Berkenalan dengan Om

1.3K 68 13
                                    

Disinilah Mea berakhir dengan sangat terpaksa memakai bajunya yang cukup sexy berwarna peach dengan rok ketat yang tinggi di atas pahanya. Dan tanpa lengan yang hanya menggunakan tali yang dijerat pita dibelakang lehernya, memperlihatkan kedua pundak polosnya. Rambut panjangnya juga sudah dirapikan sebaik mungkin dengan diikat satu lurus kebawah punggungnya. Namun kacamata bulat berbingkai hitam itu tetap setia membaluti kedua matanya yang bertengger di atas pangkal hidungnya.

Sesekali ia menundukkan wajahnya begitu dalam. Tak mau berlama-lama melihat ke arah depan sana yang secara berhadapan dengan seseorang yang berseberangan duduk diatas kursinya tepat pada meja makan di mana tempat itu disebuah restoran cepat saji yang terkenal akan otoritas kemewahannya dikalangan para Borjuis. Mea menelan ludahnya, entah ia bersyukur bisa berada ditempat ini sekali seumur hidupnya atau malam ini akan menjadi awal kenangannya digandeng oleh orang berdompet tebal.

Kenapa wajahku tidak sekalian aja rusak kena air panas tadi atau berubah jadi air keras?! Dengan begitu om-om ini tidak akan mau menginginkanku bersamanya!! gumam Mea dalam hatinya dengan miris.

Ia juga merasa risih saat om-om yang masih berparas tampan itu memandanginya dari atas sampai bawah dengan tatapan tajam seolah menilai sekilas akan dirinya dimata pekat dari lelaki mapan itu.

"Gimana cantikkan anakku?" tanya Fresaa pada pria yang duduk bersama mereka. Lelaki yang terlihat tegas itu memiliki rahang keras di wajahnya yang dingin dan berwibawa, namun setelahnya ia baru tersenyum hangat walau garis bibirnya tidak harus menyunggingkan senyuman lebar. Ia meangguk singkat.

"Anakmu.... Cantik sekali seperti mu." balas pria itu dengan berpakaian stelan jas formalnya. Ia melirik Mea sebentar. Dan membenarkan ucapan Fressa.

"Ah masa sih? Dia lebih cantik dibandingkan aku lho,," Fresa sedikit tersipu, lalu berdehem kecil dan menunjuk gadis itu lagi. Fresa dengan cepat melepaskan kacamata dari wajah gadis itu. Mea memelototi ibunya yang bertindak semena-mena melakukannya terhadap dirinya hanya dengan sesuai keinginan wanita itu sendiri. Mea punya masih punya hak atas dirinya, bukan seperti barang yang dipromosikan dengan menarik oleh ibunya. Mea benci! Mama macam apa dia?! Tega sekali memperlakukannya seperti itu di depan orang lain.

Jujur Mea sangat malu dengan penampilannya ini. Sedangkan Fressa tidak mempedulikannya. Tolong pulangkan Mea sekarang juga ya Tuhan! Mea mohon.

"Mah!! Mea nggak bisa lihat!!" rengek Mea mencoba mengambil kembali kacamata besarnya dari tangan Fresa yang sebenarnya ia jadikan topeng untuk sedikit menutupi wajahnya. Namun wanita itu sudah menyimpannya lebih dulu ke dalam tas mahal miliknya.

"Udah kamu diem aja!! Nurut kata mama, mau kamu buta kek atau tidak, dia nggak akan pedulikan soal itu!!" bisik Fresa membuat Mea meringis sedih. Tega sekali ibunya berkata seperti itu padanya tanpa tahu betapa sakitnya hati Mea mendengarnya.

Sebelumnya saat masih berada dirumah, Mea hanya duduk di depan kaca cerminnya dalam kamar memandangi dirinya dalam pantulan yang sudah memakai baju seksi itu, membuatnya menangis tertunduk menyesali, telah menuruti apa yang diperintahkan oleh Fresa...

"Apa benar tubuhku akan dijual begitu saja?! Lihatlah baju murahan ini memamerkannya tanpa malu!!" Mea memeluk dirinya sendiri seolah mencoba menutupi bagian yang terbuka pada tubuhnya. Ia membiarkan wajahnya dipenuhi air matanya. Ia tidak peduli jika berganti dengan tangisan darah, entah berapa banyak air mata yang terkuras deras dari kedua maniknya sembab dan mulai bengkak.

"Simpan air mata mu itu Mea! Nggak ada gunanya sama sekali! Kamu itu sebentar lagi akan kaya malam ini. Jangan bodoh menolaknya!!" Fresa baru muncul ke dalam kamarnya berdiri tepat disamping gadis itu yang masih duduk, ia melipat tangannya di depan dada menatap tidak suka dengan kemurungan Mea yang menunduk, percuma minta dikasihani tidak akan mempan membatalkan niatnya membawa anaknya itu ke tempat pertemuan dengan pria kaya.

Tak ada sahutan dari Mea selain gadis itu hanya menangis dalam diam dan merasa rok baju pendeknya dengan kuat dibawah pahanya. Ia melampiaskan kekesalannya di sana tanpa sepengetahuan Fressa.

"Dari tadi kamu hanya membuang air mata Mea! Mama juga udah nungguin kamu dari tadi, malah belum siap juga!!" geram Fresa kesal menatap bayangan wajah Mea di dalam cermin sana. Lalu membalikkan kasar badan gadis itu menghadap ke arahnya dan mengangkat wajah Mea untuk mendongak melihatnya.

Mata Fresa membelalak kaget saat melihat wajah Mea yang cemong dengan coretan lipstik dibibirnya dengan tidak benar dan juga eyeliner yang melingkari sekitar kantung matanya, sebelumnya tadi wajah Mea sedikit terhalangi oleh rambutnya yang terurai bebas tampak kusut. Penampilan yang benar-benar kacau.

"Mah sa-sakit!!" ringis Mea mencoba mengendurkan cengkraman Fresa pada dagu dan pipinya dari jari-jari kuku panjang wanita itu.

"Baru kamu ngomongnya kalau  disakiti begitu kan?! Dan apa-apaan dandanan mu itu Mea?! Jangan bercanda. Mama sedang serius!! kamu sengaja ingin mempermalukanku hah?!" marah Fresa yang mulai habis kesabarannya. Sebentar lagi siap melayangkan tamparan keras ke arah wajah gadis itu, namun tertahan lebih dulu oleh bunyi ponselnya yang menandakan panggilan baru saja masuk.

Ini siapa lagi sih?! Ganggu aja! gumamnya kesal, ia pun menjauhkan dirinya untuk menerima panggilan itu.

"Ah iya?! Sebentar lagi aku akan kesana mengajaknya. Tenang saja dia juga mau ikut kok bersamaku,," sesaat mata Fresa sempat membulat kaget saat tahu siapa yang meneleponnya, tadi hanya nomor yang tidak ia kenal lalu setelahnya orang itu memberitahukan dirinya, lantas ia tersenyum kemudian melirik Mea sekilas.

"Iya... Kamu tunggu aja, segera aku akan secepatnya..." panggilan itu pun berakhir mengenai percakapan ibunya dengan orang itu didalamnya yang juga melibatkan Mea.

"Mea takut Mah... Hiks... Mea nggak mau pergi." mohon gadis itu ketika Fresa kembali mendekat di depannya. Sumpah demi apapun Mea sangat takut jika akan berhadapan dengan orang asing.

"Belum juga ketemu sudah banyak mengeluh! Dasar tidak tau diuntung!!" sinis Fresa yang membuat Mea terdiam, ia lelah dengan bayangan pikiran yang menghantuinya akan sesuatu yang mengerikan dalam waktu dekat ini sebentar lagi terjadi menimpa padanya nasib buruk.

Dengan gerakan cepat tangan Fresa membenahi penampilan Mea dengan sebaik mungkin, dengan singkat waktu ia terpaksa hanya merias wajah Mea dengan make tipis karena tidak punya banyak waktu, setelah terlebih dulu membersihkan wajah gadis itu, terakhir dengan tambahan sapuan powderface yang cukup membuat muka Mea lebih cantik serta polesan lipstik cerah dibibir pucatnya. Fressa memandang puas hasil tangannya mengubah Mea menjadi oke. Tinggal menata rambut Mea dengan jari-jari dengan lembut. Dia tidak sekasar seperti biasa menariknya. Kali ini Mea tidak bisa apa-apa selain tetap diam merasakan sentuhan lembut ibunya yang bermain di atas kepalanya. Sejenak Mea merindukan sikap Fressa yang dulu masih hangat yang sering menyisir rambutnya. Hingga tak terasa akhirnya sudah selesai, Fresa pun sedikit menyeret dirinya untuk segera pergi bersama ke tempat perjanjian itu.

Kembali kesituasi saat ini yang membuat Mea duduk gelisah di tempatnya disamping Fressa dan di depannya ada orang itu yang berusaha menampilkan senyuman untuknya.

"Mea sayang, ayo lihat om Jovan. Dia ingin berkenalan dengan mu." ujar Fresa dengan suaranya yang mulai berubah lembut serta dibalik bibir tipisnya yang mengumbarkan senyuman palsunya.
Mea meneguk ludahnya dengan kesulitan. Jika wanita itu berbicara dengan nada seperti itu pasti ada sesuatu penuh penekanan yang tidak bisa terbantahkan. Perlahan Mea mengangkat wajahnya sebentar dan tangannya digerakkan duluan oleh Fresa untuk mengulur ke depan lalu diarahkan kepada pria itu.

"Mea, om." kata gadis itu dengan suara kecil pelan dan sedikit takut melihatnya.

"Saya Jovan, salam kenal Mea. Saya harap kamu akan terbiasa dengan saya." sambut pria dengan senyum kecilnya itu membalas uluran tangan Mea dengan telapak hangatnya yang mampu membuat darah Mea membeku sesaat, ia gugup setengah mati menahan detak jantungnya yang berlarian tak keruan, semua perasaannya yang takut, sedih dan marah bercampur satu dalam hatinya. Ia langsung menarik tangannya lebih dulu dan kembali untuk menyembunyikan wajahnya.

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang