"Pergilah, terbang lah bebas di samudera angkasa. Kau telah pergi jauh, namun memori tentang dirimu akan selalu terpatri dalam hatiku."
*******
Dua tahun sudah sejak kepergian sang raja, Antarez. Sosok terpenting dalam kehidupan semua orang terutama si adik, Antariksa. Meskipun sekarang, dia sudah mulai bisa beradaptasi bersama Genandra—Kakak tirinya, masih tidak dapat dielakkan jika Antarez lah saudara terbaik dalam hidupnya.
Seakan-akan pikirannya pun enggan, untuk mengusir Antarez sedetik saja dari ingatan laki-laki tersebut. Bagaimana Antariksa bisa lupa? Jika setiap denyut jantung nya berasal dari milik almarhum sang Kakak. Mereka sudah menjadi satu, dan Antariksa paham dengan hal itu.
Di kediaman Kasela, dalam kamar Antariksa.
"Gue berangkat sekolah dulu ya, Bang," senyum Antariksa memegang sebuah bingkai foto dua anak kecil yang saling merangkul pundak satu sama lain, dua anak kecil kembar berusia tujuh tahun. Ia kembali menaruh benda persegi tersebut di atas meja, lalu mengambil tas ranselnya.
"Tenang saja, jantung ini akan gue jaga baik-baik. Berkat lo gue sembuh, berkat lo tembok hitam di depan gue runtuh, Bang Antarez," sambungnya sembari memegang dadanya, merasakan detakan jantung pada permukaan telapak tangannya.
"Yang indah selalu pergi lebih cepat, dan gue menyesal belum bisa memanfaatkan waktu gue dengan baik," angin sepoi-sepoi berderu lembut, membuat beberapa dedaunan kering berguguran. Menciptakan melodi indah nan menenangkan pada saat memejamkan mata.
Setiap matanya tertutup, Antariksa selalu bisa merasakan kehadirannya, seolah-olah ada seseorang yang begitu ia rindukan tengah mendekapnya sekarang, dan ketika matanya kembali terbuka... sosok itu hilang seperti hembusan angin. Tidak ada ekspresi lain yang dapat Antariksa tunjukkan selain senyuman.
Ia membuang napas panjang, berniat untuk memantapkan hatinya berjalan keluar dari dalam kamar, ia tidak mau terus-menerus berlarut larut dalam emosi. Sudah lima langkah Antariksa ambil, dan sekarang berdiri di hadapan pintu dengan tangan kanannya memegang gagang pintu.
"Halo Adek, udah siap berangkat?" sapa Genandra yang sudah berdiri di depan pintu Antariksa lima menit yang lalu, menunggu kemunculan anak tersebut. Antariksa mengerutkan keningnya, walaupun Genandra sudah sering melakukan ini, tetap saja dirinya masih terkejut. Jangan sampai dia terkena serangan jantung gara-gara kelakuan Genandra.
"Udah," balas Antariksa seperti biasa. "Hari ini gue mau berangkat bareng sopir."
"Laahh kenapa? Kenapa nggak berangkat bareng gue aja? Naik motor kayak kemarin," balas Genandra terluka.
"Lo ngajak gue naik motor macam simulasi mau mati, nggak pokoknya! Gue masih trauma, rumah orang lo tabrak semua," sebal Antariksa mengingat peristiwa sial kemarin. "Minimal kalau masih belum terbiasa naik motor jangan langsung ke jalan raya, latihan dulu. Gue masih mau hidup."
Mendengar omelan dari Antariksa, Genandra cuman bisa komat-kamit tidak jelas sambil memutar bola matanya. "Iya deh iya, skill motor gue nggak sejago Abang Antarez lo," sebal Genandra menyunggingkan senyum sinis.
"Emang, dilihat dari segi manapun Bang Antarez lebih jago daripada Bang Genan," sindir Antariksa berjalan mendahului Genandra, rasanya seperti pedang tajam yang langsung menusuk ulu hatinya.
"Tapi Bang Antarez lo nggak jago main basket kan? Cih, macam gue dong, jago," ujar Genandra percaya diri, setidaknya dia masih memiliki sesuatu yang bisa disombongkan.
"Kalau jagonya cuman satu mending jangan kepedean deh, makin keliatan kurangnya," ledek Antariksa menatap wajah Genandra tanpa dosa, lalu kembali melanjutkan langkahnya. Entahlah, sejak jantung milik Antarez didonorkan kepada dirinya. Antariksa jadi memiliki beberapa sifat yang berbeda, terutama sifat Antarez yang suka mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER KONFLIK [S1&S2] segera terbit
Fiksi Remaja[Tahap revisi] "𝚃𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚜𝚊𝚞𝚍𝚊𝚛𝚊, 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚖𝚞𝚜𝚞𝚑." 𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚎𝚣_𝙰𝚗𝚝𝚊𝚛𝚒𝚔𝚜𝚊. Antarez dan Antariksa sepasang anak laki-laki kembar yang terpaksa terpisah sebab perceraian kedua orangtuany...