PROLOG

32K 1.8K 358
                                    

Pada hari itu, lahirlah kedunia sepasang bayi kembar laki-laki dari pasangan suami istri bermarga Kasela. Tangis haru memenuhi seisi ruangan rumah sakit, karena kedua malaikat kecil itu telah hadir.

Mereka sepakat untuk menamainya, Antarez si sulung, dan Antariksa si bungsu. Dengan harapan, bahwa kedua kakak beradik kembar itu akan tumbuh dengan kuat dan saling menjaga satu sama lain.

Akan tetapi, disaat kedua anak kecil itu mulai beranjak tumbuh pada usia sembilan tahun. Perceraian terjadi di dalam keluarga bahagia tersebut, Antarez dan adiknya Antariksa hanya seorang bocah yang tidak mengerti apa-apa harus menjadi korban pertengkaran antara kedua orangtuanya.

Tanpa pikir panjang sang ibu Nyonya Kasela membawa Antariksa untuk pergi ikut bersama dengan dirinya, meninggalkan sang kakak Antarez tetap tinggal bersama Papa. Yang dimana menurut Antarez, dialah monster yang sebenarnya.

°•••Brother konflik•••°

"Sudah Papa bilang, hentikan hobimu menjadi pemain sepak bola!!!" bentak Papa memecut punggung Antarez dengan cambuk, hingga kulitnya terkoyak mengeluarkan darah.

Antarez yang hanya bisa duduk lemas di atas lantai, tanpa mengenakan baju untuk menutupi tubuh bagian atasnya, menampakkan punggung dia yang lebar serta perut sixpack nya.

Antarez meringis kesakitan, merasakan cucuran keringat membasahi tubuhnya bergesekan dengan luka cambuk yang Papa berikan. Menghasilkan sensasi rasa yang sangat teramat perih di sana.

Tas tas tas, Papa semakin memperkuat cambukannya sampai suara itu memenuhi seisi ruangan, seperti lupa kalau anak yang sedang dirinya pukuli ini adalah darah dagingnya sendiri.

Antarez menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat, menahan agar tidak berteriak walau sebenih air mata sudah keluar dari dalam pelupuk matanya, menandakan seberapa kejamnya Papa.

"BI RINAAA!!!!" teriak Papa memanggil seorang pelayan wanita paruh baya, membuat perempuan tersebut berlari gelagapan menghampiri majikannya.

"Iyah Tuan Kasela?" ujar Bi Rina yang sudah berdiri dihadapan Papa, dengan kain serbet menggantung di pundak kanannya.

"Buang piala dan juga semua sertifikat-sertifikat itu, bakar itu semua di tong sampah sampai hangus. Saya tidak mau melihat semua benda itu lagi!" suruh Papa menunjuk, ke arah sebuah piala dan juga sertifikat-sertifikat sepak bola yang baru saja Antarez dan timnya menangkan, tergeletak di atas meja.

"Ta-tapi Tuan, i-itu-"

"SAYA BILANG BAKAR!!!"

"Ba-baik Tuan, akan saya lakukan," balas Bi Rina ketakutan, langsung mengambil semua piala dan juga beberapa sertifikat tersebut bersama dengan dirinya.

"Sekali lagi Papa peringatkan kamu Antarez, Papa hanya ingin melihat anak Papa menjadi seorang TNI sama seperti orang tuanya. Papa sama sekali tidak menyetujui jika kamu sampai melawan. Akibatnya akan lebih parah daripada ini," ujar Papa dengan nada mengerikan, tatapannya terlihat begitu menakutkan.

Dengan perlahan, Antarez tertatih-tatih berusaha untuk berdiri akibat luka cukup parah yang sang papa goreskan dipunggung lebarnya, membuat sekujur tubuh Antarez terasa remuk.

"Kalau begitu," ucap Antarez membalikkan badan menghadap Papa.

"Kalau memang Papa tidak suka Antarez menjadi pemain sepak bola, kenapa Papa tidak sekalian patahkan saja kedua kaki ku ini? Biar lumpuh selamanya," sambung Antarez tersenyum miris, sontak membuat tangan kanan Papa melayang hendak menampar pipi kiri anaknya.

Tapi tangan itu berhenti, mematung ditempat. Melihat keadaan Antarez seperti ini, menurutnya tidak perlu menambah hukuman lagi kepada anak itu.

"Kembalilah ke kamar mu, obati luka di punggung mu itu dengan obat merah. Jangan mencoba untuk memancing emosi ku," ujar Papa lalu pergi begitu saja meninggalkan Antarez seorang diri disana.

"Haha, Bunda, Antariksa. Kalian berdua sudah khianatin gua," ucap Antarez menatap nanar ke arah punggung Papa yang mulai menjauh.

"Kalian tega ninggalin gua, dengan monster yang sesungguhnya."

°•••Brother konflik•••°

Antarez memutuskan untuk mandi, mengguyur seluruh badannya dengan air dingin. Menenggelamkan kepalanya di bawah pancuran shower kamar mandi.

Membiarkan setiap tetes air membasahi sel-sel kulit, menyeruak masuk memberikan sensasi rasa dingin. Berharap isi beban di dalam pikirannya, ikut hilang dengan guyuran air walau tidak sepenuhnya.

Antarez menghembuskan nafas hangat keluar dari dalam mulutnya, menimbulkan kepulan asap putih membentur dinding kaca kamar mandi. Ia dapat melihat pantulan wajahnya di sana, sebuah wajah yang terlihat mirip dengan adiknya Antariksa, hanya bedanya Antarez memiliki satu tahi lalat dibawah matanya.

"Saudara brengsek!!!" kesal Antarez memukulkan tangannya, tepat pada pantulan wajah di dinding kamar mandi kaca tersebut.

"Kenapa gua harus punya saudara gak berguna macam Lo hah!" ujarnya menyesal harus terlahir dengan memiliki saudara kembar seperti Antariksa, Antarez merasa diperlakukan tidak adil karena sang adik memiliki nasib baik. Sedangkan dia, hanya mendapatkan getahnya saja.

Selepas selesai mandi, Antarez mengambil sebuah handuk kecil dan segera pergi keluar dari dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.

Tok tok tok, terdengar suara ketukan pintu berasal dari pintu kamar lelaki tersebut. Membuat Antarez yang sudah selesai berganti pakaian, mengenakan kaos putih dengan celana pendek abu-abu melangkahkan kaki untuk membukakan pintu.

"Bi Rina, ada apa Bi?" tanya Antarez melihat Bi Rina sedang berdiri di sana dengan membawa sebuah kotak kardus berisikan sesuatu.

"Bukannya tadi papa sudah bilang suruh bakar yah Bi?" ujar Antarez melihat piala dan juga beberapa sertifikat miliknya masih utuh, yang bi Rina taruh didalam kotak kardus tersebut.

"Bi Rina gak mau bakar den, Bi Rina tahu ini punyanya nak Antarez, nak Antarez sama temen-temen pasti sudah berjuang buat dapetin semua ini. Jadi disini Bi Rina mau kembalikan lagi, tolong disimpan baik-baik yah den. Jangan sampai bapak tahu," balas bi Rina sambil menyodorkan kotak kardus itu, dan diterima oleh Antarez.

"Terimakasih yah bi," jawab Antarez tersenyum kecil.

"Iyah den sama-sama, oh yah lukanya sudah diobatin belum den? Kalau belum sini biar Bibi yang bantu ngobatin."

"Enggak perlu Bi, percuma juga kalau diobatin nanti Papa juga bakal kasih lagi."

"Sekali lagi makasih yah Bi, aku mau masuk dulu pingin istirahat, Antarez capek," ujar Antarez dibalas anggukan oleh Bi Rina, lalu melihat ia kembali masuk kedalam kamar dan pintu pun tertutup.

"Yang sabar yah den, seandainya Nona ada di sini pasti nak Antarez bisa dijaga dengan baik," batin Bi Rina merasa sedih.

********

Hi, untuk Prolog nya cukup sampai disini aja yah. Gimana ceritanya?, semoga kalian semua suka yah^^.

Boleh dong pencet tombol bintangnya biar aku makin semangat lanjut ke eps selanjutnya. Terimakasih, papayo👋👋👋

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang