Brother Konflik 013

977 58 0
                                    

"Bayang mu begitu indah, sampai mata ku dibuat buta, dan merasa kalau seolah-olah kau masih ada di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bayang mu begitu indah, sampai mata ku dibuat buta, dan merasa kalau seolah-olah kau masih ada di sini."

-Antariksa Gifar Kasela-

********

Jam tangan sudah menunjukkan pukul enam sore, jalanan kota Byantara perlahan mulai sepi membuat jalan lapang bagi sang surya menyebarkan cahaya jingga nya. Semilir angin dingin namun menenangkan, menggoyang-goyangkan pucuk rambut pemuda yang baru saja turun dari atas joke motor.

Dengan bekas luka lebam yang masih membekas di beberapa titik tubuhnya, seragamnya yang lusuh disertai bercak-bercak darah. Antariksa, dia terdiam sejenak memandang laki-laki yang baru saja memberikan dia tumpangan itu. "Mmm," gumamnya bingung harus memulai seperti apa, terlalu banyak pertanyaan yang timbul dalam pikirannya.

"Mmm, thanks ya udah nolongin gue," ujar Antariksa sembari menggaruk belakang lehernya yang tak gatal.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya tanpa membuka slayer motif tengkorak tersebut, "ya," jawabannya yang singkat membuat Antariksa bingung harus melanjutkan bagaimana. Ini terlalu canggung dan menyebalkan! Ia ingin bertanya banyak, tapi balasan singkat itu seakan-akan menahan mulutnya untuk berbicara lebih.

"Anu, mmm, kalau gue boleh tahu, kenapa kalian tolong gue tadi? Dan darimana kalian bisa tahu kalau gue ada di sana?" tanya Antariksa mencoba menyingkirkan rasa gugupnya sebentar.

Mata mereka memandang beberapa detik, sebelum akhirnya pemuda itu memutuskan kontak tersebut dan memilih menghadap ke depan, ke arah matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Pemilik suara deep voice itu tertawa kecil, angin semakin dingin, dan Antariksa dibuat bingung. Kenapa dia tertawa? Apa pertanyaannya terdengar seperti lelucon?

"Lo kok ketawa sih? Gue nggak lagi ngelawak," sebal Antariksa.

"Sorry," matanya ikut menyipit ketika tersenyum, meskipun tak terlihat sebab tersembunyi di balik slayer. Namun, cuman beberapa detik saja sisi soft nya bertahan, sebelum dalam sekejap langsung menghilang dan digantikan oleh aura dingin.

"Lo nggak perlu tahu kita siapa dan darimana kita berasal, yang terpenting lo sudah selamat kan?"

"Iya gue tahu, tapi kan, tapi kan pasti ada orang yang ngirim kalian datang ke sana buat tolongin gue, nggak mungkin ini sebuah kebetulan," geram Antariksa ingin sekali menjambak rambut anak itu tapi takut.

"Kalau begitu anggap aja ini sebuah kebetulan," balasnya tanpa membahas lebih lebar lagi kepada Antariksa, seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang besar kepada anak itu.

Mesin motor kembali menyala, "gue cabut dulu, jaga diri lo baik-baik sebab ada seseorang yang selalu berharap keselamatan lo," pungkasnya sebelum melaju pergi meninggalkan Antariksa seorang diri di sana.

"Woy! Gue belum selesai ngomong!" teriak Antariksa tapi tidak digubris, motornya semakin menjauh ditelan oleh waktu. Tangan anak itu mengepal kuat, lalu dihantamkan pada batang pohon di belakangnya, membuat beberapa dedaunan kering berguguran.

//BAK//

"SAKIT BANGSAT!" pekik Antariksa sembari memegangi telapak tangan kanannya yang memerah, memberikan beberapa kali tiupan untuk mengurangi rasa sakitnya.

"Cih, tinggal ngomong aja apa susahnya sih? Emang apa salahnya kalau gue sampai tahu?" Antariksa berkacak pinggang, sembari menendang kerikil-kerikil kecil.

"Emangnya orang yang dia maksud siapa? Orang yang selalu berharap soal keselamatan gue," gumamnya mengerutkan kening, menatap intens pada sepasang sepatu sneaker tersebut.

"Padahal, awalnya gue kira kalau mereka adalah geng LEOPARD. Ternyata gue salah, bahkan gue sama sekali nggak tahu mereka siapa, tapi.... entah kenapa gue merasa kalau mereka ada hubungannya sama gue, hubungan yang dekat."

"Hm, ternyata lo sudah besar ya dek," senyum Antarez hanya bisa memandangi si adik dari jauh, Antarez mengenakan kaos putih dan celana pendek selutut, tak lupa pula topi dan masker untuk menyamarkan wajahnya.

"Bagaimana jadinya kalau sekarang gue datang ke sana dan berdiri di hadapan lo? Gue mau tahu reaksi lo," pikir Antarez menciptakan skenario kecil dalam pikirannya, tapi sayangnya itu cuman sekedar imajinasi.

"Nggak, bukan sekarang. Untuk sekarang tugas gue adalah menjaga lo dari jauh, mungkin selamanya? Hm, semoga semesta punya rencana dan membuat jalan pikiran gue berubah," Antarez ingin lebih lama menatap wajah adik kembarnya itu, raga yang memiliki banyak sekali kesamaan dengan dirinya. Cukup memandangnya dari jauh dan mengetahui dia baik-baik saja sudah cukup membuat Antarez senang.

"Gue mau lihat lo lebih dekat Sa, gue janji setelah itu gue akan pergi," gumam Antarez sebelum akhirnya berbalik badan lalu menghilang dalam bayangan.

Antariksa menoleh ke arah gang kecil samping gedung di depan sana, ia memicingkan matanya, "kayak ada yang lagi lihatin gue," pikirnya namun tidak menemukan apapun di sana, mungkin ini hanya perasaannya saja.

Ketika kepalanya kembali menoleh ke depan jalan, sebuah mobil berwarna hitam datang dan mulai melambat sebelum pada akhirnya berhenti tepat dimana Antariksa berada. Kaca mobil pengemudi turun, memperlihatkan wajah Kenzie yang super syok menyaksikan kondisi sahabatnya sekarang.

"What the fuck!" itulah kata pertama yang mampu Kenzie ucapkan untuk mengekspresikan perasaannya, dia benar-benar terkejut melihat pakaian seragam Antariksa yang lusuh dan wajahnya yang terdapat beberapa luka lebam. "Lo habis darimana? Lo ikut tawuran?"

"Udah panjang ceritanya, entar aja gue kasih tahu, sekarang anterin gue ke toko baju," balasnya malas, dan segera masuk ke dalam mobil Kenzie.

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang