Membicarakan tentang dirinya?

30.4K 441 32
                                    

"Aku takut kalau mereka macam macam sama aku gimana Wo?" Mea menatap pacarnya dengan perasaan khawatir akan apa yang terjadi nantinya, ketika mengetahui mereka satu kelas dengan para lelaki yang merupakan teman-temannya Axel dengan lengkap seanggota the geng itu. Cowok yang pernah ia tolak dengan tegas semacam Axel dan lainnya harus ia lakukan agar tidak melibatkan dirinya dalam bahaya seperti keinginan hasrat mereka.

"Kamu gak usah khawatir Mea, masih ada aku yang bakalan jagain kamu dari mereka. Tenang aja aku selalu ada buat kamu." kata Sadewa atau kerap kali dipanggil dekat dengan sapaan Dewo oleh Mea dalam artian panggilan sayang untuk lelaki yang berstatus hubungan dengannya. Setidaknya perkataan Dewo tadi membuat Mea merasa sedikit tenang atas kegugupannya yang mendadak tidak enak. Entah kenapa ia merasa gelisah saat matanya terjatuh ke arah segerombolan the geng badboys terutama Axel sang ketua pentolan yang juga tengah menatap tajam ke arah dirinya dengan pandangan sulit diartikan oleh Mea. Lalu ada Kevan yang mengumbarkan senyum seringai sinisnya.

"Udah kamu gak usah perduliin mereka." tambah Sadewa menyuruh Mea mengalihkan pandangannya dari mereka ke arah dirinya.

"Iya, aku harap gak ada yang harus dipikirkan tentang mereka." perlahan senyum Mea terangkat kecil, meski hatinya merasa tidak tenang, ia menggenggam tangan Dewa demi mengurangi rasa dingin telapak tangannya akibat perasaan takutnya itu.

"Kita mulai belajar lagi aja mengisi waktu sedikit sebelum bel berbunyi sebentar lagi." Mea meangguk lalu mengeluarkan buku dari dalam tasnya, Sadewa anak cowok yang pintar sama seperti dirinya tapi sedikit lebih cerdas dibandingkan dengan Mea. Mereka sudah berpacaran selama beberapa bulan sejak semester dua di bangku kelas XI hingga naik ke kelas XII awal bulan pertama tahun ini.

Mengingat the geng Axel itu, apalagi Kevan dialah cowok yang paling parah! Pemaksaan, dan suka melemparkan perkataannya dengan nada sarkasme. Walau terlihat cuek dan minim ekspresi diluar tampangnya. Cowok itu pernah diam-diam memperhatikan Mea. Dia akui Mea  berbeda dari gadis lain. Matanya tak bisa merasakan hal yang sama setiap ia bertemu dengan semua cewek kebanyakan. Hanya Mea satu-satunya. Entah ini hanya ketertarikannya yang aneh terasa berlebihan pada Mea atau justru rasa penasarannya yang tidak pernah merasakan seperti apa sensasinya bergaul dengan gadis biasa seperti Mea.

Mea sedikit bergidik ngeri kalau teringat bagaimana keempat cowok itu bersaing ingin merebutkan dirinya. Padahal Mea merasa tidak ada yang harus dibanggakan pada dirinya. Hanya mereka saja yang berlebihan dengan pemikirannya yang tidak Mea pahami.

Untuk sejenak Mea harus bisa mengatur napasnya pelan-pelan di dalam kelas ini. Baginya ia harus banyak lebih menghirup udara segar di dalam ruangan yang terasa sesak dan sempit karena telah dikumpulkan dengan mereka yang enggan sekali Mea melihat muka mukanya satu persatu.

Tenang ada Dewo, mereka juga gak bakalan gangguin kamu lagi, pasti melangkah mundur buat ngedeketin kamu!! batin Mea mengingatkan.

***

Jam istirahat Mea duduk dikantin ditemani teman-temannya yang cukup baik padanya. Mea bukan anak yang sulit mendapatkan teman, ia hanya akan berteman dengan orang yang cocok saat diajak ngomong itu lebih dari cukup. Tapi bukan untuk membahas hal yang udah berlalu, kini Mea memasang wajah juteknya saat mendengar temannya membicarakan the geng itu dengan sedikit heboh.

"Gimana Mea, satu kelas sama para cowok tampan yang pernah lo tolak secara massal? Pasti lo baperkan pada akhirnya. Ngapa sih lu baru sadar udah sia-siain mereka. Setidaknya pilih salah satu kek dari mereka." Sinta membuka suaranya yang kembali membahas tentang mereka. Sebenarnya Mea sudah berkali-kali mendengarkan pembicaraan yang sama terus diungkit tanpa bosan oleh temannya itu.

"Dih ngapain sih kamu bicarain mereka gak baik tahu, entar kalau dia dengar terus datang kesini gimana? Mau jawab apaan emang? Gak mungkin bisu doang." sahut Mea sedikit kesal. Sinta teman dekatnya Mea dua tahun sekelas hingga memasuki tahun ketiga mereka harus pisah kelas. Sinta itu paling rewel dan pengagum the geng badboys.

"Andai aja mereka yang nembak gue, udah kek ratu sekolah gue di sini." Sinta mulai terbawa dengan khayalannya dengan menopang dagunya tak lupa senyum mengembang saat bayangan dalam kepalanya mulai tergambar indah.

"Nih anak kebanyakan makan micin gini nih jadinya kelihatan gak waras ada juga." ketus Sharolin, cewek cantik yang tidak pernah suka ngeliat Sinta senang, mereka berdua adalah rival di kelas sejak dulu. Sharolin cewek yang cukup terkenal dengan namanya dan wajah cantiknya di kelas. Sedangkan Sinta cewek tukang khayal tidak jelas memiliki wajah manis dengan pipinya yang chubby.  Mereka bertiga sama-sama terpisahkan. Mea di kelas XII-A sedangkan kedua temannya di kelas B, namun hanya bersebelahan ruangan saja. Jadi mereka masih sempat bisa bersama saat istirahat kelas.

"Aku gak tertarik sama sama cowok nakal kek mereka, hobynya suka mainin cewek lain. Gak ada kerjaan apa selain modusin, tebar sana sini. Cuma gangguin doang." jawab Mea membuat kedua temannya berdecak kagum dengan penuturannya, tapi karena Sinta berpihak kepada the geng otomatis langsung tidak terima.

"Lo mah gitu belum aja ngerasain gimana rasanya diperlakukan istimewa sama mereka. Padahal maunya cuma sama Lo, tapi Lo nya aja yang nolak terus tanpa berani mencoba jalaninya."

"Tapi aku juga udah ada punya Dewo gak mungkin kan harus ngeduain dia. Ih gimana sih, lagian mereka juga udah gak tertarik lagi. Bagus dong kalau mereka bosan, jadi aku gak usah khawatir digentayangin kek waktu waktu dulu tuh." Mea memutar matanya jenuh. Hanya dengan Shinta dan Sharolin ia mau terbuka panjang lebar saat berbicara. Cukup menjengkelkan sih tapi Mea sudah terbiasa dengan kedua temannya itu.

"Andai aja posisi kita bisa ditukar gue bakalan terima semuanya biar puas." Shinta mulai lagi dengan pikirannya yang saat itu langsung disentil Sharon jidat cewek itu. Mea menggelengkan kepalanya.

"Apaan sih lu! Gue gak ngayal tau! Lagian ngelihatin mereka noh lagi nongkrong di pojok sebelah,," desis Shinta sambil menepis tangan Sharon.

"Yee kali aja lo udah gak bisa bedain dunia halu sama kenyataan." Cengirnya tanp dosa membuat Sinta meringis ngilu. Berharap otaknya tidak tergeser miring, awas aja kalau sampai terjadi, Sharon yang akan ia seret ke rumah sakit jiwa. 

Mea pun mengarahkan pandangannya ke arah the geng, dimana ada Axel, Kevan, Rendra dan Savero. Ia sangat canggung, tapi setidaknya mereka sampai saat ini tidak menunjukan aksi mereka yang akan memulainya untuk mendekatinya, setidaknya Mea masih aman. Tapi ada yang membuat jantungnya bergetar saat tatapan dari mereka kompak tertuju sekilas ke arah dirinya lalu tertawa kecil di ujung sana entah apa yang mereka bicarakan seolah sedang membicarakan... tentang dirinya?




MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang