Eps 23

6.5K 541 17
                                    

•Lambang geng Leopard•-satu jalan, satu jiwa-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Lambang geng Leopard•
-satu jalan, satu jiwa-

********

Antariksa berpamitan keluar sebentar kepada guru pengajar dikelasnya karena ada urusan OSIS, guru itu pun mengizinkan Antariksa untuk keluar kelas dan meninggalkan pelajarannya yang memang sebentar lagi selesai.

Seperti yang Kenzie laporkan kepada dirinya, kalau ada siswa yang merokok di rooftop. Tanpa pikir panjang, Antariksa langsung melangkahkan kakinya segera pergi kesana, sebelum anak itu pergi.

-Rooftop sekolah.

Antariksa membuka pintu tersebut tanpa ragu, dan benar saja, persis seperti yang Kenzie katakan, masih ada satu orang siswa di sana tengah menikmati sepuntung rokoknya seraya duduk di lantai menengadah ke atas langit.

Antariksa mulai berjalan mendekat tanpa menimbulkan suara apapun, mencoba mendekati anak tersebut secara diam-diam.

"Ada perlu apa Lo ke sini?" tanyanya sambil menolehkan setengah kepalanya.

"Kakak," ujar Antariksa cukup terkejut, bagaimana bisa dia tidak menyadari kalau dia adalah Antarez.

"Ck, sudah gua bilang jangan panggil gua kakak," gumam Antarez berdecak.

"Gua di sini cuman numpang ngerokok, gak minum miras, bunuh orang, mabuk-mabukan," ucap Antarez memperjelas, jauh tadi sebelum Antariksa tiba. Tidak sengaja ada seorang siswi memergoki Antarez tengah merokok di sana, kemungkinan dia juga yang telah melaporkannya kepada anak OSIS.

Antariksa diam sebentar, melihat ke arah rokok tersebut dan wajah Antarez secara bergantian. Mimik mukanya tidak bisa dijelaskan, Antariksa kembali berjalan mendekat lalu duduk di samping Antarez.

Tangan Antariksa mengambil satu puntung rokok baru dari dalam wadahnya yang kebetulan tergeletak di sebelah tubuhnya, "Ajarin aku ngerokok kak!" pinta Antariksa tiba-tiba, lantas Antarez menautkan kedua alisnya.

"Lo udah gila yah?" balas Antarez kepada Antariksa, ia tahu kalau merokok di sekolah itu salah, lalu kenapa Antariksa tidak menegur atau memarahinya, dan malah ingin ikut merokok bersama dengan dirinya.

"Aku waras," jawab Antariksa mengembangkan kedua sudut bibirnya.

"Ayo ajarin Antariksa ngerokok, gimana cara pegangnya? gini kan?" sambung Antariksa kesulitan untuk memegang sepuntung rokok tersebut, ia tidak tahu bagaimana cara mengapit rokok itu diantara jari-jari, dan berkali-kali juga jatuh.

Antarez tidak merubah ekspresi wajahnya sama sekali, alis anak itu saling bertaut, mukanya sangat marah bercampur kesal. Ini lelucon atau apa? apa Antariksa sengaja melakukan ini berniat untuk mengolok-olok dirinya.

Antarez langsung mematahkan rokok yang Antariksa pegang menjadi dua bagian, lalu membuangnya begitu saja. "Gak perlu," balas Antarez.

Rokok itu direbut kasar dari telapak tangannya, Antariksa melihat potongan-potongan rokok itu telah remuk dan hancur. "Kenapa?" tanya Antariksa terlihat sangat menggemaskan.

"Kenapa Antariksa gak boleh ngerokok, sedangkan kakak boleh?" sambungnya.

"Jangan," lirih Antarez memalingkan wajahnya dari Antariksa.

"Cukup gua aja yang rusak, Lo jangan," batin Antarez tersenyum tipis.

Cukup dia saja yang hancur, cukup dia saja yang harus menanggung pedih ini, cukup dia saja yang menahan rasa sakit. Sebenci bencinya Antarez kepada adiknya, masih ada secuil kasih sayang juga rasa perhatian dia kepada Antariksa. Bagaimana pun juga mereka adalah saudara, walaupun sekarang Antarez enggan untuk mengakui hubungan itu.

Sebuah hubungan yang memang sudah hancur dan sulit untuk diperjuangkan kembali, lalu untuk apa dipertahankan.

"Tumben-tumbenan Lo pakai Hoodie, haha baju setrika nya kemana?" tanya Antarez tertawa remeh, dandanan Antariksa hari ini terlihat sedikit berbeda tidak seperti biasanya. Yang setiap harinya ke sekolah selalu memakai baju seragam rapi anti kusut, sekarang tertutup dengan Hoodie hitam yang membalut tubuhnya.

Antariksa memutar bola matanya malas, "ini," tunjuk Antariksa pada pipi kirinya yang terdapat bekas luka lebam kebiruan di sana.

"Kalau gak gara-gara ini, aku pasti gak bakalan ke sekolah pakai Hoodie," sambung Antariksa.

"Siapa suruh datang ke markas geng Leopard tanpa seizin gua? pakai ngotot minta masuk segala?" jawab Antarez blak-blakan, membuat Antariksa langsung kicep.

"Geng gua gak butuh anak TK, walaupun umur Lo sekarang tujuh belas tahun, tapi di mata gua Lo masih bocil umur lima tahun."

"Antariksa bukan bocil!" kesal Antariksa mengerucutkan bibirnya, kalau dilihat-lihat sudah lama sekali mereka berdua bisa bicara selama ini.

"Hm," deham Antarez mengangkat satu sudut bibirnya.

"Kak," panggil Antariksa memegang telapak tangan Antarez, tatapan mata anak itu berubah tidak seperti sebelumnya.

"Ikut ke rumah bunda yuk! kita tinggal sama-sama lagi, bertiga aja, cuman Antariksa, bunda, sama kakak." Mendengar ajakan dari Antariksa, bola mata Antarez membulat, hidup bahagia memanglah keinginannya dari kecil dulu. Tapi, trauma masa lalu tidak dapat semudah itu untuk disembuhkan.

Antarez menjauhkan tangannya dari genggaman Antariksa, "Gua gak bisa," balas Antarez.

"Lah kenapa kak? memangnya kakak gak kangen sama bunda? kakak gak mau kita hidup sama-sama lagi?" tanya Antariksa sempat merasa bingung dengan ucapan yang Antarez lontarkan.

"Kalau Lo berada disisi gua, Lo pasti paham," balas Antarez menatap awan putih di atas sana. Tatapannya terlihat begitu jauh dan dalam, ada begitu banyak rasa yang tergambar dari iris matanya.

"Kalau begitu," ucap Antariksa.

"Gimana kalau kita tukar posisi aja? untuk satu hari ini aja, sepulang sekolah kakak bisa pulang ke rumah bunda, aku pulang ke rumah papa. Antariksa yakin mereka berdua gak mungkin sadar kalau kita tukar posisi."

"Emang Lo yakin?" tanya Antarez sedikit ragu.

"Yakin, kalau seumpama satu hari ini berhasil, kita bisa lakuin hal ini setiap waktu, kakak bisa ketemu sama bunda dan dapat perhatian dari bunda juga kan?" balas Antariksa membuat mata Antarez berbinar. Yah, dia sangat menginginkan kasih sayang dari ibundanya.

"Tapi papa, Lo mau ketemu sama manusia sebangsat dia?"

"Kalau soal itu." Kini Antariksa lah yang terlihat ragu, kalau seumpama dia berganti posisi dengan Antarez, berarti dia harus satu atap dengan papanya itu, dan dia juga tahu kalau tuan Agral ada tipe orang yang berwatak keras.

"Enggak apa-apa, papa juga gak bakal tahu kalau Antariksa yang ada di sana," balas Antariksa walaupun kenyataannya dia merasa takut, kalaupun nanti dia harus mendapat kekerasan dari papanya, itu memang sudah resiko yang harus ia tanggung.

Mendapat beberapa luka demi satu kebahagiaan itu tidak masalah kan? pilihan ini rela Antariksa lakukan, agar kakaknya Antarez juga mendapatkan kasih sayang yang sebanding.

"Oke, gua setuju," ucap Antarez sambil berdiri, dan menepuk-nepuk paha serta bokongnya dari debu-debu kecil yang hinggap pada celana yang ia kenakan.

"Tapi jangan salahin gua, kalau sebelum dua puluh empat jam, Lo sudah mati gantung diri di dalam kamar karena depresi," pungkas Antarez seakan memberikan anak itu peringatan.

"Gua balik dulu ke kelas," Antarez pergi begitu saja meninggalkan Antariksa, "Gantung diri?" batinnya menelan ludah.

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang