menjawab kembali panggilan Jefri.

"Gue sama Joy mau nikah dalam waktu dekat. Ini sudah keputusan kedua orang tua kami. Kalau lo nggak bisa relain Joy, itu terserah lo karena kami tetep bakal menikah. Jadi sekarang tolong jauhin calon istri gue."

"Omong kosong macam apa itu? Baru aja kemarin Joy masih jadi pacar gue, tapi sekarang tiba-tiba dia mau jadi calon istri lo? Kebohongan macam apa itu, gue enggak peduli dan nggak terima atas keputusan sepihak ini."

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang