"Halo," sahut suara berat dari seberang keluar dari speaker ponsel milik Joy. Itu suara Jefri, hari ini Joy akan bertemu lelaki itu. Sesuai perjanjian kemarin, mereka akan bertemu di Scusa Italian Restaurant.
"Iya Jef?" tanya Joy. Ia sekarang sedang berada di dalam mobil, melewati jalanan padat sebelum sampai di tempat tujuan.
"Aku sudah sampai, kamu udah di mana?"
"Maaf Jef, ini masih kejebak macet. Sedikit lagi sampai kok. Kamu pilih tempat duduknya dulu aja."
"Oh, oke. Hati-hati ya."
"Iya Jef."
Panggilan suara itu langsung terputus. Setelahnya Joy mengerang kesal pada jalanan yang dilewatinya. Padahal ini adalah pertemuan pertamanya dengan Jefri, masa dia langsung mendapat title tukang telat. Mau ditaruh mana imagenya.
Mungkin karena ini malam minggu, orang berbondong-bondong keluar untuk menikmati waktu liburnya. Sungguh, Joy tadi sudah berangkat tiga puluh menit lebih awal daripada seharusnya. Namun lihat, ia masih saja telat.Hampir lima menit setelah ia menerima telpon, akhirnya jalanan mulai kembali lancar, meski dengan kecepatan lambat. Setidaknya kini mobilnya bergerak. Restoran yang dimaksud itu hanya kurang beberapa meter lagi. Memang lokasinya di pinggir jalan besar, tak heran kalau selalu padat dengan kendaraan lalu lalang.
Setelah melihat papan nama restoran, Joy langsung membelokkan mobilnya masuk ke area parkir. Ia cukup kesulitan menempatkan mobilnya, karena area itu sudah hampir penuh. Joy menghela napas lega begitu ia akhirnya bisa mendapat tempat parkir untuk mobilnya.
Langkah wanita itu mengetuk lantai dengan keras. Suara high heels yang dipakainya terdengar khas seperti orang yang terburu-buru. Joy segera mengirimi pesan kepada Jefri untuk memberitahukan di mana dia duduk. Di dalam restoran itu begitu padat, banyak keluarga atau pasangan yang menikmati makan malam di sana.
Setelah mendapat balasan jika Jefri menempati tempat yang berada di lantai dua, Joy langsung berjalan cepat melalui tangga. Beberapa jam sebelum mereka bertemu, keduanya menyempatkan untuk mengirim foto wajah masing-masing. Jadi kurang lebih, Joy sudah tahu bagaimana wajah orang yang akan ia temui sekarang.
Untuk pertemuan ini, Joy mengenakan dress sederhana berwarna peach. Sebagai aksesoris ia membawa tas sling bag yang senada dengan warna dressnya. Tidak lupa dia juga menggunakan high heels setinggi lima centi untuk membuatnya lebih tinggi. Dan terkhir yaitu make up, dia tidak memakai terlalu tebal. Apalagi ini juga hanya pertemuan biasa, akan sangat aneh jika ia berdandan terlalu bold.
Mata Joy langsung menelusuri seluruh lantai dua restoran itu untuk mencari Jefri. Matanya ia picingkan sedikit agar lebih jeli. Akhirnya ia bisa menemukan lelaki itu (mungkin?) Sebab ia masih kurang yakin juga. Namun dari wajahnya, ia yakin kalau lelaki yang duduk di meja pinggir dekat jendela itu, sama persis dengan foto yang dikirim Jefri tadi sore.
Dengan langkah pasti Joy menghampiri sosok itu, dengan sesekali mengecek foto yang berada pada ponsel yang sedang ia genggam.
"Permisi? Benar kamu Jefri?" tanya Joy begitu dirinya sudah sampai di meja yang lelaki itu tempati.
"Joy?" lelaki mengangguk setelah itu bertanya balik kepada Joy.
"Iya bener, aku boleh duduk ya."
"Iya silahkan-silahkan."
Lelaki yang di hadapan Joy ini sungguh tampan, ia tidak bohong atau melebih-lebihkan. Dilihat pada foto dan aslinya juga sama persis. Jefri memiliki kulit seputih susu, mata tajam, hidung mancung, dan yang paling menarik perhatian pipi lelaki itu memiliki rona merah muda alami dan juga lesung pipi yang selalu nampak ketika ia berbicara.
Apakah ini definisi 'sempurna' yang sesungguhnya, batin Joy."Akhirnya kita bisa bertemu juga," ucap Jefri memecah keheningan di antara mereka. Jujur, Joy sedikit gugup pada pertemuan ini. Jefri terlalu menyilaukan mata, hingga Joy sendiri merasa kurang pantas dengan lelaki itu.
"Hehe iya, nggak nyangka juga bisa secepat ini."
"Jadi, kamu itu sahabatnya Seri dan Jeka?"
"Iya, kami udah saling kenal sejak kuliah. Syukurlah masih langgeng persahabatan kami sampai sekarang. Kalau kamu? Kenal Jeka sejak kapan?"
Kami mulai saling bertanya tentang satu sama lain. Tidak lupa juga, sebelumnya kami memesan beberapa menu makanan yang akan kita santap.
"Aku kenal Jeka karena kebetulan kami pernah satu kantor. Mungkin karena satu frekuensi, kami bisa jadi sahabat juga sekarang."
"Oh gitu, aku mau tanya lagi, jadi kenapa kamu mau dikenalin Jeka ke aku?"
"Hm, karena emang aku lagi cari calon juga."
"So, kita sama dong."
"Maybe, semoga selain kesamaan masalah. Kita juga bisa samain perasaan."
"Haha gombal. Ya kita coba dulu aja. Aku juga butuh orang yang bisa aku bawa ke hadapan Ayah. Cuma untuk membatalkan perjodohanku."
"Loh, kamu mau dijodohkan sebenarnya?"
"Iya, tapi aku nggak mau nikah dalam waktu dekat."
"Jadi kita nanti hanya berakhir pacaran aja?" tanya Jefri dengan nada sedikit kecewa.
Eh? Apakah Joy salah bicara. Kalaupun Jefri dengan dirinya nanti berjodoh sampai menikah, tentu saja Joy dengan senang hati menjalainya. Namun, untuk sekarang ia harus melakukan pendekatan dulu, dan saling mengenal satu sama lain.
"Buka begitu, kita bisa perkenalan dulu. Kalau cocok sampai pelaminan, aku fine aja."
"Haha, iya santai aja Joy. Aku juga nggak akan buru-buru."
Tak lama kemudian, seorang pelayan membawakan makanan dan minuman pesanan kami. Satu persatu menu yang kami pesan ditaruh pada atas meja. Makanan itu terlihat menggiurkan bagi Joy, visualnya berhasil membuat wanita itu meneguk ludahnya.
"Kita makan dulu aja ya, nanti lanjut ngobrol lagi."
"Iya, Boleh."
Mereka mulai mencicipi makanan yang ada di hadapan keduanya. Joy makan dengan cukup lahap, namun tidak lupa ia melakukannya dengan table manner yang baik. Ini kencan pertama mereka, Joy tidak mau meninggalkan image buruk kepada pasangannya.
Diam-diam, Jefri juga memperhatikan Joy, wanita yang ditemuinya hari ini sungguh cantik dan sederhana. Sepertinya cuma butuh sekali lihat, Jefri sudah jatuh hati kepada Joy. Apalagi sikap sopan dan tata krama wanita itu sangat baik.
Jefri lahir pada keluarga yang cukup ningrat. Sang ibu selalu memperhatikan adab pasangan sang putra sebelum lolos restunya.
"Bagaimana rasanya?" tanya Jefri ketika makanan mereka sudah habis bersamaan.
"Enak," jawab Joy antusias. Masakan di restoran itu memang cocok dengan lidah milik Joy. Moodnya juga perlahan semakin naik, ini pertanda baik jika Jefri akan meneruskan kencan mereka.
"Mau saling bertanya? Hal-hal kecil misal makanan kesukaan?" tawar Jefri.
Sepertinya usulan Jefri bagus juga, batin Joy. Wanita itu seperti mendapat kesempatan besar untuk mengetahui tentang calon pasangannya.
"Boleh, siapa tahu kita bisa makin dekat."
"Aku akan tanya dulu. Kamu suka makanan apa?"
"Aku suka sup ayam, sebenarnya sih suka semua asal bisa dimakan kecuali sayuran. Aku agak tidak suka dengan dedaunan hijau itu."
"Eh, padahalkan sayur sehat."
"Nggak tau, rasanya nggak enak. Lanjut gantian ya, kamu suka makanan apa?"
"Aku suka semua juga, cuma aku ada alergi sama makanan atau minuman yang mengandung susu sapi."
To be continue
![](https://img.wattpad.com/cover/212909092-288-k543712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Help! [Ongoing]
RomantizmPunya sahabat kalo nggak dimanfaatin ya buat apa? - Camila Joy Sahara Untung kenal dari orok, kalo nggak udah gua buang ke Afrika tuh sahabat sinting. - Alvian Jacka Swara