Eps 79

4.7K 341 37
                                    

"Hi, jangan lupa senyum yah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hi, jangan lupa senyum yah. Kalau bukan untuk orang lain, setidaknya untuk dirimu sendiri."

-Genandra Aksa Kasela-

********

-Di tempat pemakaman.

Antariksa datang sambil membawa sebuket bunga mawar putih, dan ditaruh lah benda tersebut di atas makam. Ia tersenyum tipis saat melihat gundukan tanah itu, "kakak, Antariksa di sini," ucap Antariksa tertuju pada batu nisan bertuliskan nama Antarez Putra Kasela.

"Aku datang bawa bunga kesukaan kakak," pungkas Antariksa, sewaktu mereka kecil Antarez pernah mengatakan kalau dia amat menyukai bunga mawar putih. Dan sekarang, Antariksa juga masih tidak menyangka, sebuah bunga yang ia harap bisa dia berikan pada kakaknya, malah dipersembahkan di atas makam Antarez.

"Yang abadi itu kenangan, umur hanyalah angka, bahkan tubuh ini pun bukan milik kita."

"Makasih yah kak sudah datang ke mimpi Antariksa, walau sebentar tapi aku tetep seneng kok."

"Ah, gua lupa, gua udah janjian sama Hans mau kerja kelompok di rumah dia," ucap Antariksa menepuk jidat. "Antariksa pergi dulu yah kak, aku janji bakal sering-sering datang ke sini," pamit Antariksa lalu lekas pergi meninggalkan area makam.

Selang sekitar tiga menit, setelah kepergian Antariksa, nampak seorang remaja mengenakan baju seragam SMA Darmawangsa berjalan masuk ke dalam sana, dan berhenti di depan makam Antarez.

"Kenapa Antariksa panggil dia kakak?" batin Genandra, menatap penasaran kepada batu nisan yang juga memiliki marga yang sama seperti dirinya. "Apa dia juga."

-Di luar area makam.

"Hallo Tuan, apakah urusan anda sudah selesai?" tanya sopir pribadi Genandra sekaligus asistennya.

"Hm, sudah," balas Genandra.

"Maaf Tuan, kalau boleh saya tahu, anda datang kemari untuk menemui siapa?" tanyanya penasaran.

"Tidak ada, kau tidak perlu tahu Zen, lebih baik ayo kita pulang!" jawab Genandra kepada asistennya yang bernama Zen itu.

"Baik Tuan, oh yah, Papa Tuan baru saja menghubungi saya, kalau nanti malam beliau akan datang ke rumah untuk makan malam bersama dengan Tuan," ujar Asisten Zen menyampaikan pesan.

"Tolong katakan kepada si tua itu, walau aku makan sendirian tanpa kehadirannya pun jauh lebih nikmat, daripada harus makan bersama dengan dia," balas Genandra sinis, dan masuk ke dalam mobil seraya membanting pintu.

"Haahh," hela Asisten Zen, dan ikut masuk ke dalam mobil.

******

-Rumah Hans.

Bams, Antariksa, serta Hans si tuan rumah sedang kerja kelompok bersama di sana. Duduk-duduk di ruang tamu tanpa kursi, hanya beralaskan karpet dengan kipas angin besar, serta banyak sekali camilan. Beeuuuhhh mantap.

"Doni membeli seribu buah apel, lima ratus buah jeruk, dan dua juta buah semangka, kebetulan ia sedang membawa uang sebesar lima milyar rupiah. Pertanyaannya siapakah nama bapak Doni?" ucap Bams membaca soal matematika di buku paketnya.

"Bangke, gua mana tahu nama bapaknya woy! Sumanto? Gila, bawa uang lima milyar yang ditanya nama bapaknya, asem nih matematika, makin gak jelas aja pertanyaannya," kesal Bams.

"Sama, gak like gua," tambah Hans, "masa si Doni beli buah semangka dua juta, buat apaan coba? Bikin istana? Mungkin yang bikin soal sedang depresot berat."

"Udah kalau gak bisa, lanjut aja ke soal kedua," usul Antariksa.

"Bu Mirna pergi ke pasar membeli ikan asin sebanyak dua kilogram, serta sayur bayam dua ikat dengan harga sepuluh ribu rupiah. Pertanyaannya, mengapa Bu Mirna selingkuh dan siapa nama laki-laki itu?"

"GOBLOK!!!!" marah Bams tak terkontrol, dengan kedua tangan yang sudah mengambil ancang-ancang untuk menyobek buku paket tersebut. "MANA GUA TAHU DIA SELINGKUH."

"Santai Bams santai, istighfar!" sahut Hans meminta temannya untuk tenang.

"Mending kita ngerjakan sejarah dulu aja deh Sa, daripada si Bams jadi gila entar," ujar Hans kepada Antariksa.

"Oke," angguk Antariksa menutup buku tulis dan paket matematikanya, lalu mengeluarkan buku sejarah dari dalam tas ransel. "Emang bener yah kalau ada yang bilang, matematika hanya bisa dicintai oleh orang yang tepat," sambung Antariksa.

"Ye sorry yah, gua mah lope-lope nya cuman buat pelajaran olahraga aja, pak Karto forever," sahut Bams merasa tersindir.

"HANS, BELIKAN EMAK TERASI NAK!" terdengar suara teriakan cukup keras dari arah dalam, menggema satu rumah.

"Inggih Mak!" balas Hans menyahuti ucapan Emaknya.

Info: kata inggih adalah bahasa Jawa krama halus yang memiliki arti iya, biasanya digunakan kepada orang yang lebih tua.

"Bentar yah guys, gua ada misi darurat," ucap Hans lekas masuk ke dalam untuk menemui wanita tersebut. Hans berpamitan sebentar kepada Bams dan Antariksa, kalau ia harus pergi ke warung untuk membeli terasi dan gula.

Sesampainya di depan warung langganan Hans, ia segera memanggil pemilik warung tersebut dan mengatakan apa yang ingin anak itu beli. Setelah selesai, Hans memberikan selembar uang sepuluh ribu kepada Bapak berpeci hitam, dengan kumis tipis di bawah hidungnya.

Hans masih diam berdiri di sana, dengan kresek putih yang berisi terasi dan gula. Entah apalagi yang ia tunggu. "Kok masih di sini nak?" tanya Bapak berpeci hitam tersebut.

"Loh gak ada kembaliannya pak?" tanya Hans.

"Uang kamu pas nak," balasnya membuat Hans menelan ludah.

"O-oh iyah, pas yah Pak, kalau begitu saya pulang dulu inggih Pak," ujar Hans merasa malu, semalu-malunya.

"Iyah nak, silahkan!" jawab Bapak berpeci itu kepada Hans.

"Sial lo Hans, mau berdiri satu jam, satu abad di sana juga gak bakal dikasih, uang lo kan pas bangke. Terus tadi kenapa Emak bilang, kalau kembalian uang lima ribunya buat gua, ditipu gua astagfirullah," batin Hans merasa dibohongi oleh Emak.

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang