Brother Konflik 037

540 49 2
                                    

"Malam tak lagi menakutkan, bulan telah kembali dalam wujud dirimu."

********

Bola mata Antarez membelalak kala memandang netra coklat milik lelaki itu. Sesaat jantungnya serasa berhenti, bibirnya terasa kaku, sangat sulit untuk melontarkan sepatah katapun. Ia sebisa mungkin menelan saliva pada tenggorokannya yang kering, Antarez tidak tahu lagi apa yang mesti dirinya lakukan selain diam seperti patung.

"Garuda..." Nadanya sedikit gemetar ketika melafazkan nama tersebut, sebuah nama yang sudah lama sekali tak pernah ia ucapkan di hadapan pemiliknya. Terjadi keheningan beberapa menit sebelum Garuda menghadiahkan pukulan keras pada pipi Antarez.

BUGHH!!!

Kepala Antarez ikut menoleh ke sisi kanan bersama luka lebam serta rembesan darah yang keluar dari hidungnya, cairan merah itu mengalir melewati bibirnya, dan meninggalkan rasa aneh pada indra pengecap nya. "Cih," decak Antarez sembari mengelap cairan tersebut menggunakan punggung tangan.

Tak berhenti sampai disitu saja, Garuda langsung menarik bahu Antarez dan mencengkram kuat kerah bajunya. Sampai, membuat wajah mereka berdua saling berhadapan satu sama lain. Bola mata Garuda tak henti-hentinya menatap tajam, seolah-olah tengah melubangi mata Antarez, napas lelaki itu memburu.

"Jelasin... jelasin ke gue apa maksud ini semua, Antarez Putra Kasela," ujar Garuda tajam, meskipun sekuat tenaga ia menahan perasaan haru dalam hatinya. Ia masih belum percaya, jika manusia yang berdiri di hadapannya sekarang adalah seseorang yang telah meninggalkan dirinya dahulu.

Tatapan mereka terus beradu, sampai lama kelamaan Garuda dibuat hanyut oleh perasaan itu. Alis matanya yang semula menukik perlahan berubah, matanya yang semula tajam menjadi bergetar dan berkaca-kaca. Hingga, bulir air mata itu jatuh juga membasahi pipinya.

Genggaman erat itu menjadi melonggar, Garuda memeluk tubuh Antarez, sahabatnya yang selama ini ia rindukan. "Hiks, bangsat lo Rez, lo bajingan emang," umpat Garuda masih sempat-sempatnya sambil menangis membekap raga Antarez.

Merasakan bungkusan hangat yang menyelimuti tubuhnya sekarang, Antarez tersenyum kecil. "Ya, gue bangsat emang," balas Antarez sambil menepuk-nepuk punggung Garuda.

Sempat Garuda merasa ragu, apakah benar ini adalah Antarez? Apa benar tubuh yang tengah ia peluk sekarang adalah dirinya? Sedari tadi pikirannya terus saja bergelut mengenai hal ini, namun, semua prasangka itu dengan mudah ditepis oleh hatinya yang mengatakan kalau ini nyata, bukan khayalan semata.

#Flash back#

Di markas geng LEOPARD, seperti biasa mereka selalu mengadakan pertemuan hanya sekedar untuk berkumpul dan bermain bersama. Jadi tidak heran, jika rata-rata dari mereka masih banyak yang menggunakan seragam SMA.

Di ruang tengah, beberapa sofa yang ditata melingkar mengelilingi sebuah meja yang dimana di setiap tempatnya telah diisi oleh para anggota LEOPARD, ada juga yang duduk di bawah sambil menikmati rokok mereka. Sekarang, puluhan mata itu tengah fokus pada handphonenya masing-masing, lagi mabar ceritanya.

Kulit kacang berserakan dimana-mana, tak lupa pula kaleng-kaleng minuman kosong yang ikut mengotori lantai juga meja. Walaupun bukan tawuran, tapi suara mereka begitu heboh memenuhi markas. Memang sih nggak bahaya, tapi sakit nggak sih kuping lama-lama? Begitulah yang dipikirkan beberapa anggota LEOPARD yang lupa bawa setan gepeng nya kemari.

Kalau udah lupa bawa handphone rasanya kayak balik lagi ke zaman purbakala, sama seperti mereka yang sebentar lagi berencana membuat api unggun dalam markas. "Berisik banget, udah mirip kebon binatang nih markas," ucapnya bersama dua anak yang duduk melingkar dekat pintu markas.

"Biasalah ege, namanya juga main game, laki kalau ga tangannya yang sakit ya mulutnya yang gacor," balas temannya sambil memegang sebuah ranting kayu yang digosokkan pada batu.

"Lo seriusan mau bikin api unggun di sini? Jaman sekarang batu mana ada yang bisa jadi api kocak, batu tertentu aja. Cosplay kuno boleh tapi otak lo jangan ikutan kuno," ledek anak pemilik nama Ucok itu pada temannya, Gema.

"Lah ini gue bawa korek api njay, ngapain pake kayu segala," sahut Lee melempar pemantik api yang baru ia gunakan untuk menyalakan rokoknya.

"Biar kerasa vibes jaman dulunya bre," balas Gema terus saja berusaha menggosokkan ranting tersebut kepada batu, sekaligus ingin mempraktikkan soal pelajaran sejarah yang sudah ia dapatkan tadi pagi di jam pertama walaupun ketiduran.

"Mau lo gosok sampe kodok jadi kambing ya nggak bakal bisa Gem, paham!" tutur Ucok sekali lagi sambil menekan kata terkahir, dengan menunjukkan kelima jari tangan kanannya di depan Gema.

"Kata-kata hari ini dong Kak Gem," pinta Lee ikut-ikutan.

"Nama gue Gema Anying Bukan Kak Gem! Muak gue tiap hari suruh bikin kata-kata mulu," sebal Gema membuang ranting kayu dan juga batunya. "Udahlah malas gue, paham!" pungkas Gema lalu berjalan pergi begitu saja, bergabung bersama anggota yang lain.

"Itu anak stress bre, nggak paham lagi gue, nggak suka dibilang gitu, tapi demen ngomong kata-kata keramatnya," heran Lee dan Ucok geleng-geleng kepala.

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang