Pernah dengan mantannya?

1K 77 3
                                    

Mea baru saja melihatnya banyak sekali tanda merah aneh yang tercetak jelas di sekitar lehernya ketika ia bercemin, ia tertidur cukup lama karena rasa sakit dikepalanya membuat dirinya masih tidak kuat untuk terbangun hingga pagi.

Ia mencoba mengingat hal apa saja yang telah terjadi sebelumnya dan terakhir kali ia mengingatnya saat berusaha hendak melepaskan dirinya dari kedua tangan saudara tirinya yang jahat itu. Seketika mata Mea membulat sempurna tak percaya yang barusan dialaminya kini.

Mea menelan ludahnya dengan kasar dan mulai merasakan ada yang berbeda pada dirinya sendiri. Apa mungkin ini perbuatan mereka berdua? batin Mea menatap kosong sejenak.

Mea sedikit memperhatikan ke arah bibirnya yang juga agak perih. Terdapat luka kecil didalam sana. Lalu kembali lagi mengamati dirinya dalam pantulan cermin kaca itu, tangan Mea terangkat perlahan mencoba menggosok bekas sesuatu yang tergambar lehernya untuk menghapusnya dengan gerakan sedikit kasar.

"Gimana tadi tidurnya nyenyak gak?" tanya Kevan tiba-tiba datang dengan seringai tipisnya yang terlihat sekilas, saat ia memasuki kamar gadis itu terlebih dahulu tanpa disadari oleh Mea. Ia sudah bersiap tampil rapi dengan seragamnya diikuti oleh Axel yang berada dibelakangnya. 

"Mau apa lagi kalian kesini hah?!" sengit Mea, seketika air mata mengalir turun begitu saja dari pipi mulusnya, ia mati-matian menahan kakinya yang juga terasa kebas agar dirinya tidak terjatuh. Mea tidak mau terlihat lemah di depan mereka berdua saat ini. Meski matanya berkata lain bahwa dirinya terlihat menyedihkan sekarang di hadapan mereka.

"Kalo Lo kesulitan berjalan... Lo bisa minta tolong sama kita nanti, jangan sungkan," ujar Kevan terkekeh samar menatap gadis itu dengan sinis seperti biasanya tak ada kehangatan dalam diri lelaki itu terhadapnya.

Tubuh Mea menegang kaku, apa yang dikatakan oleh Kevan itu benar, saat dirinya terbangun dan berjalan ia juga merasakan rasa nyeri di atas pangkal pahanya. Mea menggelengkan kepalanya keras. Ia berusaha untuk tidak berpikir buruk tentang dirinya sendiri.

"Nggak!!" desis Mea. Kevan hanya tersenyum miring lalu setelahnya tidak peduli lagi akan gadis itu. "Terserah Lo, gue cuma mau menawarkan bantuan," acuh Kevan.

"Mea kalau Lo masih sakit kita bertiga bisa minta izinin sekarang buat nemenin Lo istirahat," ujar Axel seolah bersikap sok peduli entah sengaja atau tidak disaat mengatakan kata 'nemanin' terdengar menekankannya membuat Mea langsung teringat kilasan bayangan mengerikan itu tentang mereka lakukan pada dirinya tanpa Mea sadari.

Mea tidak yakin jika ia tetap berada  dirumah ini untuk beristirahat dengan tenang, itu sama saja akan membuatnya tak akan aman lebih lama, kalau kedua saudara lelakinya itu memilih mengikutinya untuk tinggal bersama di sini menemani, berniat menjaga dirinya padahal justru sebaliknya malah ingin menyakiti Mea terus terang tanpa perasaan sedikitpun. Itu bukan pilihan yang tepat.

Satu-satunya cara adalah stronger jangan biarkan kedua lelaki itu semakin leluasa memperlakukan dirinya sebagai budak rendahan yang tak berharga dimata mereka. Mea harus terlihat baik-baik saja dengan pergi ke tempat lain, sekolah. Ada perpustakaan yang akan menenangkan pikiran Mea nantinya.

Lebih baik Mea pergi dari rumah ini dengan bersekolah dari ia harus dirumah atau nanti Kevan dan Axel mengulanginya. Mea menatap tajam ke arah mereka berdua. "Aku akan tetap sekolah aku nggak butuh istirahat!!"

"Gue tunggu dibawah, kalau Lo kelamaan sampe buat gue nungguin, kita nggak akan jadi berangkat sekolah dan akan tetap dirumah buat main sama lo!!" ucap Kevan dingin lalu beranjak keluar dari kamar gadis itu dengan tangannya sengaja ia masukkan ke dalam saku celana abu-abunya.

Axel menatap sebentar pada Mea yang menunduk dalam wajahnya, "Cepat Mea, Lo jangan diam aja! Kevan paling gak suka menunggu atau dia akan nyiksa Lo lagi!!" sentak Axel membuat Mea tak lagi bergeming ditempatnya.

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang