FWB: 57

86 14 2
                                    

Sore itu ketiganya langsung beranjak dari depan kantor Joy. Mereka mengendarai mobil masing-masing, berjalan menuju sebuah tempat untuk membicarakan tentang kejelasan antara hubungan Jefri dan Joy. Alvian yang memimpin perjalanan itu, Joy dan Jefri mengikuti di belakangnya.

Alvian membawa mereka ke sebuah kafe yang cukup tenang. Dia membiarkan Joy duduk berdua dengan Jefri, untuk menjelaskan semuanya dengan jelas. Sedangkan lelaki itu duduk terpisah satu bangku di belakang Joy. Alvian ingin Joy dapat membicarakan semua unek-uneknya semua tanpa ia mengganggu privasi gadis itu, tentang keputusannya untuk memutuskan Jefri.

Selagi Jefri dan Joy berbicara serius, Alvian dengan inisiatifnya memesankan minuman untuknya dan juga Joy. Siapa tahu minuman itu akan menaikkan mood Joy. Ia bisa melihat ketegangan dari balik punggung Joy dalam menghadapi Jefri, dan juga Jefri sendiri matanya begitu tajam menatap Joy. Alvian cukup membenci bagaimana Jefri menatap calon istrinya. Jefri terkesan menuntut kepada Joy dan begitu egois.

Di sisi lain Joy berusaha untuk menyusun kata-kata di otaknya dengan baik, ia tidak ingin terkesan menjelekkan keluarga Jefri. Setidaknya ia akan mengungkapkannya secara sopan, dengan kalimat yang baik.

"Jadi katakanlah Joy, apa yang membuatmu mengambil keputusan ini?" tutur Jefri menuntut ajar gadis di depannya agar segera menjawab.

"Baiklah aku akan mengatakan semua alasanku. Tetapi aku mohon satu syarat, jangan memotong perkataanku nanti," balas Joy.

"Oke, aku akan menuruti apa yang kau katakan."

Joy mulai mengambil napas panjang, dimasukkan ke dalam paru-parunya. Ia membutuhkan banyak oksigen untuk menjelasakan cerita berat itu. Ia sedikit sulit untuk memulai menjelaskannya.

"Dari awal hubungan, memang kita nampak janggal. Kita bahkan baru mengenal satu bulan dan kalau sudah menyatakan perasaan kepadaku. Namun, itu bukan masalah besar, karena pada saat itu aku juga memiliki ketertarikan yang sama kepadamu."

Joy sebentar menjeda penjelasannya, bibirnya mulai kering karena banyak berbicara. Sekali lagi ia menarik napas dalam, sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Masalahnya adalah sepertinya aku yang tidak cocok dengan keluarga kamu, aku hanya gadis yang berasal dari keluarga kalangan biasa. Sedangkan kamu dan keluarga kamu memiliki standar tinggi dalam mencari pasangan. Sebenarnya, aku mendengar percakapan kamu dengan ayahmu. Beliau bilang kalau aku tidak selevel dengan keluarga kamu kan? Mulai dari sana, aku sudah memutuskan tidak melanjutkannya lagi, Jadi sebab itu aku tidak ingin membuat kamu menjadi anak durhaka. Aku sendiri pun juga mungkin tidak akan sanggup jika bertahan di dalam keluarga yang seperti itu Jef, aku mengeti perasaan kamu belum lah terlampau dalam kepadaku. Jadi aku mohon relakan aku dan carilah pendamping yang sesuai dengan kriteria dari orang tuamu."

"Tapi Joy, aku tidak masalah kalau kita berjuang bersama, aku bisa melewati semuanya jika bersama kamu," Jefri sudah tidak tahan lagi menahan kata-katanya. Dan lagi-lagi itu membuat Joy semakin kehilangan kesabaran.

"Tidak Jef aku tidak bisa mengecewakan orang tua kamu, mereka ingin yang terbaik untukmu, jadi turutilah permintaan mereka. Aku yakin mereka hanya ingin yang terbaik untukmu dan keluarga kamu nanti."

"Setelah mendengar penjelasanmu. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Kalau kamu sendiri tidak mau memperjuangkan hubungan kita, apa yang bisa kulakukan jika tidak ada semangat darimu?"

"Jika itu keputusan kamu maka aku harus menerimanya. Aku hanya bisa bilang semoga kalian bahagia keputusan ini."

"Jefri bukannya aku ingin menyakiti perasaan kamu, tapi aku tahu kalau perasaan kita berdua belumlah terlalu serius. Kita hanya sebatas suka dan itu bukankah landasan yang bagus membangun sebuah hubungan yang kuat.

"Iya, aku mengerti Joy, aku mengerti. Aku akan mencoba melupakanmu."

"Terima kasih Jef, tapi aku berharap kita bisa terus menjadi teman dimasa depan nanti."

"Aku tidak bisa berjanji Joy, karena aku takut aku tidak bisa menahan perasaanku kepadamu lagi. Kalau begitu aku tidak ingin berlama-lama di sini lagi, izinkan aku untuk pulang."

Jefri sudah terlampau kecewa. Ia pikir Joy masih mau memperjuangkan hubungan mereka. Namun, semua hanyalah angan-angan lelaki itu.

"Baiklah sekali lagi aku minta maaf, aku pikir ini yang terbaik bagi kita berdua," keputusan Joy.

Joy tidak tega dengan wajah serta ekspresi yang diberikan oleh Jefri. Ada sebuah kekecewaan dan kesedihan diwajah lelaki itu. Namun selalu memikirkan ini puluhan kali dan hasilnya tetap sama , ia dan Jefri tidak akan pernah bisa bersatu keluarga mereka berbeda dan mungkin saja di masa depan bisa membuat keluarga kedua belah pihak tidak akur."

"Joy hampir menangis di sepanjang ia bicara tadi, ia tidak suka menceritakan hal buruk seseorang. Tetapi ini permintaan Jefri, mau tidak mau ia harus menjelaskan hal buruk apa yang terdengar di telinganya, tentang apa yang orang tua Jefri katakan kepada keluarganya."

"Joy, Joy," panggil Alvian menyadarkan Joy dari lamunannya.

"Jefri pergi secepat ini?" tanya Alvian bingung, karena lelaki itu melihat Jefri berjalan keluar kafe secara terburu-buru.

"Ya, dia bilang sudah tidak bisa berlama-lama lagi di sini."

"Lalu apa keputusan dia?"

"Jefri menerimanya, tapi sepertinya kami tidak bisa menjalin hubungan pertemanan yang baik lagi."

"Jangan seperti itu, hal semacam itu bukanlah masalah besar. Gue yakin di masa depan mungkin kalian bisa bertemu dan mengobrol layaknya teman lama."

"Ngomong-ngomong- makasih udah mau nemenin gue Vi."

"Sama-sama, gue juga khawatir sama lu kalo ada apa-apa."

"Terus kita pulang kan sekarang?"

"Gue udah pesen minuman buat kita berdua, kita ngobrol-ngobrol sebentar di sini ya. Diskusi sebentar perihal acara pernikahan kita mungkin?

"Oh oke,"

Membahas tentang pernikahan, Joy masih cukup canggung dengan Alvian. Tidak disangka hubungan mereka tak lama lagi akan lebih dekat daripada sahabat. Alvian akan berada disampingnya sehidup semati begitu juga dirinya. Ia yang akan mengurus Alvian dimasa depan, ia juga yang akan memiliki anak dari Alvian, juga mereka akan tua bersama.

Joy sama sekali tidak pernah memikirkan hubungan mereka akan berjalan sejauh ini. Mereka dulu hanyalah sebatas sahabat, sekarang Tuhan sepertinya sedang memutar balikkan takdir mereka. Tetapi Ini semua bukan hal buruk, setidaknya Joy akan menikah dengan orang yang tahu seluk beluk dirinya dengan baik, begitupun dirinya juga tahu seluk-beluk Alvian dengan baik. Keluarga mereka pun juga sudah saling dekat dan kenal sehingga tidak ada permasalahan di masa depan nanti.

Yang tadinya Alvian duduk di bangku belakang Joy dengan dua minuman yang telah ia pesan tadi, kini berpindah menjadi satu meja dengan Joy. Alvian menduduki kursi yang berhadapan langsung dengan sahabatnya itu, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah canggung Joy saat ia bilang akan membahas tentang pernikahan.

Itu menggemaskan menurutnya, gadis di depannya ini sangat jarang sekali menampilkan ekspresi lucu dan imut. Kebanyakan yang dikeluarkan Joy adalah ekspresi konyol, marah, dan sedih. Avian sampai bosan melihatnya, tidak ia bercanda. Alvian suka semua yang dilakukan gadis itu, karena Joy begitu menyenangkan untuk dilihat menurutnya.

Di masa depan nanti mungkin Alvian berharap bisa melihat berbagai ekspresi dari Joy yang lain. Alvian benar-benar penasaran bagaimana hubungan mereka yang berganti status nanti, apa mereka akan bahagia? apa mereka akan tetap setia satu sama lain? atau mungkin tidak keduanya?

Namun, sejak awal ia sudah menetapkan dalam hatinya bahwa tidak akan berpaling dari Joy. Lagi pula Alvian juga sudah berkomitmen Joy akan menjadi satu-satunya wanita yang akan mengisi hari-harinya di masa depannya nanti, hingga akhir hayatnya. Lelaki itu hanya akan melihat Joy yang menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. Lelaki itu hanya akan melihat Joy disetiap pagi bangun tidurnya, dan setiap malamnya hingga mereka tua renta nanti.

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang