Pergi menjauh

634 54 10
                                        

Mea membuka pintu ruang rawat ibunya, Mea sangat berharap Tuhan tidak membuatnya menjadi seorang pendosa terhebat karena telah menyakiti dua orang sekaligus akibat kebodohannya yang tidak disengaja itu.

Ia harap wanita muda itu dan calon bayinya baik-baik saja. Mea sangat takut dan berharap cemas. Yanng ia lakukan saat ini hanyalah menundukkan wajahnya semakin dalam.

Setelah sempat diantarkan oleh Rendra ke rumah sakit ini dimana ibunya sedang diperiksa oleh dokter ahli kandungan.  Rendra pamit pulang sesuai perkataan Mea untuk segera menyuruh cowok itu lebih baik beristirahat saja untuk dirinya sendiri daripada harus menemani Mea karena ini bukan saatnya Rendra ikut campur nanti dalam urusan keluarganya.

Dan disinilah Mea berakhir melangkah perlahan lalu masuk ke dalam sana, begitu sempat berpas-pasan dengan dokter yang sudah baru keluar dari ruangan itu. Hal yang paling Mea takutkan adalah tatapan ibunya seakan menginginkan Mea segera lenyap dari pandangannya begitu wanita muda itu melihat ke arahnya melalui pintu yang terbuka itu

"Mah... Gimana kabar Mamah?" tanya Mea sangat khawatir akan hal tadi ketika ibunya sudah selesai diperiksa oleh dokter, Fressa hanya diam saja sedari tadi, tak ingin membuka suaranya. Jovan juga menatap khawatir.

"Apa Mea?! Masih belum puas lagi? Berani banget kamu udah bikin Mama kayak gini?! Mau bunuh Mama atau anak Mamah hah?!" sentak Fressa mulai emosi.

"Mah, maafin Mea...." seketika air matanya mengalir keluar mendengar teriakkan kasar itu dari ibunya.

"Fressa kamu jangan marah! Bisa bahaya buat keselamatan bayi kita!!" tegur Jovan.

"Bayi kita hampir keguguran Pah gara-gara ulah anak sialan ini!! Pokoknya Mamah gak mau lihat muka kamu lagi!!"

"Mah! Mea gak sengaja Mah.. Mea cuma mau nolongin Mamah tadi...." Isak Mea sambil menggelengkan kepalanya keras. Jovan menatap khawatir dan kasihan pada Mea.

Sedangkan Axel dan Kevan hanya bisa saling diam tidak ingin membuka suara mereka untuk siapa-siapa berada ditengah-tengah keributan keluarga itu. Kedua cowok itu hanya melirik saja tanpa melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri bingung harus bagaimana menyikapinya.

"Mulai sekarang silahkan kamu pergi! Dan jangan pernah muncul di depan muka saya lagi! Mama gak suka punya anak kurang ajar kayak kamu Mea, lebih baik kamu keluar!!"

"Tapi Mah, Mea gak tau harus tinggal dimana lagi?" mata Mea semakin memerah menahan perih air matanya yang semakin menderas terus keluar tanpa bisa terhenti disaat hatinya merasakan bagaimana sakitnya seorang ibu mengatakan hal semenyakitkan itu padanya.

"Saya bilang keluar! Ya, keluar!!" teriak Fressa lagi, kali ini mulai tidak terkendali melemparkan benda apa saja yang ada disekitar untuk mengusir Mea. Jovan meneguk ludahnya kasar dan langsung segera menahannya sebelum Fressa semakin menjadi-jadi karena dikuasi oleh emosinya yang besar dan begitu sensitif. Mungkin Fressa sudah benar-benar keterlaluan pada Mea. Jovan tak bisa berbuat apa-apa selain menenangkan wanita muda istrinya itu.

"Axel Kevan kalian cepat bawa Mea keluar sebelum Fressa melakukan hal yang lain, ini juga demi keselamatan calon bayinya." ujar Jovan pada kedua anak lelakinya itu. Sedangkan Mea masih ingin tetap disini bersama ibunya sampai Fressa mau memaafkan kesalahannya. Mea tidak peduli jika saja dirinya harus akan terluka lagi baik secara fisik maupun mental yang penting, ibunya tidak lagi marah padanya sampai Fressa kembali tenang Mea rela jadi sasaran amukan Ibunya agar wanita itu puas melampiaskan segala bentuk amarahnya.  Mea benar-benar tidak masalah, asal itu bisa membuat Fressa menerima dirinya lagi.

Terpaksa Jovan harus melakukan sesuatu hal yang tak ingin dia lakukan, dengan menuruti keinginan wanita muda itu untuk mengusir Mea dari hadapannya, Jovan harap kemarahan Fressa tidak akan bertahan lama dan kemudian akan menyesalinya begitu tersadar dia sedang dalam pengaruh buruk tingkat emosional, karena terlalu shock hampir saja kehilangan bayinya yang masih rawan dalam waktu masih awal bulan berjalannya kandungan itu mulai tumbuh di dalam perutnya. Untuk saat itu Jovan masih bisa bernapas sedikit lega, namun kini dia harus menghadapi Fressa yang aneh mungkin emosi istri belum stabil. 

Tak ada cara lain selain harus membiarkan Mea sementara waktu untuk tidak tinggal di rumahnya atau Fressa semakin gila yang bisa saja membunuh kandungan itu akibat kemarahannya sendiri membuat sang janin ikut terancam.

Axel meangguk, Kevan langsung menyeret Mea begitu saja tanpa persetujuan dari cewek itu yang enggan ingin meninggalkan ibunya namun harus dipaksa kasar oleh kedua saudara tirinya. "Gue harap Lo nggak akan kembali lagi, setelah kejadian fatal ini. Lo emang gak bisa dimaafkan! terlalu banyak kesalahan polos yang Lo ulah sendiri sampai Lo gak pantes lagi jadi menjadi bagian dalam keluarga kita." ucap Kevan setelah mereka keluar, berada diluar ruang tadi. Kevan sempat mencengkeramnya begitu kuat lalu menghempaskan tubuhnya begitu kasar hingga Mea sendiri hampir jatuh mundur beberapa langkah dari perlakuan lelaki itu.

"Gue juga udah gak mau berurusan sama Lo lagi Mea! udah cukup selama ini  Lo yang bikin keluarga rumah kita jadi hancur dan berantakan. Gue nggak yakin kalo lo itu masih setengah waras." ucap Axel menatap tajam pada cewek itu sambil mencibirnya.

"Kalian sama-sama jahat!! Ibuku telah membuang ku, dan sekarang kalian masih ingin menuduh ku lagi? Aku nggak tau lagi harus menjelaskannya seperti apa, kalian benar-benar membenciku tanpa alasan yang masuk akal! Kalian semua salah dan lebih bodoh dari aku!!" balas Mea sengit dengan memakinya, sembari kedua tangannya yang biasanya selalu meremas kini terkepal kuat lalu memukuli mereka dengan brutal. Mea sudah tidak sanggup menahan dirinya lagi untuk membalas semua perbuatan mereka meski lebih dari itu yang hanya bisa Mea lakukan sekarang ini. Menangis dan bertingkah sedikit gila untuk menghajarnya walau percuma saja bagi kedua cowok itu tidak ada apa-apanya dibandingkan tenaga milik mereka, Mea terus memukulnya tanpa henti secara bersamaan dengan kedua tangannya pada mereka yang berdiri di hadapannya.

Axel dengan sigap mencekal tangan Mea kemudian, sedangkan dengan Kevan entah kenapa Mea lebih banyak melampiaskan kemarahannya pada cowok dingin itu, memukuli dada bidang Kevan dengan keras hingga Kevan sedikit tergerak mundur namun tetap bertahan. Kini Mea benar-benar terlihat rapuh sekarang di depan matanya.

"Kalian jahat!!! Hikss.... Aku benci kalian!! Kalian gak punya hati!! Kalian semua sama!! Kalian benar-benar.... " Isak Mea mulai melemah dan berhenti sejenak sembari menatap tajam dengan mata berair. "Terutama kamu!! Aku gak akan pernah melupakan itu!! kamu akan akan menanggungnya sendiri!! Kamu akan merasakannya semua, kesalahan itu akan berbalas padamu, kamu akan tahu sendiri suatu saat hari!!" tunjuk Mea dengan kemarahannya yang mendalam selama ini dia pendam ia luapkan pada lelaki dingin itu yang hanya bisa terdiam mendengarkan kali ini. Axel tidak mengerti namun detik berikutnya ia seakan tahu apa maksud ucapan Mea pada Kevan, bahwa cewek itu tidak terima dengan semua apa yang telah saudaranya itu lakukan dibelakangnya.

Setelah mengatakan itu Mea sempat mendorong tubuh lelaki dingin itu dengan kasar serta melepaskan tangannya dari Axel yang menahannya tadi,  lalu ia pun berlari pergi dengan cepat tanpa ingin menoleh lagi pada mereka yang masih dibuat terdiam beberapa saat lamanya. Axel tidak mengejarnya, meski hatinya sedikit memaksakan dirinya untuk mengikuti langkah Mea kemana cewek itu akan berlari jauh, sedangkan Kevan masih bergeming tanpa suaranya dengan tatapan datar saja, begitu kepergian Mea mulai hilang tidak lagi terlihat.

***

TBC....

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang