"Yanu memang seorang koki. Aku dengar dia sudah menjadi koki sejak umur sembilan belas tahun. Sekarang usianya sama sepertiku, dua puluh tujuh tahun." Peserta pelatihan di depan meja Sivan rela memelintir leher demi mengajaknya bicara. Sebuah tepukan ringan dari sisi belakang menjeda anggukan Sivan.
"Dia tinggal bersama Pak Farhan dan istrinya di Arab. Selama di sana, Yanu melanjutkan sekolah memasak dan tertarik mendalami bidang pengolahan cokelat. Oh iya, Pak Farhan juga dulunya seorang koki. Beliau bekerja di salah satu restoran di Dubai." Informasi tambahan berasal dari meja belakang Sivan. Sebuah keberuntungan, tanpa melakukan apa-apa Sivan berhasil mendapatkan dua informasi berharga secara cuma-cuma. Peserta dari depan yang masih menghadap meja Sivan melanjutkan.
"Istri Pak Farhan asli warga negara Arab. Lima tahun yang lalu meninggal dunia karena sakit. Usai ditinggalkan sang istri, Pak Farhan memutuskan kembali ke Indonesia dan mendirikan usaha produksi cokelat bernama Cokelat Semangka. Sekaligus mendirikan pelatihan di bidang chocolatier, Semangka Chocolab." Volume suaranya mengecil. Mimik wajahnya pun terlihat was-was takut Yanu mendengar.
Informasi nomor tiga ini cukup detail sehingga Sivan menyimaknya sambil menahan napas. Kepala Sivan mulai kehilangan arah harus menghadap ke depan atau ke belakang. Dua rekan pelatihan yang dikenalnya beberapa jam berpotensi mengemban informasi akurat.
"Aku mengikuti akun Instagram dia. Satu jam lalu Yanu membuat story pendaftaran kompetisi Master Koki Indonesia," sahut peserta belakang meja Sivan sebelum beranjak untuk membereskan kotak makan. Peserta meja di depan meminta nama akun Instagram Yanu.
"Kalau kamu, Sivan. Kerja di mana?"
"Eh ... anu ... saya belum bekerja, Kak."
"Oh, masih sekolah, ya? Sekolah masak di mana?"
"Saya masih kuliah dan saya belum pernah sekolah memasak," dengan pelan Sivan memaparkan. Ia mengkhawatirkan jawabannya sendiri. Apakah semua peserta pelatihan di tempat ini adalah seorang koki? Kalau iya, sepertinya Sivan harus siap-siap menjadi korban bully.
"Wah, keren, tertarik belajar memasak cokelat." Nada bicara peserta meja depan Sivan berubah. Terdengar sedikit kecewa. "Kalau ada yang kurang jelas jangan sungkan bertanya, ya." Untuk kedua kali Sivan mengangguk.
"Kamu pasti kaget, kan? Yanu segalak itu."
"Lumayan, Kak. Apa semua koki galak?"
"Hahaha. Galak atau tidak tergantung pandangan masing-masing, sih. Kami sebagai koki sudah terbiasa menghadapi berbagai macam karakter koki lain, baik koki junior maupun yang sudah senior. Kunci menghadapinya hanya satu. Tetap berpikir positif dan jangan baperan. Dunia koki sangat keras dan menguras mental. Kalau dikit-dikit dimasukin ke hati, nanti pekerjaanmu bisa keteteran." Peserta meja depan Sivan menutup pembicaraan. Ia berjalan menghampiri tempat sampah.
Informasi beruntun dari meja depan dan belakang menyebabkan Sivan lama menghabiskan jatah makan siangnya. Nafsu makannya mendadak berkurang. Entah efek pembicaraan bersama dua teman barunya atau karena kondisi tubuhnya yang belum pulih dari serangan syok akibat tabrakan kucing. Sivan meninjau sisi kiri. Juno terlihat nikmat menghabiskan nasi. Sambil memainkan sendok, Sivan coba mengamati sekeliling. Pada saat berhenti di layar proyektor permainan sendoknya terhenti.
Di balik layar laptop, Yanu memunculkan bola matanya kembali. Tidak mengawasi para peserta. Tatapan Yanu tepat mengenai mata Sivan seperti pemburu berdarah dingin. Sivan buru-buru menggerakan sendok untuk menghabiskan nasi.
...
Beberapa menit menjelang waktu pelatihan berakhir, Juno mendengar ketukan pada bagian belakang kursi duduk. Seorang gadis menunggu respons Juno sambil memainkan ujung rambut. Memelintir berulang kali. Merubahnya menjadi keriting selama beberapa menit. Gadis itu menyibak poni karena tak kunjung mendapatkan perhatian Juno. Hingga sebuah ide membuatnya melakukan hal nekat. Gadis itu menendang kaki kursi Juno. Penghuni kursi langsung menghadap ke belakang tidak terima dengan tindakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Tanpa Akhir
General Fiction"Ayah seperti Merapi. Tak pernah ingkar janji." Tidak seperti biasanya, malam itu, Sivan merengek kepada Evan ingin ikut pergi ke Singapura. Beberapa hari Sivan ketakutan melihat bayangan hitam dan mendengar suara aneh bersama Sinta. Malam itu, Eva...