FWB: 37

77 15 0
                                    

"Weekend jalanan rame banget ya," ujar Joy memecah suasana hening di antara dirinya dan Alvian.

"Hm, bener. Kita aja yang biasanya di rumah, hari ini keluar. Nambah kemacetan," balas Alvian.

"Lo bener, acaranya masih jam berapa? Cukup nggak waktunya?"

"Setengah jam lagi, tenang aja."

"Oke, lo nggak jadi pembicara atau apa gitu?"

"Ya nggak lah, gue cuma karyawan biasa. Bukan petinggi," gurau Alvian.

"Siapa tau," kata Joy.

Mobil mereka melaju cukup pelan, karena sekarang mereka terjebak macet di persimpangan lampu merah. Tempat langganan macet jika malam minggu tiba. Karena jalan ini termasuk jalan penghubung semua tempat.

Masalahnya bukan acara Alvian yang akan mereka datangi, namun kedua orang itu termasuk sumbu pendek jika menghadapi kemacetan. Apalagi Joy, untung dia tidak menyetir.

Hingga hampir lima belas menit terjebak macet, akhirnya mereka lolos juga setelah melewati lampu merah. Jalanan setelahnya malah cukup lengang. Alvian menaikkan speed mobilnya, agar lebih cepat sampai.

Sesampainya di hotel, tempat acara dilaksanakan. Alvian dengan gentle membantu Joy menuruni mobil. Sebuah perlakuan yang jarang lelaki itu lakukan. Mungkin karena kali ini Joy memakai gaun dan sepatu hak tinggi.

"Makasih," ujar Joy.

Alvian membalas dengan senyuman. Dan entah kenapa jantung Joy berdetak begitu cepat seperti habis berlari marathon. Apa dia tiba-tiba serangan jantung hanya karena senyuman sahabatnya?

Malam ini, Alvian begitu tampan di matanya. Dengan jas berwarna Navy, dan tatanan rambut yang rapi tidak seperti biasanya. Jika seperti ini, Alvian terlihat kalem. Sangat beda dengan tampilan hariannya yang urakan. Sekarang, vibe dokter mudanya terasa sekali.

"Jangan tinggalin gue ya Vi, gue nggak kenal siapa-siapa," pesan Joy begitu mereka akan melangkan masuk.

"Aman, tapi lo juga harus pegangan sama gue ya. Takutnya gue khilaf, ninggalin lo saat gue ketemu temen."

"Iya, ini gue gandeng aja sekalian," ujar Joy sebal. Alvian memang suka menguji kesabaran gadis itu. Pada akhirnya Joy memang menggandeng erat tangan Alvian, supaya dia tidak kehilangan arah.

Sebelum masuk, Alvian harus menunjukkan undangan. Sebagai bukti jika memang dia diundang. Keamanan acara ini benar-benar terjaga. Joy salut, meskipun dia ini bisa dibilang penumpang gelap. Ia datang sebagai pasangan Alvian.

"Selamat menikmati pesta Tuan dan Nyonya," ujar penjaga pintu setelah membaca undangan milik Alvian. Kami mengangguk serentak sebagai jawaban. Lalu kami kembali melanjutkan jalan menuju pusat pesta.

Ini kali pertama Alvian mengajaknya ke acara yang diselenggarakan oleh rumah sakit tempatnya bekerja. Ternyata begitu meriah dan mewah di dalamnya. Mungkin seperti party perusahaan besar yang biasa disiarkan di televisi.

"Acaranya besar banget ya," bisik Joy kepada Alvian.

"Ya memang ini yang paling meriah, biasanya juga biasa aja," jawab Alvian.

"Oh, baru tahun ini dirayakan besar-besaran. Mata gue nggak salah lihat kan, itu ada mc yang biasanya di tv," tunjuk Joy pada panggung yang ada seorang MC laki-laki. Sepertinya itu masih rehesal, karena acara masih akan mulai sepuluh menit lagi.

"Nggak salah, emang itu. Gue denger, ada petinggi rumah sakit yang punya koneksi ke dunia artis gitu."

"Wah, kalau acara gini terus. Gue mau kok lo ajak lagi."

"Iyalah, selamanya gue bakal ngajak lo," balas Alvian.

"Ye, kalau lo nikah nanti. Pasti lo ajak istri lo lah. Masa ngajak gue, bisa bahaya."

"Istri gue kan lo," balas Alvian lirih sambil tersenyum lebar. Namun dengan nada serius. Joy sangat terkejut dengan jawaban tidak terduga Alvian. Lelaki itu sedang berbohong atau tidak?

Namun, mau itu bohong atau tidak. Hati gadis itu terlanjur menghangat mendengar perkataan Alvian. Joy merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Kenapa ia mudah luluh dengan perlakuan semua lelaki.

"Bercanda lo nggak lucu," balas Joy sewot.

Alvian tertawa cukup keras. Dan tiba-tiba saja beberapa wanita menoleh ke arah mereka.

"Vi diem, malu-maluin tau," omel Joy.

"Iya iya, dasar emosian."

Joy yang merasa malu, memutuskan untuk menggiring Alvian untuk pindah tempat. Joy ingin duduk dulu sebelum acara mulai. Ia lelah memakai sepatu high heels seperti ini. Karena ia jarang pakai, apalagi proporsi tubuh aslinya juga sudah cukup tinggi di antara wanita pada umumnya.

"Capek?" tanya Alvian bingung karena Joy malah mengajaknya duduk.

"Iya, nanti berdiri lagi kalau udah mulai acaranya," jawab Joy membenarkan.

"Permisi," ujar sosok wanita yang tiba-tiba menginterupsi obrolan antara Alvian dan Joy.

"Iya?" tanya Joy bingung, sedangkan Alvian hanya diam dan memperhatikan.

"Maaf, Anda benar dokter Alvian?" tanya wanita itu, mengabaikan pertanyaan dari Joy.

Lagi-lagi, pasti ini fans dari Alvian. Orang ganteng mah bebas. Sepertinya juga wanita ini, yang ikut menoleh ketika Alvian tertawa tadi.

"Benar," jawab Alvian.

"Perkenalkan saya Karina, saya dokter Anak baru yang akan mulai menjadi rekan kamu mulai hari senin. Senang berkenalan dengan kamu," ujar wanita itu lembut.

"Senang berkenalan dengan Anda dokter Karina. Semoga mulai senin kita bisa menjadi rekan yang kompak."

Oh, ternyata selama ini mutasi dokter tidak segera dilakukan karena mereka akan dikenalkan pada acara ini. Alvian akhirnya bisa bernafas lega, pekerjaanya tidak akan terlalu overload lagi.

Wanita itu masih setia berdiri di depan Alvian. Seperti menunggu ada hal lain yang akan disampaikan oleh lelaki itu. 

"Ada yang mau dibucarakan lagi dokter Karina?" tanya Alvian bingung.

"Eh, aku kira kamu bakal ngajak bicara lagi secara pribadi. Maaf kalau aku ganggu kamu," jawan Karina dengan tampang polosnya.

Jujur Joy yang sedari tadi melihat Karina, sudah menuga kalau wanita itu sangat tertarik dengan Alvian. Bahkan dunia sampai diabaikan hanya untuk menatap Alvian. Dunia yang Joy maksud adalah dirinya. Jelas-jelas ia duduk di sebelah Alvian. Namun wanita itu malah berdiri menutupi tubuhnya, hanya karena ingin langsung berhadapan dengan Alvian.

"Nggak ada yang mau saya bicarakan lagi," ujar Alvian cukup dingin. Lelaki itu juga sebal melihat tingkah Karina yang seperti begitu agresif mendekatinya. 

"Baiklah, kalau perlu apa-apa. Kamu bisa temui aku di area kiri dekat panggung."

"Hm," gumam Alvian dengan memberikan senyuman canggung dengan Karina. Setelah wanita itu pergi, ia segera menatap Joy. 

"Gue tahu apa yang lo pikirin Vi," ujar Joy membalas tatapan itu.

"Cringe banget tu cewek."

"Iya, kayaknya emang setiap cewek yang naksir lo itu aneh."

"Sembarangan, tapi kayaknya bener. Semua cewek itu aneh, kecuali lo."

"Jelas, gue gitu. Terdidik, terpelajar, elegan. Gue gak mungkin deketin cowok kayak gitu."

Alvian mengangguk setuju. Jika belum terlalu dekat, orang pasti akan mengira jika Joy adalah orang yang pendiam.

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang