Brother Konflik 033

1.1K 79 13
                                    

"Tuan, anda harus segera bersembunyi," ujar Pak Sam mulai panik, ia takut kalau Antariksa datang kemari sedangkan Antarez masih ada di sini. Bisa-bisa, penyamaran anak itu selama ini akan terbongkar sia-sia.

Pak Sam dibuat frustasi karena tempat ini cuman ada satu jalan saja tidak ada jalan lain, jikapun ada mereka harus lurus ke depan untuk bertemu tangga yang menghubungkan dengan lantai tiga. Tapi, apa waktunya cukup? Sedangkan Antariksa sudah dalam perjalanan menuju kemari.

Samar-samar sudah terdengar derap langkah kaki yang semakin mendekat, manik mata Pak Sam membulat. Terlintas satu nama dalam pikirannya sekarang, Antariksa. Degup jantungnya berdegup kencang, dengan segera Pak Sam kembali membuka pintu ruang rapat dan meminta Antarez masuk ke dalam.

Kebetulan Tuan Dave sudah keluar dari dalam sana, sekarang hanya ada Pak Sam juga Antarez. Pak Sam menolehkan kepalanya kesana-kemari berusaha mencari tempat yang sekiranya aman untuk Antarez bersembunyi. "Tuan," panggil Pak Sam lalu berlari menuju lemari coklat.

"Ayo cepat masuk ke dalam sini Tuan, sebelum Adik anda datang!" pinta Pak Sam membuat Antarez berdecak kesal. Satu kata untuk ini, konyol! Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak mau ditangkap basah, otomatis dia harus melakukannya.

Dengan segera, Antarez segera masuk ke dalam lemari coklat tersebut untuk bersembunyi. Tepat, setelah Pak Sam menutup pintu lemari itu Antariksa memasuki ruang rapat.

"Pak Sam," suara dari Antariksa membuat bahu Pak Sam sedikit bergetar, jemarinya yang memegang gagang pintu lemari itu mengerat, tanpa sadar, keringat dingin membasahi leher dan dahinya. Perlahan, tubuh pria itu berbalik menghadap Antariksa.

"Iya, Tuan," balas Pak Sam sedikit membungkukkan badan, memberi hormat kepada Tuannya itu.

Alis sebelah Antariksa terangkat, "apa yang anda lakukan dengan lemari itu," balas Antariksa merasa curiga, terutama gelagat Pak Sam yang nampak tidak biasa.

Sedangkan di sisi lain, Antarez yang berada di dalam lemari bisa sedikit melihat apa yang terjadi di sana, matanya mengintip pada celah pintu lemari. Bibirnya tersenyum simpul, ia senang melihat Antariksa dalam kondisi sehat seperti ini. Sosok saudara yang selama ini ia rindukan, sekarang mereka sedekat, tapi juga jauh.

"Lo sudah besar Sa," gumam Antarez menatap tubuh sang Adik sendu, apalagi jas hitam yang dikenakannya semakin menambah kesan dewasa kepada Antariksa. Padahal, dulu sewaktu kecil anak itu gemar merengek kepada dirinya, tapi sekarang? Ia terlihat gagah.

Antariksa tetap memandang Pak Sam dingin, hal itu rasanya semakin memojokkan pria itu melalui tatapan tak bersuara namun tajam. "Anda bilang saya harus mendatangi rapat hari ini, lalu kenapa pada saat saya di lobi semua karyawan mengatakan jika rapat sudah dimulai?" tanya Antariksa pada intinya.

Pak Sam menelan saliva, ia harus memperhatikan betul apa yang akan dirinya katakan, salah sedikit saja bisa membuat semuanya kacau. "Tuan Dave, orang yang akan rapat dengan anda hari ini datang lebih dulu dan membuat kekacauan Tuan," balas Pak Sam sembari menunjukkan kondisi ruangan yang berantakan.

Antariksa menyadari kondisi sekitarnya, berkas berserakan ditambah pecahan kaca dimana-mana. Setelah puas, ia kembali melemparkan perhatiannya kepada Pak Sam. "Lalu, apa maksud dari saya sudah ada di ruang rapat yang dikatakan mereka?" tanya Antariksa lagi seperti tusukan pedang bagi Pak Sam.

"Pak, apa anda mendengar pertanyaan saya?" tambah Antariksa sebab belum juga mendapat jawaban dari pria itu.

"Mm itu Tuan," balas Pak Sam semakin terpojok, tidak mungkin dia mengatakan kalau Antarez lah yang sudah menggantikan dirinya untuk mengikuti rapat, itu sama halnya bunuh diri.

"Apa? Anda tidak bisa menjawabnya? Kenapa dari awal saya datang kemari semuanya menjadi aneh, dan..." jeda Antariksa berjalan beberapa langkah menghampiri Pak Sam. "Dan apa yang ada di dalam lemari itu," sambung Antariksa, sebab sedari awal ia merasa curiga dengan perilaku pria tersebut yang seolah-olah menyembunyikan sesuatu.

"Tidak ada Tuan, ini hanya sebuah lemari, memangnya apa yang anda pikirkan?" jawab Pak Sam membuat kening Antariksa semakin mengerut, ia yakin pasti ada sesuatu di sana.

Dengan langkah cepat ia pun berjalan menuju lemari itu, Pak Sam berusaha menghalangi Antariksa. "Biarkan saya memeriksanya!" paksa Antariksa berusaha menyingkirkan lengan Pak Sam yang terus menghalanginya.

"Tidak ada Tuan," balas Pak Sam.

"Kalau memang tidak ada apa-apa, lalu kenapa sikap anda menjadi panik seperti ini?" curiga Antariksa semakin memaksa untuk bisa membuka pintu lemari tersebut, tapi...

Dep!

Mereka berdua terdiam sesaat, ruangan menjadi gelap total. Tidak ada yang bisa mereka lihat kecuali warna hitam tak berujung, Pak Sam bergegas mengeluarkan handphonenya untuk menyalakan senter. "Sepertinya listrik sedang padam, saya minta anda tunggu di sini Tuan. Jangan kemana-mana, sangat berbahaya keluar dalam kondisi seperti ini," tutur Pak Sam dan berjalan keluar dari dalam ruangan.

Suara langkah kakinya perlahan mulai menjauh, jauh, lalu hilang. Sekarang, hanya tersisa Antariksa seorang. "Sial! Handphone gue kan di cas di rumah," sebalnya tak bisa menggunakan apapun sebagai alat penerang.

Antariksa menelan ludah, perlahan-lahan rasa kesal dalam dirinya luntur berubah menjadi ketakutan. Dia seperti orang buta, hanya kegelapan yang memenuhi pandangannya sekarang. Antariksa berharap bisa menemukan setitik cahaya untuk melegakan hatinya, tapi sayangnya tidak ada.

"Sial," tangan anak itu mengepal kuat, kedua kakinya menjadi lemas sekarang. Antariksa memiliki trauma sendiri dalam kegelapan, ini seperti monster besar yang sangat menakutkan. Tidak ada yang bisa kau lihat dalam kegelapan, kecuali keputusasaan, ketakutan, dan rasa panik yang semakin menjalar ke seluruh tubuh.

Tak mampu lagi berdiri tegak, tubuh Antariksa berjongkok di lantai sambil menutup telinganya rapat-rapat. Ia membenci ini, sangat! Kenapa disaat seperti ini pikirannya selalu berimajinasi hal yang tidak-tidak, suara-suara bisikan itu berdatangan memenuhi indra pendengarannya.

"Ini cuman ilusi Sa, jangan dengerin mereka," ujar Antariksa berusaha menepis semua ketakutan itu, tapi tetap saja tidak bisa. Selama kegelapan ini masih belum pergi, rasa ketakutan itu akan tumbuh semakin besar.

Samar-samar, Antariksa mendengar suara pintu terbuka disertai derap langkah yang semakin mendekat kearahnya. "Pak Sam," panggil Antariksa masih dalam posisinya, ada sedikit kelegaan ketika akhirnya ada seseorang yang datang.

"Pak, apa itu anda? Kenapa lampunya belum nyala?" bingung Antariksa sebab tidak mendapat sahutan jawaban apapun. "P.. Pak?" sambungnya sedikit terkejut, ketika merasakan tubuh seseorang tengah memeluk dirinya.

"Pak Sam," belaian hangat dapat Antariksa rasakan di kepalanya. Entah mengapa, sentuhan ini membuat kecemasan Antariksa perlahan mulai menghilang, dan sampai akhirnya ia kembali tenang.

Aroma tubuh ini, terasa begitu familiar. Ia menduga seseorang, kemudian menyangkalnya, ini tidak mungkin dia kan?

"Pak Sam?" panggil Antariksa lagi berusaha memastikan. "Ini anda kan?" tanyanya, sebab masih belum dapat melihat apapun karena ruangan yang gelap.

"Ini gue Sa, Antarez," batin Antarez tersenyum dengan masih membelai lembut kepala Adiknya itu. "Gue nggak nyangka, kalau takdir akan mempertemukan kita seperti ini."

"Pak Sam? Kenapa anda diam saja? Apa listriknya masih bermasalah?" tanya Antariksa sekali lagi, namun tidak mendengar jawaban apapun.

Tangan kekar yang semula mendarat manis di kepalanya itu mulai menjauh, begitupun juga dengan pelukan hangat itu. Tapi, Antariksa bisa merasakan ada deru napas di dekat telinganya, seolah ingin membisikkan sesuatu. "Gue pergi dulu, sampai ketemu lagi.. dek," bisik Antarez lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan.

"Suara itu," kejut Antariksa mematung, pikirannya seketika blank. "Suara..."

Tepat setelahnya, lampu kembali menyala. Ruangan menjadi terang, kini pandangan Antariksa menjadi jelas dan bisa melihat semuanya. Bola matanya sekarang fokus pada pintu keluar yang terbuka. "Ini pasti imajinasi gue kan?"

BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang