Di sebuah lorong sepi sekolah dekat toilet lama, tidak terlalu banyak anak-anak yang berlalu lalang karena tempat itu memang jarang dikunjungi. Kotor, dan dipenuhi sarang laba-laba. Memangnya siapa yang mau singgah di tempat seperti itu.
"Eh mana duit Lo!" Palak seorang siswa kepada anak berkacamata bulat bertengger di hidungnya, di samping kesunyian tempat ini sering dimanfaatkan oleh para siswa-siswi nakal, untuk melakukan hal-hal jahat, membully salah satu contohnya.
"Gu-gua gak punya uang," Balasnya takut, dia sudah terpojok, punggungnya menempel dinding dengan keempat siswa berdiri di hadapannya layaknya seorang preman.
"Gua bilang mana duit Lo!" Bentaknya sambil memukul keras ke arah tembok samping telinga siswa tersebut, sehingga suaranya menggema seisi lorong.
"Ta-tapi, gua sudah-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, laki-laki itu memperintahkan kepada ketiga temannya untuk menggeledah baju anak tersebut.
"Ini bos," Ujar seorang siswa kepada ketuanya, memberikan selembar uang sepuluh ribu kepada dirinya.
"Terus ini apa kalau bukan duit hah!" Ucapnya memukul keras pipi anak tersebut, hingga kacamatanya terjatuh. Sakit, sekarang anak itu hanya bisa memegangi wajahnya yang biru, melawan? hh dia tidak cukup kuat untuk melawan mereka berempat.
Mereka yang lemah akan ditindas oleh mereka yang kuat. Apa ini yang dimaksud hukum dunia? apa yang lemah tidak punya kuasa untuk bahagia?
"HEI!!!" Terdengar suara teriakan tak jauh dari lorong, terlihat laki-laki berpostur tubuh tinggi berjalan menghampiri mereka berlima seraya mengepalkan kedua tangannya.
"Eh eh bos, gawat itu Antarez!" Panik salah satu dari mereka, menepuk-nepuk pundak pemimpinnya itu.
"Iyah bos, kabur yuk! gua gak mau bonyok di sini," Sahut temannya.
"Haah, Lo semua kenapa sih! dia bukan Antarez!" Balasnya kepada kedua anak buahnya yang sudah bercucuran keringat dingin.
"Pake mata Lo baik-baik, dia Antariksa," Sambungnya, menunjuk ke arah lelaki tersebut yang semakin mendekat kepada mereka. Memang benar, Antarez dan Antariksa tidak terlalu susah untuk bisa membedakan keduanya.
Cara berpakaian mereka saja, sudah dapat terlihat dimana perbedaannya, Antariksa lebih ke arah rapi dan paling mematuhi tata tertib berseragam sekolah. Sedangkan kakaknya Antarez, dia tidak perduli sama sekali.
Dua kancing atas baju terbuka, tidak mengenakan kaos kaki, baju seragam tidak dimasukkan, kadang tidak mengenakan sabuk, mungkin hanya dasinya saja yang terlihat paling rapi diantara sederet pakaian yang dia kenakan.
Ada satu motivasi yang entah muncul dari mana hingga Antarez berani melakukan ini. "Gua sekolah di sini bayar, jadi terserah gua mau dandan model macam apa, itu hak gua." Kurang lebih seperti itu.
"Kalian ngapain di sini?" Tanya Antariksa disertai sorot mata tajam, meminta kepada anak yang menjadi korban bully tersebut agar berdiri di belakangnya.
"Kenapa? mau jadi sok jagoan?" Jawabnya dengan senyum menyeringai.
"Cih, mentang-mentang Lo jadi ketua OSIS, Lo pikir kita berempat bakalan takut sama Lo!" Bentaknya tepat pada wajah Antariksa.
Tekad Antariksa sedikit goyah, tapi mimik wajahnya harus tetap menunjukkan kalau dia itu kuat. Antariksa tidak bisa dibentak sedikitpun, di hati anak itu pasti timbul rasa takut. Apalagi selepas menjadi tawanan geng black panther, mental Antariksa semakin lemah.
"Apa Lo semua sudah lupa? di sekolah ini gak boleh ada yang namanya pembullyan, berapa kali harus gua bilang," Ujar Antariksa, malah mendapat bogem mentah dibagian perutnya.
Anak itu terduduk kesakitan dibagian perutnya, mengerang, seraya memegang bekas pukulan tersebut yang terasa perih. "Ah," Rintihnya.
"Memangnya kenapa? Lo juga gak bisa bela dia kan? jadi percuma," Ujar anak tersebut sinis, memandang remeh Antariksa dan siswa berkacamata yang masih berdiri di belakang lelaki itu.
"Selama bukan Antarez yang gua lawan, Lo semua gak ada apa-apanya, cuman semut kecil," Pungkasnya dan dibalas tawa oleh ketiga temannya.
"Owh," Samar-samar telinga Antariksa mendengar sesuatu, tiba-tiba saja ada seorang siswa berdiri di samping tubuhnya. Antariksa menatap sepasang sepatu sneaker itu dengan mata terbelalak.
"Memang kenapa kalau gua?" Tanyanya seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Jadi curut Lu pada?" Pungkas Antarez dengan sorot mata dingin.
"A-Antarez, maksud gua," Ujar pemimpin geng tersebut gemetar, ia sungguh merasa takut jika harus berhadapan dengan preman sekolah sesungguhnya.
Antarez bukanlah anak nakal yang suka memalak murid lain seperti mereka, tapi sebutan preman diberikan kepada Antarez, karena setiap ada masalah anak itu selalu menyelesaikannya dengan adu kekuatan.
Bola mata Antarez melirik ke arah adiknya Antariksa yang masih duduk di lantai, sambil memegangi perutnya. Antarez berdesis, mengendorkan dasinya, dan menggulung lengan bajunya sampai siku.
"Rez, kita-" Baru saja keempat anak itu hendak melarikan diri, Antarez menarik kerah baju belakang mereka begitu keras hingga tersungkur ke lantai.
Menghantamkan wajahnya pada dinding, suara retakan tembok merambat kemana-mana. Salah satu dari mereka mencoba melawan, tapi tendangan keras langsung Antarez berikan, dan diakhiri dengan menginjak telapak tangan anak tersebut.
Antariksa beserta siswa berkacamata itu hanya bisa menyaksikan perkelahian ini, mereka bisa melihat seberapa buas dan liarnya sesosok Antarez. Kekerasan seolah memberikan anak itu sensasi yang sangat puas di dalam dirinya.
Antarez berjongkok di hadapan keempat siswa yang sudah terkapar di atas lantai itu, dengan berbagai karya seni yang ia ciptakan di sekujur tubuh mereka.
"Cuman gua yang berhak pukul Antariksa, tangan kotor kalian sama sekali gak punya hak, buat sentuh tubuh dia," Ucap Antarez pelan namun tajam, lalu kembali menegakkan tubuhnya.
"Ma-makasih," Ujar siswa berkacamata itu gugup.
"Hm," Balas Antarez, lalu melihat anak tersebut berlari pergi dari sana.
"Kak," Panggil Antarez perlahan mencoba berdiri, sambil berpegangan pada tembok.
"Terimakasih sudah nolongin Antariksa," Balas Antariksa kepada Antarez.
"Buat apa Lo berterimakasih sama gua?" Tanya Antarez masih dengan sikap dinginnya.
"Yah, karena kakak sudah nolongin kita , memangnya apa lagi," Jawab Antariksa.
"Gua gak ada niatan buat nolongin Lo," Ketus Antarez.
"Gua ke sini cuman mau mempertahankan harga diri gua aja, gua gak mau dicap sebagai orang lemah hanya karena punya kembaran gak berguna macam Lo," Sarkas Antarez kepada Antariksa, hati anak itu sakit ketika mendengarnya.
"Oh yah," Ujar Antarez sebelum beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Kalau Lo berniat mau membantu orang, usahakan Lo punya kekuatan untuk melindungi dia. Jangan malah nambah beban, dan membuat dia kecewa sebab sudah dilindungi oleh orang yang lemah," Pungkas Antarez lalu melanjutkan langkahnya.
Antariksa menyaksikan punggung kakaknya yang perlahan mulai lenyap, pandangan anak itu buram sebab air mata yang mulai keluar meluncur bebas begitu saja. "Yah kak, gua akui, gua lemah! gua pengecut!" Batin Antariksa.
"Oleh sebab itu, gua masih butuh Lo disisi gua, gua masih butuh kakak, sampai kapan Lo mau benci gua."
°•••Brother konflik•••°
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit
Подростковая литература[Tahap revisi] "𝚃𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊, 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚖𝚞𝚜𝚞𝚑." 𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚎𝚣_𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚒𝚔𝚜𝚊. Antarez dan Antariksa sepasang anak laki-laki kembar yang terpaksa terpisah sebab perceraian kedua orangtuany...