Eps 21

6.7K 525 132
                                    

Antariksa POV

Kehidupan ku hanya indah delapan tahun yang lalu, lebih tepatnya pada saat aku dan dia berumur sembilan tahun. Hanya itu, selain itu tidak ada kenangan baik lagi yang kami punya.

Kalau bisa menjelajah waktu, aku akan kembali lagi pada masa itu, dimana aku dan dia saling menyayangi tanpa ada rasa kebencian sama sekali, selamanya....

--Flash back on--

"Adek ayo sini kejar kakak!" Seru Antarez dengan mengenakan baju sekolah dasar merah putih, berlarian di padang rumput bersama Antariksa selepas pulang sekolah.

Kedua anak kecil itu memutuskan untuk bermain di sana sebentar, sambil menunggu kedatangan mobil jemputan mereka.

"Bentar kakak, kakak Antarez curang lari duluan," Balas Antariksa ikut berlari mengejar kakaknya, rambut anak itu menari-nari diterpa angin sepoi-sepoi.

"Bukannya kamu yang larinya mirip siput," Sahut Antarez mengejek, menolehkan kepalanya ke belakang seraya tetap berlari.

"Huh," Dengus Antariksa sebal, menghela napas kasar. Mendengar ejekan dari Antarez membuat Antariksa merasa tidak terima, ia menambah kecepatan laju larinya agar dapat menyusul kakaknya.

Mengakibatkan salah satu ikatan tali sepatu milik Antariksa lepas, ia tidak sengaja menginjak benda tersebut hingga membuatnya terjelungap jatuh, lututnya sukses mencium tanah beralaskan rumput.

Antarez langsung menghentikan larinya, selepas mendengar seperti ada benda jatuh dari arah belakang. //Gedebuk// kira-kira seperti itu.

"Antariksa!" Kaget Antarez sontak berlari menghampiri Antariksa yang sedang duduk menekuk kedua lututnya, karena ciuman maut dari para rumput membuat lutut Antariksa lecet dan mengeluarkan darah.

"Kamu enggak kenapa-kenapa dek?" Tanya Antarez khawatir, ia berjongkok di samping tubuh Antariksa, melihat luka adiknya dengan wajah kasihan.

Antariksa hanya diam saja, wajahnya tanpa ekspresi walaupun melihat Antarez sangat cemas. "Hap, kakak aku tangkap!" Ujar Antariksa langsung memegang tangan Antarez sambil tersenyum, bahkan matanya pun ikut tersenyum.

"Eh, kamu gak nangis dek?"

"Enggaklah, Antariksa kan kuat, walaupun rada perih juga sih," Balas Antariksa.

"Owh haha, adik kakak udah gede yah," Ujar Antarez senang, rasa cemasnya langsung hilang selepas mendengar kalau adiknya baik-baik saja. Antarez berdiri sebentar, lalu jongkok di depan Antariksa membelakangi dirinya. Antariksa sempat bingung dengan yang Antarez lakukan.

"Ayo naik! biar kakak gendong, kaki kamu lagi sakit," Suruh Antarez.

"Ta-tapi kak, tubuh aku berat loh, tadi waktu ditimbang di sekolah berat badan Antariksa naik dua kilo," Balas Antariksa mencoba menolak, ia takut saja kalau sampai kakaknya itu menggendong tubuhnya. Malah punggung Antarez yang sakit.

"Enggak apa-apa, kata siapa kamu berat? badan enteng begitu kok," Ujar Antarez tertawa mendengar ucapan Antariksa yang begitu polos. "Ayo naik!" Pinta Antarez sekali lagi.

"Oke deh, kalau kakak maksa, jangan salahin aku loh yah kalau punggung kakak encok nantinya," Akhirnya, Antariksa pun menuruti keinginan kakaknya, ia mulai naik ke atas punggung Antarez, dan dia pun digendong oleh anak tersebut.

"Tubuh aku berat gak kak?" Tanya Antariksa sekali lagi.

"Enggak kok," Balas Antarez tersenyum ramah.

"Yakin?" Batin Antariksa tidak percaya.

"Oh yah Sa, tunggu kakak besar yah," Ujar Antarez dengan masih menggendong Antariksa di punggungnya.

"Biar bisa jagain kamu nantinya," Sambungnya, Antariksa seperti merasakan kehangatan yang nyaman di sana, hingga menyandarkan kepalanya pada tengkuk leher Antarez.

Tidak, bukan seperti itu kenyataannya.

Itu adalah hari terakhir untuk aku dan kakak merasakan kebahagiaan, orang tua kami bercerai, bunda lebih memilih membawaku bersamanya dan meninggalkan kakak Antarez begitu saja.

Apa alasannya? setiap hari aku selalu menagih satu pertanyaan itu kepada bunda.

Tapi apa jawaban dia? hanya demi kebaikan kami berdua. Apakah merenggut kebahagiaan anak-anaknya dinamakan kebahagiaan?

Itu hanyalah bualan belaka, omong kosong basi untuk menutupi kesalahannya. Sekarang kami berdua seperti musuh, kenangan indah masa kecil dulu seakan lenyap begitu saja di dalam pikirannya.

Tak apa, aku akan tetap berusaha mendekatinya kembali, seperti yang dia lakukan dulu ketika aku sedang marah kepada dirinya. Karena sampai kapanpun, tidak akan pernah ada yang bisa merubah takdir, kalau kami adalah saudara.

--Flash back off--

//Kriiingggg// bunyi jam alarm begitu nyaring, membuat seorang laki-laki menggeliat terbangun sebab tidurnya terganggu dengan suara bising itu.

Perlahan dia mulai mengambil posisi duduk, sambil memegangi wajah dibagian pipinya yang terasa nyeri. "Aww," Desisnya memegangi pipi tersebut dengan hati-hati.

Antariksa menatap sebuah cermin besar di lemari baju, memang benar, terdapat luka lebam kebiru-biruan di sana. Ini pasti disebabkan dari pukulan keras anak geng Leopard semalam. "Jelek banget sih," Antariksa mengerutkan keningnya, bagaimana kalau sampai nanti semua orang mengetahui hal ini.

"Gua harus pakai apa ke sekolah biar gak ketahuan, jangan sampai nanti semua anak pada mikir gua ikut tawuran, auch mana perih lagi," Kita semua tahu kalau Antariksa adalah salah satu murid terpelajar bahkan menjadi contoh baik di sekolahnya, dan jangan sampai gara-gara hal ini membuat reputasinya menurun.

Antariksa mulai menyesali perbuatan nekatnya pada malam itu, yang ngotot kepingin masuk ke dalam geng Leopard, sekalinya ditonjok langsung jatuh. Mungkin benar apa yang Antarez katakan, kalau dia sampai bergabung hanya bisa cosplay jadi cicak waktu tawuran, nemplok di tembok sebab takut. Mirip beban lebih singkatnya.

Mau bagaimana lagi, dunia Antarez memang se ekstrim itu.

Antariksa langsung beranjak dari tempat tidurnya menuju ke kamar mandi, bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Khusus untuk hari ini, Antariksa mengenakan Hoodie hitam ke sekolah, tak lupa dengan penutup kepala Hoodie berharap bisa sedikit menyamarkan keberadaan luka di pipinya itu.

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang