Eps 74

4.9K 343 26
                                    

"Setiap aku melihat matanya, seakan dunia menjadi satu di dalam sana."

********

Peluit panjang berbunyi, babak final pertandingan basket tingkat nasional akhirnya dimulai. Semua penonton mengeluarkan penuh suara mereka untuk mendukung jagoan-jagoannya yang tengah bertanding di tengah lapangan.

Seorang pemain putra berkaos merah dengan nomor punggung 01. Berlarian seperti seekor tupai, gesit menggiring bola oranye itu sampai masuk ke dalam ranjang. Sorakan namanya kembali terdengar, memberi selamat kepada laki-laki berwajah tampan dengan ciri khas manik mata elang.

"Wuuuuhhh Genandra sayang, nice beb!"

"Mas ganteng!"

"Habisin boy! Kasih paham siapa rajanya!"

Dikala kedua telinganya sibuk mendengar mulut-mulut tengah memuji dirinya, remaja bernama Genandra itu menghela napas panjang. Pucuk-pucuk rambut hitamnya basah terkena keringat, begitupun kaos basket yang ia kenakan.

Tatapan matanya nampak mengamati ke arah tribun penonton yang dipenuhi oleh banyak orang. Bibirnya melengkung ke bawah, saat dia tidak bisa menemukan seseorang yang ia cari. "Dia gak datang lagi," batinnya kecewa.

********

Di sebuah rumah mewah bergaya modern, sepatu hitam memijak di lantai keramik berwarna putih. Dikala sang empu mulai memasuki pintu rumah tersebut.

Belum-belum netra matanya sudah disambut oleh keberadaan seorang anak laki-laki yang berdiri di dekat sofa ruang tamu, jaraknya tidak cukup jauh dari dirinya.

"Kau masih belum tidur," ujar laki-laki tersebut kepada anak muda yang tengah menatap dirinya dengan raut wajah tertekuk.

Alih-alih menjawab pertanyaan, ia malah membuang sebuah medali emas serta sertifikat penghargaan di hadapan pria itu.

"Apa maksudmu Genandra?" Tanya Tuan Agral kepada putra kandungnya, Genandra Aksa Kasela. Seorang anak hasil hubungan rahasia bersama dokter pribadi Antariksa sewaktu kecil.

Sebelum Tuan Agral menikah bersama Nyonya Mawar, ternyata Tuan Agral memiliki sebuah rahasia besar. Yakni hubungannya dengan seorang wanita yang sama sekali tidak diberi restu oleh pihak keluarga dari laki-laki. Karena sudah terlanjur cinta, hingga dapat membutakan segalanya.

Mereka berdua tetap meneruskan hubungan gelap tersebut, sampai memiliki seorang anak yang diberi nama Genandra Aksa Kasela.

"Papa bohong, mana janjinya? Papa sudah bilang mau datang ke turnamen basket Genandra, tapi apa buktinya?"

"Omong kosong! Sama seperti yang Papa katakan tidak akan pernah meninggalkan Mama, tapi Papa tetap pergi bersama keluarga lama Papa."

"Genandra, itu semua bukan sepenuhnya salah Papa nak. Kamu juga tahu sendiri, kalau alasan Mama kamu pergi karena lebih mementingkan selingkuhannya daripada kita," balas Tuan Agral.

Genandra tersenyum smirk. "Inilah orang tua, dimana si anak dipaksa harus mengerti soal kondisi mereka, dan sama sekali tidak memperdulikan apa yang buah hati mereka rasakan."

"Mungkin memang pantas gua disebut anak haram, bahkan kedua orang tua gua pun tidak mau mengakui tentang keberadaan gua. Gua cuman anak asing yang kebetulan hadir di kehidupan kalian."

"Itu tidak benar Genan, Papa menyayangi kamu nak."

"Sayang?" ulang Genandra tertawa pelan.

"LALU KENAPA GUA NGERASA SEPERTI HIDUP DI PENJARA!"

"Bahkan gua tidak bisa menggunakan nama gua sendiri dengan bebas," pungkas Genandra. Mengingat, kalau dia selalu diminta untuk menyembunyikan nama marga yang tersemat di bagian akhir namanya. "See? Ini yang Papa sebut kasih sayang?"

"Kasela apanya, marga terpandang apanya, bangsat Lo semua!" sarkas Genandra tidak perduli siapa yang menjadi lawan bicaranya sekarang. Yah, laki-laki itu memang terkenal dengan cara bicaranya yang blak-blakan sekali dia marah. Untuk apa memiliki sebuah nama marga terkenal, sedangkan dia dianggap seperti benalu di dalamnya?

"Sekarang, apa yang Papa lakukan di sini? Untuk memberi ku uang lagi? Gak perlu repot-repot Pa, aku bisa hidup tanpa uang busuk mu itu," sambung Genandra lalu pergi begitu saja menuju kamarnya, meninggalkan Tuan Agral seorang diri di sana.

*********

-Kelas sebelas MIPA 1.

"Saaaa kita bertiga berhasil masuk final!" seru Kenzie berlari menghampiri Antariksa yang sedang duduk di kursinya di dalam kelas.

Kenzie menunjukkan layar handphonenya yang terpapar nama-nama siapa saja yang berhasil lolos ke babak final. Mata Antariksa membulat, sudut bibirnya mengembang sempurna.

"Gila sih, skor Lo paling tinggi Sa, anak google emang beda," puji Kenzie mendapati nama Antariksa mendapatkan posisi pertama dengan skor nilai tertinggi di antara peserta yang lain.

"Alhamdulillah Ken, inget ini cuman permulaan aja, kita harus belajar lebih giat lagi supaya bisa menang," balas Antariksa.

"Yoi dong," respon Kenzie senang, ia semakin bersemangat untuk berkompetisi sekarang. "Asem," decak Kenzie merasakan ada benda berat yang menghantam kepalanya.

Ternyata benar, baru saja dia menoleh ke arah samping, sebuah alat pel sudah tergeletak di atas lantai, "ngaku woy! Siapa yang berani lempar alat pel ke kepala gua! Sakit bangke."

"Gua, kenapa!" teriak Zelda mengaum, menggelar seisi kelas. "Gua habis ngepel shibal, bisa-bisanya sepatu ayam Lo bikin kotor di kelas gua!" marah Zelda melihat banyak sekali jejak sepatu mengecap di lantai berwarna coklat kehitaman, "Lo habis bolang dimana sih hah! Sebelum pergi sekolah main ke sawah dulu apa gimana!"

"Lo gak tahu kemarin habis hujan? Jalanan pasti becek lah, gua juga bukan tipe anak yang suka ngotorin kelas orang," balas Kenzie membuat ekspresi wajah menjengkelkan.

"Bacot Bambang! Emang bener cowok suka banyak omongnya, kalah ibu-ibu PKK."

"Keluar gak Lo! Sebelum gua lempar ini meja ke wajah Lo," kecam Zelda bersiap-siap mau melempar sebuah meja yang berada di dekatnya.

"Ck," decak Kenzie, "gua pergi dulu Sa, cewek di kelas Lo emang pada gila semua, pantesan cowok-cowok kelas lain pada takut."

"Berisik!" teriak Zelda tanpa basa-basi melempar proyektor kelas ke kepala Kenzie.

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang