"Lahir sebagai saudara, tumbuh sebagai musuh."
Antarez_Antariksa.
********
Di ruang tamu, terlihat Antarez turun melewati anak tangga mengenakan jaket kulit dengan setelan celana jeans.
"Nak Antarez mau pergi kemana?" tanya Bi Rina kepada anak majikannya itu, saat ini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Aku mau pergi keluar sebentar bi," jawab Antarez.
"Kemana?" terdengar sahutan pertanyaan dari Papa, baru saja keluar dari dalam ruang kantor pribadinya. Berjalan menghampiri Antarez, sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bukan urusan Papa," balas Antarez menatap dingin wajah Papa.
"Den," ujar bi Rina kepada Antarez, "Itu Papa kamu nak, yang sopan yah."
"Papa tanya, kamu mau pergi kemana? Ini sudah malam Antarez jangan buat Papa marah lagi sama kamu," balas Papa terdengar mengancam.
"Memangnya kenapa kalau Antarez gak mau kasih tahu Papa, soal aku mau pergi kemana?" ucap Antarez menaikkan satu alisnya.
"Papa mau pukul aku lagi? Papa mau siksa aku lagi, iyah? Sampai kapan Papa bisa hilangkan kebiasaan buruk itu Pa, sampai Antarez mati?"
"Jaga bicaramu Antarez!" bentak Papa tersulut emosi.
"Antarez itu cuman bonekanya Papa, lagipula dari awal kita berdua sudah buat perjanjian kan. Kalau Papa boleh tuntut aku untuk menjadi apa yang Papa mau, tapi Papa tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi aku," jawab Antarez terdengar dingin, sebelum pada akhirnya berjalan pergi melewati Papa begitu saja.
"GUA BENCI KELUARGA INI!!!" teriaknya keluar dari dalam rumah sambil membanting pintu.
Lelaki itu menaiki sebuah sepeda motor ninja berwarna hitam, yang terparkir di dalam bagasi. Menghidupkan mesin kendaraan tersebut, lalu menancapkan gas melaju pergi keluar melewati pintu gerbang rumah.
Di dalam perjalanan, Antarez sama sekali tidak tahu kemana tujuan ia pergi. Anak itu hanya ingin menenangkan hati dan juga pikirannya yang sudah sangat kacau akhir-akhir ini, terutama kekangan Papa membuat mental Antarez semakin tertekan.
Dibalik helm full face yang ia kenakan, tidak ada pemandangan lain selain tiang lampu kuning jalan raya dengan nuansa sepi, ditambah angin dingin yang mampu menyapu area kulit walau sudah mengenakan jaket. Tetapi, memang kondisi seperti inilah yang ia inginkan.
Antarez membelokkan kemudi motornya, menuju ke sebuah lapangan basket cukup tua yang sudah lama tidak digunakan. Bahkan ring basket nya pun terlihat sudah berkarat. Begitupun juga pagar-pagar kawat sudah dalam keadaan rusak.
Ia memarkirkan sepeda motornya dengan asal, melepaskan helm full facenya dan menaruh benda tersebut di atas joke motor. Lalu berjalan menuju ke tengah lapangan basket dan duduk seorang diri di sana.
Antarez tidak perduli tempat itu sudah kotor ataupun kata orang menyeramkan. Ia tetap merasa nyaman berada di sana, selain karena pemandangan langit malamnya yang indah, tapi juga karena tempat ini selalu cocok dengan suasana hatinya.
Jempol Antarez menyalakan pemantik api, dengan mulut yang sudah terdapat satu puntung rokok. Lelaki itu merokok begitu santainya, mengeluarkan kepulan asap melalui mulut dan hidungnya.
Kini sudah ada empat sisa puntung rokok tercecer di sekitar Antarez berada, entah berapa biji lagi yang harus ia habiskan.
"Hh, ternyata segampang ini bahagia," ujar Antarez tertawa kecil dengan satu puntung rokok yang ia apit di antara jari telunjuk dan jari tengahnya, ia menengadahkan kepalanya menatap ke arah langit.
Tetapi, tiba-tiba saja senyuman itu berubah menjadi murung, Antarez meringkuk kan badan, sambil mengacak-acak rambut hitamnya.
"Kalau memang bahagia itu mudah, lalu kenapa cuman adik gua yang pantas untuk mendapatkan hal itu? Kenapa hidup gua yang harus sengsara?"
"Antariksa sekarang pasti hidup enak bersama Bunda, sedangkan gua? Hh, cuman menjadi boneka pemuas ego bokap gua sendiri," pungkas Antarez tersenyum sinis, tak terasa mengalir sebenih air mata melewati pipinya. Tidak ada yang menjadi saksi laki-laki itu menangis, kecuali sepuntung rokok dan langit malam ini.
°•••Brother konflik•••°
Di sebuah rumah yang nampak begitu besar dan mewah, terlihat seorang anak laki-laki tengah duduk di meja makan menikmati sarapan paginya ditemani Bunda di sisinya.
"Antariksa, kamu makannya yang banyak dong sayang, biar gemuk. Lihat, masa anak bunda kurus begini," ujar Bunda kepada seorang remaja laki-laki bernama Antariksa.
"Aku sudah kenyang Bunda, kalau kebanyakan makan nanti gak fokus sekolahnya," balas Antariksa memegangi perutnya yang sudah terisi penuh.
"Ya sudah terserah kamu, tapi bekalnya jangan lupa dibawa yah, jangan lupa dihabisin juga."
"Iyah Bunda," angguk Antariksa yang hanya bisa menuruti perkataan Bundanya itu, "Kalau begitu Antariksa pergi berangkat sekolah dulu yah Bun."
"Eh tunggu, khusus untuk hari ini biar Bunda yang nganterin kamu pergi ke sekolah."
"Tapi, bukannya Bunda harus berangkat kerja yah?"
"Iyah, tapi nanti. Pagi ini jam kerja Bunda kosong karena rapatnya ditunda sayang. Jadi, Bunda ada sedikit waktu luang buat nganterin anak bunda tersayang ini pergi ke sekolah," jawab Bunda dengan wajah sumringah.
"Owh, gitu yah Bunda."
"Sudah-sudah, ayo cepetan berangkat, nanti kamu bisa telat lagi." Akhirnya, Antariksa dan Bunda pun pergi keluar rumah, menuju sebuah mobil putih yang sudah disiapkan. Dan dengan segera, mereka berdua pun berangkat menuju sekolah.
Sesampainya di sana, di SMA Darmawangsa. Mobil putih itu mulai melambat dan berhenti tepat di dekat pintu gerbang sekolah.
Nampak Antariksa keluar dari dalam mobil dengan sebuah tas ransel yang mengalung di pundaknya, memberikan lambaian tangan kepada Bunda. "Aku pergi masuk dulu yah Bunda," ucap Antariksa.
"Iyah, hati-hati yah sayang," balas Bunda, lalu menutup kembali kaca mobil dan segera pergi meninggalkan area sekolah tersebut.
Setelah melihat kepergian mobil Bunda, Antariksa membalikkan badannya melangkah masuk ke dalam sekolah.
"Gimana rasanya dianter sama Bunda?" Terdengar suara yang begitu familiar di kedua telinga Antariksa, membuat laki-laki itu menoleh ke sisi kanannya. Terlihat Antarez berdiri di sana sambil menyandarkan punggungnya ke dinding.
"Kakak," ujar Antariksa menatap ke arah Antarez, saudara kembarnya itu.
Ternyata sedari tadi Antarez sudah berada di sana, ia menyaksikan bagaimana awal mobil itu datang, sampai kata-kata manis yang Bunda katakan sebelum dia pergi.
"Enak banget yah, jadi anak kesayangannya Bunda," ucap Antarez tersenyum smirk, ia merasa iri dengan perlakuan spesial yang Bunda berikan kepada Antariksa.
Sedangkan di sisi lain Antariksa tidak bisa menjawab apa-apa, selain hanya meremas jari-jemarinya kuat-kuat. Dia bisa mengerti apa yang kakaknya itu rasakan, hati kecilnya pasti merasa sakit.
"A-" baru saja Antariksa mau angkat bicara, sang kakak Antarez sudah menghilang dari hadapannya, dirinya pergi meninggalkan ia begitu saja.
"Kita ini saudara kak, kenapa kakak Antarez bisa bersikap sedingin ini sama Antariksa," batinnya merasa sedih, karena lama kelamaan hubungan persaudaraan mereka semakin terasa asing.
********
Hai, sudah selesai nih baca eps 1 nya, semoga kalian suka yah^^. Boleh dong pencet tombol bintangnya biar aku makin semangat lanjut ke eps selanjutnya. Terimakasih, papayo 👋 👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit
Novela Juvenil[Tahap revisi] "𝚃𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊, 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚖𝚞𝚜𝚞𝚑." 𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚎𝚣_𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚒𝚔𝚜𝚊. Antarez dan Antariksa sepasang anak laki-laki kembar yang terpaksa terpisah sebab perceraian kedua orangtuany...