Eps 80

5K 378 30
                                    

Di ruang makan, tidak terdengar suara apapun kecuali denting sendok yang membentur piring, kedua manusia itu saling diam, entah karena sibuk menikmati makanan mereka masing-masing, atau memang malas untuk berbicara satu sama lain.

"Ehem," deham Tuan Agral memecah keheningan antara mereka berdua. "Papa dengar kamu pindah sekolah ke SMA Darmawangsa, kenapa?" tanya Tuan Agral.

"Tidak ada," balas Genandra enggan menatap wajah Tuan Agral. "Aku hanya bosan di sekolah lama," sambung Genandra, lalu kesunyian kembali menyelimuti suasana.

"Alasan diriku ke sana juga karena ada sesuatu yang menarik lainnya, akhirnya aku bisa bertemu dengan saudara ku, siapa namanya? Antariksa," telinga Tuan Agral menjadi tajam ketika mulut Genandra menyebut nama Antariksa.

"Aku langsung bisa mengenalinya sebab dia juga memiliki marga Kasela, dia anak yang baik walau sedikit dingin," Genandra mengatakan hal itu seraya mengingat-ingat pertama kali pertemuannya bersama Antariksa.

"Tapi tenang saja Pa, Antariksa masih belum tahu kalau sebenarnya aku adalah saudaranya, lagipula itu juga tidak penting bukan? Siapa yang mau mengakui anak haram seperti diriku ini?" pungkas Genandra lalu mengelap bibirnya menggunakan tisu.

"Sekarang, aku bisa dekat dengan saudaraku sendiri, hanya saja dimata dia aku masih orang asing," terlihat Genandra berdiri dari tempat duduknya, lalu hendak pergi meninggalkan ruang makan.

"Apa kau mau bertemu dengan Antariksa?" sahut Tuan Agral sontak membuat langkah Genandra berhenti. "Papa bisa membuat mu bertemu dengan dia, bagaimana pun juga kalian adalah saudara," sambungnya.

"Tapi apa Papa yakin?" tanya Genandra memastikan. "Bisa saja Antariksa semakin membenci ku setelah tahu kalau aku adalah saudaranya, terlebih lagi aku bukan saudara kandung dia, melainkan dari rahim wanita lain."

Tuan Agral terdiam sejenak, "tenang saja, biar saya yang mengurus semuanya, tugas mu sekarang hanyalah menjaga Antariksa, kau adalah kakaknya Genan, walaupun kalian berdua berada di kelas yang sama, tapi usia kalian selisih satu tahun."

"Ya ya, aku tahu," jawab Genandra.

********

Hari ini, di sekolah SMA Darmawangsa mungkin lebih tepatnya di kelas sebelas Bahasa 2. Sedang diadakan presentasi kelompok untuk menyampaikan hasil tugas mereka yang telah dikerjakan.

Kelompok satu yang terdiri dari Sean, Manda, dan Rasya sudah berdiri di dekat papan tulis untuk mempresentasikan hasil tugas kerja kelompok mereka.

Manda sebagai moderator, membuka presentasi tersebut dengan cukup baik, lalu disusul dengan Sean juga Rasya menjelaskan tentang isi materi mereka.

"Baiklah teman-teman, dari materi yang sudah kami jelaskan, apa ada yang perlu ditanyakan?" tanya Manda kepada teman-temannya, membuka sesi pertanyaan.

"Saya!" seorang siswi mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, ingin mengajukan sebuah pertanyaan. "Gua mau tanya!" tambahnya.

"Oke silahkan!" balas Manda mempersilahkan murid perempuan tersebut.

"Dari presentasi kalian tadi sebenarnya sudah cukup jelas, cuman gua masih sedikit kurang paham tentang arti dari interaksi budaya, mungkin bisa dijelaskan lagi," ujar siswi itu.

"Kamu nanya? Artinya interaksi budaya itu apa?" sahut Sean tiba-tiba.

"Oke, biar aku jelasin yah, arti dari interaksi budaya adalah hubungan antara dua manusia atau lebih dalam berhubungan dan dipengaruhi norma-norma, budaya, kebiasaan dari kelompok masyarakat tersebut. Sudah paham kan? Kalau begitu gua tutup dulu yah, mau istirahat soalnya," ucap Sean membuat Manda dan Rasya geleng-geleng kepala mendengar gaya bicara anak tersebut.

Akhirnya presentasi pun ditutup, dan bersamaan dengan itu bel istirahat berbunyi.

"Sa! Istirahat kuy!" ajak Bams bersama Hans mengenakan baju olahraga, kelas sebelas MIPA 1 baru saja selesai materi pelajaran olahraga di lapangan basket.

"Nanti! Lo berdua duluan aja, entar gua nyusul!" balas Antariksa memegang bola basket di kedua tangannya.

"Oke," jawab Bams lalu pergi istirahat terlebih dahulu bersama Hans.

"Huh," dengkus Antariksa sebal, menatap kesal ke arah keranjang basket itu. Tadi, waktu pengambilan nilai dimana setiap anak harus mampu memasukkan bola ke dalam ring basket minimal delapan kali, Antariksa hanya bisa melakukannya tiga kali saja.

Ia memang pandai di bidang akademik, namun lemah di bidang olahraga.

"Kalau pegangnya kayak gitu, bisa-bisa tangan lo sakit," ujar Genandra membenarkan posisi tangan Antariksa.

"Hm," deham Antariksa dingin, mengingat Genandra berhasil mendapatkan nilai tertinggi, dengan skor tiga puluh.

"Kalau lo mau masukin bola ke ring, usahakan pakai perasaan. Bayangkan bola itu seperti perempuan, perlu kelembutan," tutur Genandra lembut.

"Jangan terburu-buru, sebelum mulai tenangkan dulu diri lo." Antariksa menghembuskan napas perlahan, lalu mengambil posisi hendak menembak bola tersebut ke arah ranjang.

Antariksa betul-betul mendengarkan nasihat yang Genandra berikan kepada dirinya. Dan yah, saat bola itu melambung ke atas, lalu bisa mendarat begitu mulus ke dalam ranjang basket.

"Yess," ucap Antariksa sangat senang, ini adalah kali pertamanya ia bisa memasukkan bola ke dalam ring sekali coba.

"Thanks Genan," sambung Antariksa mengucapkan terima kasih kepada Genandra.

Laki-laki itu tersenyum, "sama-sama dek," batin Genandra.

"Iyah," angguk Genandra. "Sekarang kita bisa jadi teman kan?" tanya Genandra mengulurkan jabatan tangannya.

"Hm yah," balas Antariksa menerima jabatan tangan dari Genandra.

"Ternyata seperti ini rasanya," batinnya merasa bahagia bisa membuat adiknya itu merasa senang. "Andai lo tahu kalau gua ini kakak lo Sa."

"Tidak apa-apa, semuanya hanya butuh waktu kan. Sedikit demi sedikit gua berharap lo bisa menerima kehadiran gua di kehidupan lo, walau gua masih belum tahu, makam siapa yang lo panggil kakak kemarin."

°•••Brother konflik•••°

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang