"Vi? Udah belum?" tanya Joy, karena Alvian terlalu lama terdiam di belakangnya. Ia juga tidak merasakan ada gerakan resleting terbuka lagi.
Sadar setelah dipanggil oleh sang istri, Alvian langsung menggelengkan kepalanya. Merutuki dirinya sendiri karena telah berpikiran kotor. Ia bisa kena amuk Joy jika ketahuan.
"Udah, sana buruan ganti," jawab Alvian seraya mendorong pelan punggung Joy agar segera memasuki kamar mandi.
"Ya ampun hampir aja gue khilaf," Alvian menggumam sambil mengelus dadanya pelan. Ia kembali menetralkan deru nafasnya lalu kembali merebahkan diri di kasur. Jika baru hari pertama saja seperti ini, apakah kedepannya Alvian harus banyak-banyak menahan nafsunya ketika berdekatan dengan Joy? membayangkannya saja sudah hampir membuatnya frustasi. Namun, bagaimana lagi mereka baru dalam hubungan suami istri. Tentu saja semua harus dimulai pelan-pelan.
"Heh! Ngapain ngelamun," seru Joy begitu ia baru keluar kamar mandi dan mendapati Alvian sedang melamun menatap langit-langit bukannya tidur.
Joy sudah berganti pakaian menjadi kaus hitam dan juga training panjang. Sangat nyaman kalau dipakai tidur. Make upnya juga sudah ia hilangkan, wajahnya ringan sekarang. Namun saat ia melihat ke ranjang, ia masih agak risi dengan pakaian Alvian yang belum juga berubah.
"Ganti baju dulu sana Vi," suruh Joy ketika Alvian tidak menggubrisnya.
Alvian menoleh ke arah Joy, melihat gadis itu dari atas ke bawah. Jujur itu membuat Joy sendiri tidak nyaman.
"Ya udah gue mau ganti. Tapi gue nggak bawa baju ganti," balas Alvian.
Joy memutar bola matanya malas, dasar Alvian memang selalu membuatnya naik darah. "Pinjam ke Chandra atau ayah sana, atau balik ke rumah sekalian bawa buat besok."
"Yah, males banget keluar. Anterin lah kalau gitu," keluh Alvian.
"Ya ampun, lo anak kecil emangnya?"
"Kita tidur di kamar gue aja lah luas, sepi. Di sini ramai banyak banget orang, mau nggak?" tawar Alvian. Lelaki itu cukup tidak nyaman dengan banyak suara di luar, ia tidak bisa istirahat.
Joy berpikir sejenak. Sebenarnya mau di sini atau di rumah Alvian sama saja. Orang rumah mereka hanya bersebrangan. Ia memahami bagaimana Alvian tidak begitu nyaman dengan keramaian ketika ingin istirahat. Sebaiknya ia turuti saja permintaan Alvian yang satu ini, Joy sendiri juga merasa mama, bunda, ayah, dan kak Bagas mengawasi gerak-geriknya dan Alvian. Pasti mereka sedang merencanakan hal yang Joy tidak suka, kalau di rumah Alvian setidaknya mereka punya privasi.
"Ya udah, ayo buruan," putus Joy, gadis itu mangambil hoodienya sebelum mengikuti Alvian keluar kamar. Ia malu kalau dilihat oleh tamu yang belum pulang, karena make upnya sudah terlanjur ia hapus.
Saat sudah tidak memakai kebaya, kaki Joy rasanya bebas. Mau melangkah se-lebar apapun juga tidak susah. Mereka menuju ke tampat di mana akad tadi dilaksanakan guna mencari bunda, ayah, atau mama.
Alvian menemukan orang tua mereka terlebih dahulu, ternyata mereka sedang duduk bersama berbincang-bincang dengan raut wajah bahagia
"Permisi Ma, Bun, Ayah kami mau izin tidur di rumah Alvian boleh kan?" tanya Alvian.
"Tapi kenapa pindah? Bukannya kamar Joy sudah dirapikan tadi," tanya bunda meminta kejelasan.
"Itu Bun, kami pindah biar lebih tenang aja," kini gantian Joy yang membuka suara.
Kemudian para orang tua itu kembali berbisik, "Kayaknya pengantin baru itu mau anget-angetan deh," bisik Mama ke telinga Bunda. Sangat lirih hingga tak bisa didengar oleh selain mereka. Wajah bunda juga langsung berubah drastis menjadi kembali penuh senyuman.
"Ya udah sana, tapi sore ke sini lagi ya. Kita bakal makan bareng sekeluarga," pesan Ayah.
"Baik ayah," jawab Alvian.
"Eh, Vian kalau mau main pelan aja ya, kan baru pertama," sahut Mama penuh makna.
Joy dan Alvian bukan lah anak kecil lagi, tentu saja mereka tahu arti dari perkataan Mama. Pipi Joy saja sudah memerah seperti tomat matang. Tanpa mau lebih lama di sana, Joy langsung menggandeng Alvian untuk keluar rumah segera. Daripada nanti semakin digoda oleh orang tua mereka.
"Omongan Mama jangan dianggap serius," ujar Alvian begitu mereka sudah bisa berjalan santai menyebrang jalan.
"Jangan dibahas," mamang Alvian sudah tahu memalukan, malah diungkit lagi di depan Joy.
"Iya iya, ngambek," gumam Alvian, dan dihadiahi pelototan tajam dari Joy.
*
"Gue tidur di kamar tamu," celetuk Joy begitu mereka sudah memasuki rumah Alvian yang sepi itu. Ternyata rumah lelaki itu juga sama berantakannya dengan rumah Joy.
"Kenapa?" tanya Alvian heran.
"Ya gue belum biasa, mumpung di sini juga nggak ada orang," jelas Joy.
"Nanti kalau ada yang ke sini terus lihat kita pisah kamar. Bukannya nanti jadi curiga? Dikira kita berantem gimana?"
Joy jadi berpikir ulang, benar juga kata Alvian. Namun, ia masih ragu, ia tidak biasa tidur dengan lelaki lain. Apalagi ini Alvian, sahabatnya, ia tidak bisa membayangkan betapa canggungnya mereka jika harus tidur dalam satu kamar, dan satu ranjang.
"Sada nanti juga pasti pulang ke sini, gimana kalau dia tahu dan ngadu ke mama?" Alvian kembali meyakinkan Joy agar mereka bisa satu kamar. Joy masih belum menjawab.
"Lagian lo juga pernah kan tidir di kamar gue, dan nggak terjadi apa-apa. So, kenapa ragu-ragu?"
Joy menghela nafas pelan, "Ya udah deh, gue tidur di kamar lo."
"Nah gitu dong."
Alvian dan Joy masuk bersamaan ke dalam kamar. Tak lupa pintu depan ditutup dahulu oleh Alvian.
Saat Alvian memutuskan untuk berganti baju dahulu di kamar mandi. Joy langsung mengambil kesempatan untuk merebahkan diri ke kasur. Menguasai ranjang Alvian meski hanya sejenak.
Dirasa cukup, Joy langsung bangkit lagi. Ia mulai menyusun guling dan membelah tengah ranjang itu. Memisah antara wilayah tidur milik Joy dan milik Alvian. Joy jadi teringat kembali kejadian waktu Alvian memintanya tidur di kamar ini untuk mengelus kepala lelaki itu sebagai pengganti Mama. Pada saat itu, Joy juga membangun benteng pertahanan dari guling.
"Lo ngapain Joy?" tanya Alvian heran, melihat Joy tengah melakukan sesuatu pada kasurnya.
"Bikin sekat aja," jawab Joy santai. Namun membuat Alvian agak sedikit sebal. Ternyata pernikahan belum membuat Joy percaya kepada Alvian sepenuhnya.
"Sini ayo buruan istirahat."
Dengan terpaksa, Alvian melangkah ke ranjangnya. Niat sekali Joy dalam membuat pemisah. Apalagi gadis itu juga tidur begitu ke pinggir. Seakan menghindari sekali untuk berdekatan dengan Alvian.
"Selamat tidur, bangunin gue kalau udah sore ya," pesan Joy, saat Alvian sudah ikut berbaring di sampingnya.
"Iya putri tidur. Lo nanti kalau gue bangunin harus langsung sadar, jangan kaya kebo," sindir Alvian.
"Dasar cerewet," marah Joy.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomansaPunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara