Eps 69

5.5K 466 37
                                    

"Dulu gua cengeng banget yah. Sebutan anak lemah memang cocok banget buat diri gua yang dulu," ujar Garuda mengingat kembali akan sebutan Antarez yang selalu ia gunakan untuk memanggil dirinya dahulu.

"Rez, kita teman bukan?" lirih Garuda dengan perlahan mengeluarkan sebuah pistol dari dalam saku celananya.

"Dan teman itu harus selalu bersama, dan saat ini gua menginginkannya," Garuda menempelkan mulut pistol tersebut tepat di sebelah kanan kepalanya.

Wuuussshhhh  semilir angin berhembus, semakin terasa dingin dan menusuk kulit, perlahan Garuda menutup kedua matanya, dengan jari telunjuk yang sudah siap untuk menarik pelatuk pistolnya.

"Antarez, tunggu gua," batin Garuda, lalu //dor//

"Garuda," kejut Moza yang baru saja memarkirkan sepeda motornya di teras rumah Garuda, dia sangat terkejut setelah mendengar dentuman suara pistol dari arah dalam rumahnya.

Anak itu langsung bergegas berlari ke dalam rumah Garuda, Moza benar-benar merasa takut telah terjadi sesuatu kepada temannya itu.

"Bi, Garuda ada dimana Bi?" tanya Moza terburu-buru kepada pembantu perempuan yang kebetulan sedang menyapu di ruang tamu.

"Tu-tuan Garuda, sekarang ada di rooftop nak," balas pembantu wanita itu terbata-bata, ia juga sama terkejutnya selepas mendengar suara dentuman keras tersebut.

"Shit," umpat Moza lekas menaiki tangga menuju rooftop.

"Garuda!" dengan perasaan panik Moza mengetuk pintu rooftop berulang kali yang dalam kondisi tertutup.

"Gak ada jawaban," batin Moza yang sama sekali tidak mendengar sahutan suara dari Garuda dari dalam sana.

"Garuda! Garuda! Buka pintunya!" sama saja, masih tidak terdengar jawaban apapun dari Garuda dari dalam sana, hingga Moza memutuskan untuk mencoba mendobrak pintu tersebut.

/Bug bug bug/

Berkali-kali Moza mencoba untuk mendobraknya dengan sekuat tenaga, tetapi pintu tersebut masih belum terbuka juga. Pintu itu dapat dikunci ganda, pasti Garuda telah menguncinya dari dalam, hingga membuat Moza kesulitan.

"Gawat," perasaan Moza semakin tak karuan, suara dentuman tembakan tadi membuatnya sungguh ketakutan. Ia takut, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Garuda didalam sana.

Ia tidak memiliki pilihan lain selain menghancurkan pintu tersebut, Moza mengambil sebuah tongkat baseball besi yang kebetulan ada di sana. Ia menggunakannya untuk menghancurkan gagang pintu, lalu mendobrak sekuat tenaga menggunakan kaki kanannya hingga 'brak' akhirnya pintu pun berhasil terbuka.

"Garuda!" teriak Moza.

Alih-alih melihat kejadian yang amat mengerikan, realita justru menampilkan  kebalikannya. Bukan darah, ataupun tubuh Garuda yang sudah terkapar mengenaskan, melainkan laki-laki yang sibuk bersantai duduk di atas kursi sambil menikmati segelas minuman jus buah.

"Ga-Garuda, Lo?" cengang Moza melihat Garuda dalam keadaan baik-baik saja. Padahal awal tadi dia berpikir kalau anak itu, ah sudahlah! Dia benar-benar dibuat bingung dengan keadaan.

"Apa Bang?" tanya Garuda dengan wajah datar melihat ke arah Moza yang masih dengan muka syok nya.

"Gu-gua pikir Lo tadi."

"Lo ngapain sih Bang? Bikin orang kaget aja, kalau mau masuk itu ketuk pintu dulu, ganggu orang istirahat aja," sebal Garuda menatap pintunya yang sudah rusak akibat ulah Moza.

"Ini anak sudah gila apa gimana sih?" batin Moza merasa bodoh, otaknya benar-benar macet sekarang.

"Lihat noh pintu gua sampai bolong, ganti gak! Baru kemarin dicat, sekarang udah Lo rusakin."

"Yeye Da, gua minta maaf," balas Moza memutar bola matanya, usaha anak itu ternyata sia-sia saja, badan udah sakit semua, encok pegel linu, ternyata yang dikira bunuh diri masih sehat walafiat, buang-buang tenaga bangsat!

"Gua kira Lo bunuh diri brengsek!" Moza menampar pipi Garuda untuk meluapkan kekesalannya, rasanya sangat gatal.

"Ck, pipi gua ternodai Bang! Udah gak suci lagi!" balas Garuda ikutan kesal, seraya memegang pipi kirinya yang panas.

"Siapa yang bunuh diri? Itu tadi cuman suara petasan kok."

"Suara petasan darimana bangke, jelas-jelas itu suara pistol!" tamparan panas sekali lagi mendarat di pipi Garuda yang satunya.

"Jangan bilang Lo depresi semenjak kepergian Antarez, gua juga Da, gua juga sedih, tapi bukan seperti ini caranya," ujar Moza membuat suasana menjadi sendu.

"Gua memang lagi kangen sama dia," jawab Garuda mengalihkan pandangannya dari Moza, menatap ke arah langit malam yang bertaburan bintang.

Senyuman manis terbit begitu indah di bibirnya, "tidak harus dengan bunuh diri agar gua bisa bertemu Antarez, cukup tutup kedua mata gua lalu rasakan," ucap Garuda sembari memegang dadanya. Yah Antarez berada di sana, Antarez tumbuh dan hidup di hati Garuda, untuk saat ini dan selamanya.

********

-Kediaman Antariksa.

"Bi, Bibi tahu kemana Antariksa? Tadi saya lihat di kamarnya dia gak ada di sana?" tanya Nyonya Mawar kebingungan mencari keberadaan Antariksa.

"Loh, nak Antariksa sudah berangkat sekolah Nyonya, pagi-pagi tadi dia minta antar sama bapak," balas pembantu rumah tersebut, bapak yang dimaksud adalah sopir pribadi Antariksa.

"Kok gak bilang dulu sama saya? Biasanya dia selalu pamitan dulu sama saya kalau mau berangkat sekolah," heran Nyonya Mawar, semenjak kepulangan Antariksa dari rumah sakit, sikap anak itu mulai banyak berubah.

"Saya tidak tahu Nyonya, saya pikir Nyonya Mawar sudah tahu kalau Antariksa berangkat sekolah."

"Anak itu," batin Nyonya Mawar geleng-geleng kepala, padahal masih pagi tetapi suasana hatinya sudah buruk saja. "Baik Bi, terima kasih."

"Sama-sama Nyonya, kalau begitu saya permisi dulu mau melanjutkan tugas," balas pembantu wanita tersebut lalu berlalu pergi dari hadapan Nyonya Mawar.

Nyonya Mawar mengambil handphonenya dari dalam saku celana, baru saja dia menyalakan benda pipih itu sudah mendapatkan beberapa pesan singkat dari Antariksa.

-Antariksa-

Antariksa:
"Assalamu'alaikum Bunda, Antariksa berangkat sekolah duluan."

Antariksa:
"Maaf tadi waktu di rumah Antariksa memang sengaja gak minta izin dulu sama Bunda, Antariksa gak bakal mau bicara sama Bunda sebelum Bunda mau jujur soal kemana perginya kak Antarez."

Nyonya Mawar membaca pesan yang dikirim oleh Antariksa, ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana, sedih atau marah? Kedua perasaan itu bercampur menjadi satu di dalam dirinya. Masalah demi masalah mulai bermunculan semenjak kepergian Antarez, dan sekarang seorang adik yang tidak mengerti apa-apa ingin mengetahui dimana keberadaan kakaknya, kalau kalian menjadi Nyonya Mawar jawaban apa yang akan kalian berikan kepada Antariksa?

Antariksa yang duduk di dalam mobil, kursi tengah belakang sopir. Dia melihat centang dua yang semula berwarna abu-abu kini sudah berubah menjadi biru. Antariksa harap dengan membaca pesan darinya, Bunda bisa memberikan sedikit penjelasan.

Jari jempol Antariksa menekan tombol panggil kepada sebuah kontak yang ia beri nama 'kakak'. Sejujurnya, Antariksa sudah mempunyai nomor Antarez sejak lama, namun Antarez sangat malas atau bisa dikatakan cuek untuk menerima telepon dari Antariksa, kalaupun dikirimi pesan, ia hanya membacanya saja.

"Tidak diangkat," gumam Antariksa melihat panggilan itu terputus, sudah berkali-kali dia mengirimkan pesan kepada nomor Antarez. "Centang satu."

Raut wajah Antariksa kembali sedih, hatinya merasa kecewa. "Kakak, kak Antarez ada dimana?"

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang