BROTHER KONFLIK 05

1.1K 76 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kau lucu, ya? Berlagak berusaha menenangkan luka orang lain, sedangkan dirimu sendiri berantakan."

********

Pembelajaran kembali dimulai, seluruh murid tengah sibuk melakukan aktivitas sesuai mata pelajaran mereka di kelasnya masing-masing. Lorong-lorong sepi, hanya segelintir orang yang berlalu lalang di halaman sekolah sampai tak terasa bel berbunyi tiga kali.

Antariksa pulang terlebih dahulu bersama pak sopir, sebab Genandra yang harus mengambil motornya terlebih dahulu di bengkel. Sebenarnya, tadi anak itu sempat mengajak Antariksa untuk menemani dirinya tapi dia menolak, ya... siapa sih yang mau dibonceng sama cowok spek brutal macam dia. 

"Kita langsung pulang Tuan?" tanya pak sopir sembari mengemudi, bersama Antariksa yang duduk di kursi tengah samping jendela.

"Iya Pak," balas Antariksa menyandarkan kepalanya pada kaca mobil, dengan pandangan yang menatap kosong ke arah jalanan di luar sana. Hari ini cukup melelahkan, dan kembali mengingatnya membuat energinya semakin terkuras. Ia cuman bisa menghela napas, dan berusaha menerima.

Lama perjalanan mereka membuat rasa kantuk itu datang, kurang sedikit lagi kelopak matanya tertutup. Dia menguap lebar dan bersiap untuk tidur, "tunggu, itu kan!" kejut Antariksa sontak terbangun dan menatap intens kepada sesosok remaja di luar sana dekat lampu merah.

Laki-laki itu menaiki motor sport dan helm full face, biasa saja, tapi tato di tangannya membuat Antariksa kembali teringat akan foto yang dikirim oleh Genandra. Cepat-cepat, Antariksa memeriksa handphonenya untuk mengecek gambar dari Genandra dan membandingkannya dengan pemuda tersebut.

"Sama," gumam Antariksa masih dengan rasa tidak percaya, takdir memberikan kesempatan mereka untuk bertemu. "Gue harus tahu siapa dia."

"Pak, bisa tolong ikuti pengendara motor di dekat lampu merah di sana," pinta Antariksa kepada pak sopir.

"Apa dia teman Tuan?" tanya pak sopir ikut menoleh ke arah mana jari telunjuk Antariksa pergi.

"Iya, dia teman saya. Jadi tolong ya Pak, saya ada urusan sama dia," balas Antariksa dan dibalas anggukan oleh pak sopir, jalan yang seharusnya lurus menuju rumah kini berbelok untuk mengikuti si pengendara motor itu.

Ketika mengikutinya secara diam-diam, mobil Antariksa berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan dirinya, jangan sampai dia curiga dan meloloskan diri karena ini adalah kesempatan emas untuk Antariksa menuntaskan rasa penasarannya.

Mobilnya terus melaju membuntuti motor sport berwarna hitam itu, sampai, ada satu hal yang baru membuat Antariksa sadar, yaitu jalanan yang mereka lalui lama-kelamaan semakin terpencil dan sepi. "Ini dimana?" bingung Antariksa menyaksikan pemandangan pepohonan yang lebat dan jalanan yang tidak semulus sebelumnya.

"Tuan muda, apa anda yakin ingin tetap mengikuti teman anda?" tanya pak sopir ragu.

Antariksa terdiam beberapa detik sebelum kembali menjawab, "ya pak, tolong ikuti terus ya," pinta Antariksa, berusaha membuang semua keraguan dalam hatinya. Bagaimanapun juga ini sudah setengah jalan, jangan sampai dia menyerah begitu saja.

"Dia ngapain pergi ke tempat sepi begini?" batin Antariksa merasakan bulu kuduknya berdiri. "Tapi... gue harus tahu siapa dia, setidaknya gue cuman mau lihat mukanya aja."

Sejujurnya, Antariksa tidak akan setertarik ini jika anak itu tidak menggugah sesuatu dalam benaknya. Punggung itu, bentuk tubuh itu, Antariksa seperti tengah melihat seseorang dalam raga anak tersebut. Ditambah lagi, penyataan dari Genandra yang mengatakan kalau mereka memiliki kesamaan, Antariksa seolah-olah dibuat berharap akan sesuatu yang mustahil tapi ia tahu ini nyata.

"Tuan," panggil pak sopir membuat Antariksa kembali sadar dari lamunannya.

"Iya pak?" balas Antariksa melihat punggung pria tersebut.

"Saya kehilangan teman anda Tuan, saya berpaling sebentar tapi dia sudah tidak ada," ujar pak sopir dan lekas Antariksa melihat ke arah kaca depan mobil. Dia tidak ada di sana.

"Sialan!" batinnya kesal.

"Maafkan saya Tuan, sekarang kita harus bagaimana? Apa kita pulang saja?" melihat waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, keadaan jalanan juga sepi dan dipenuhi pepohonan lebat, pak sopir berpikir daripada mengambil resiko lebih baik pulang saja.

"Tidak pak, dia pasti masih ada di depan, jadi tolong jangan pulang dulu ya pak," pinta Antariksa memohon, melihat tuannya meminta seperti itu membuat pak sopir tidak tega. Sebenarnya, apa yang anak itu cari sampai sejauh ini?

"Tapi Tuan, memang urusan apa yang anda punya dengan teman anda? Apa besok tidak bisa, saya takut kalau sampai nanti terjadi apa-apa," balas pak sopir.

Antariksa menekuk wajah, ia membenci jawaban itu. "Baiklah," ucap Antariksa menghela napas kasar, membuat senyuman terbit di bibir pak sopir, ia lega tuannya mau mendengarkan nasihatnya.

"Kalau Bapak tidak mau, biar saya yang mencarinya sendiri," Antariksa langsung membuka pintu mobil dan berlari keluar.

"TUAN MUDA! JANGAN TUAN!" teriak pak sopir dari dalam mobil, tapi tidak digubris sama sekali oleh Antariksa. Anak itu tetap berlari mengacuhkan panggilan pak sopir yang perlahan-lahan mulai hilang.

Kedua kakinya terus berlari, meninggalkan jejak di atas tanah yang terdapat daun-daun kering. Antariksa berlari tanpa arah sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah, ia berusaha menemukan anak itu, berharap masih sempat untuk menemuinya walau sebentar saja.

"Sialan! Dia dimana?" kesalnya sebab tidak menemukan siapapun di sana, sejenak, Antariksa berusaha mengontrol napasnya yang ngos-ngosan, tangan kanannya memegang pohon dengan tangan lainnya menopang lutut. 

"Cih, padahal ini kesempatan gue buat tahu siapa dia, haaah apa sebaiknya gue balik aja ya sekarang? Pak Yono juga kasihan, pasti cemas cariin gue," Antariksa hendak berbalik badan lalu tiba-tiba merasakan hantaman keras di belakang kepalanya, kesadarannya pun hilang dan terbaring tak sadarkan diri di atas tanah.

Menyaksikan anak itu pingsan akibat perbuatannya, goresan senyum smirk terukir samar pada bibirnya. "Dasar semut kecil," gumamnya menyenggol lengan Antariksa menggunakan ujung sepatu boots hitamnya.


BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang