FWB: 49

62 14 0
                                    

Tidak terasa Joy dan Alvian telah sampai di rumah. Alvian mengantar sahabatnya itu sampai ke dalam, selagi memberikan kata-kata kekuatan supaya sahabatnya itu tidak terlalu depresi akan kegagalannya bertemu dengan orang tua Jefri.

"Joy Lo harus tidur nyenyak hari ini, jangan lupa kalau besok lo bakal lanjut kerja. Gue nggak mau sampai kejadian hari ini membuat lho kehilangan semangat," nasihat Alvian.

" Gue bakal berusaha," jawab Joy lesu. Untung saja saat ini tidak ada orang tuanya yang melihat bagaimana kusutnya wajah putri mereka.

"Bagus, lo tenang aja. Gue bakal selalu ada buat bantu lo," kini Alvian melakukan inisiatif untuk memeluk sang sahabat yang sejak tadi belum bisa kembali tersenyum bahagia.

Benar dugaan lelaki itu, sejak tadi Joy pasti sudah menahan rasa kecewanya. Alvian tahu, Joy hanya butuh seseorang untuk menjadi sandarannya, dan lelaki itu akan senang hati menjadi sosok sandaran Joy kapanpun dimanapun.

"Makasih Vi," ucap Joy lirih seraya membalas pelukan Alvian dengan erat. Gadis itu masih tetap menjaga air matanya supaya tidak tumpah dihadapan Alvian, ia tidak mau semakin membuat sahabatnya itu khawatir. Cukup pelukan dari Alvian bisa membuatnya kembali kuat.

"Ada apa ini? kenapa kalian saling pelukan kayak gitu?" tanya sosok lelaki yang tiba-tiba sudah menghampiri dua sahabat yang sedang dalam suasana sendu itu. Alvian dan Joy tahu suara siapa yang yang menanyai mereka. Rehan selalu datang di waktu yang tidak tepat. Kedatangan kakak sepupunya itu, membuat pelukan antar Joy dan Alvian harus terlepas.

"Nggak papa Kak," jawab Joy menyembunyikan rasa sedihnya. Sedangkan Alvian hanya diam mengingat dia tidak berhak memberikan sebuah penjelasan tentang masalah yang di hadapi sahabatnya. Karena belum tentu juga Joy ingin membuka masalah ini kepada seseorang selain dirinya.

Rehan semakin menatap curiga dua sahabat itu. Bagaimana tidak, ia menemukan Alvian dan Joy sedang berpelukan erat di dekat pintu masuk rumah. Siapa coba yang tidak langsung berpikiran buruk melihat adegan yang disuguhkan keduanya. Rehan tahu jika Alvian dan Joy hanyalah sebatas sahabat, tidak mungkin keduanya melakukan hal tidak senonoh. Secara mereka begitu menjunjung hubungan persahabatan itu. Rehan hanya bisa menganalisis dari wajah-wajah yang mereka tampilkan. Ekspresi Joy sedikit menunjukkan kesedihan, sedangkan Alvian tidak terlihat sedih lebih ke arah prihatin.

Rehan menduga telah terjadi hal buruk kepada Joy saat Gadis itu sedang berada di rumah Jefri. Karena Rehan tahu Joy tadi langsung dijemput oleh Jefri ke rumah ini, sedangkan sekarang Joy pulang dengan Alvian. Sudah pasti terjadi suatu hal yang tidak beres. Namun, sepertinya Joy sedang tidak ingin membicarakan hal itu. Rehan hanya bisa diam dan akan mencoba bertanya di lain kesempatan. Sebagai kakak sepupu yang baik, Rehan tidak akan memancing kenangan buruk Joy hanya untuk memuaskan rasa penasarannya.

"Ya udah kalau nggak ada yang terjadi. Lo sebaiknya cepet tidur Joy, karena ini juga udah malam," nasihat Rehan kepada adik sepupunya.

"Iya Kak, Joy langsung ke kamar," belum juga melangkah gadis itu kembali berkata, "Makasih Vi buat yang tadi."

"Iya sama-sama," balas Alvian.

Joy pergi ke kamarnya dengan langkah cepat. Gadis itu ingin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya dari masalah yang ia hadapi tadi. Besok ia harus pulih dari kesedihannya hari ini, ia tidak ingin terbawa suasana terlalu lama. Ia yakin masalahnya akan berakhir dengan hal yang baik.

Sedangkan dua sosok laki-laki itu masih setia berada di dekat pintu masuk rumah. Keduanya saling bertatapan, Rehan seperti melemparkan tatapan bertanya kepada Alvian tentang keadaan adik sepupunya.

"Apa yang terjadi sama Joy? gue tahu tadi dia berangkat langsung dijemput oleh Jefri tapi sekarang dia pulang bareng lo. Pasti terjadi sesuatu yang buruk saat Joy ke rumah Jefri kan?" tanya Rehan begitu ia melihat Joy sudah masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak ingin percakapannya dengan Alvian terdengar oleh gadis itu.

"Memang hal buruk terjadi waktu Joy di rumah Jefri, tapi untuk detailnya sebaiknya lu tanya langsung ke Joy. Gue nggak berhak buat cerita masalah pribadi Joy ini."

"Sedikit aja Vi. Gue butuh tahu, karena ini akan memperngaruhi gue untuk buat perhitungan ke Jefri."

"Jangan dulu bang, Joy masih belum stabil. Jangan pernah ungkit Jefri, apalagi mencoba balas dendam ke Jefri. Sebagai gantinya, oke gue bakal cerita sedikit."

"Oke, gue usahain nggak akan bahas Jefri dulu lo di depan Joy. Jadi cepat cerita secara lengkap yang elo tahu," tuntut Rehan.

"Dari yang Joy bilang, gue cuma bisa ambil kesimpulan kalau keluarga Jefri nggak terlalu suka sama Joy yang dari kalangan biasa. Sebelumnya ada informasi yang perlu lo tahu bang. Jefri bukan orang sembarangan, keluarganya termasuk orang kaya bukan cuma 'kaya' tapi 'kaya raya', juga status sosial mereka beda sama kita. Tentu saja orang kaya pasti memiliki standar sendiri dalam menentukan jodoh buat anak mereka," Alvian terdiam sejenak untuk kembali mengingat setiap cerita yang Joy katakan di mobil tadi.

"Lanjutin Vi," peringat Rehan yang tidak sabar mengetahui kelanjutannya.

"Hari ini di mana seharusnya menjadi acara perkenalan Joy dengan orang tua Jefri, malah rusak karena ada orang ketiga yang mengganggu acara itu. Kata Joy sosok itu merupakan gadis yang sudah dekat dengan keluarga Jefri. Gadis itu akhrinya yang menjadi pusat perhatian kedua orang tua Jefri. Padahal Joy merupakan tamu sekaligus kekasih Jefri."

"Sialan, mereka terlalu sombong. Kasian banget adek gue," komentar Rehan.

"Bang yang sabar jangan emosi. Ini yang terakhir, Joy bilang kalau dia ingin memutuskan hubungan dengan Jefri. Dia bilang kejadian hari ini merupakan pertanda dari Tuhan kalau dirinya tidak cocok dengan Jefri. Sejujurnya gue seneng dengan kejadian itu, sebab gue juga nggak terlalu suka sama Jefri. Dengan kejadian yang terjadi hari ini Joy Secara nggak langsung udah tersadarkan kalau Jefri memang nggak cocok sama dia, tapi di lain sisi gue sebagai sahabat Joy nggak suka kalau ngelihat dia sedih."

"Syukurlah dengan kejadian ini Joy bisa sadar untuk memutuskan Jefri, setidaknya dia udah dijauhkan dari orang-orang munafik di luar sana ya nggak baik buat dia."

"Tapi Bang, waktu gue jemput Joy tadi gue bisa lihat Jefri masih nganter dia sampai di depan gerbang. Gue punya dugaan kalau Jefri memang sepenuh hati suka dengan Joy, tetapi harus terhalang oleh orang tuanya yang tidak terlalu menyukai Joy."

"Meskipun begitu, gue yakin Jefri tetep nurut ke orang tuanya. Pada akhirnya, Joy lagi yang bakal sakit hati."

"Lo benar bang, kita harus dukung Joy buat move on."

"Ya, bener. Kita harus terus support Joy, dan jangan lupa terus jauhkan Jefri dari Joy. Karena apapun bisa terjadi."

"Siap bang, kalau begitu gue pamit pulang dulu. Maaf nggak bisa lama-lama," pamit Alvian begitu ia merasa perbincangan ini sudah selesai.

"Oke, hati-hati. Makasih udah mau bantuin adik gue."

"Sama-sama bang."

TBC

Help! [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang