Benci melihatnya

1.9K 109 5
                                    

Rendra benar-benar menyebalkan, cowok itu enggan mengakhiri panggilannya. Padahal Mea sudah mulai ngantuk belum lagi tugasnya selesai, ah nanti besok masih bisa ia lanjutkan, lain kali ia noaktifkan ponselnya itu lebih dulu biar fokusnya tidak teralihkan lagi gara-gara cowok tengik itu.

"Udahan dong, aku capek nih!" sungut Mea ia dari tadi menahan kantuknya mulai memasuki matanya. Ia ingin mematikan panggilan itu, tapi Rendra tak membiarkannya malah cowok itu mengancamnya ingin datang ke rumahnya. Mendengar hal itu Mea tak ingin Rendra benar-benar melakukannya. Apa kata tetangganya nanti?! Mea bawa anak cowok malam-malam dingin begini pasti mencari kehangatan, pikir mereka yang ngelantur jauh. Mea pun menepis bayangannya itu tadi.

"Hah? Baru juga mulai main, udahan gitu aja. Ck!" decak Rendra membuat Mea menahan kekesalannya yang berada di ujung telepon.

"Gak usah aneh aneh deh gak ada kerjaan banget!"

"Ada kok, nih kerjaan gue lagi gangguin lo, buat nemanin suara lo yang lagi sendirian,," Rendra mulai menggodanya. Cowok itu juga tersenyum geli masih membayangkan wajah Mea seolah ada di depan matanya.

"Gak butuh!" ketus Mea semakin jengkel. Lebih baik ia mendengarkan suara merdu jangkrik yang ada disekitar luar rumahnya sembunyi dibalik rerumputan, daripada dengarin suara berat Rendra yang menaikkan darahnya. Bagaimana pun juga ia tidak boleh termakan rayuan tidak jelas milik Rendra. Ingat dia punya Dewo, tidak boleh kelain hati walau sempat hampir meleleh oleh kata cowok itu.

"Gak usah galak gitu dong! Ntar cowok Lo minta putus dia mah. Tapi masih ada gue sih, tenang aja, auto gue sayangin Lo nya,," Rendra tertawa lepas setelah mengatakannya. Mea mendengarnya membuat ia meremas tangannya sendiri gemesh mau sumpalin mulut cowok itu dengan tinjuannya sekarang juga biar gigi Rendra pada rontokan.

"Gak jelas emang." sahut Mea membuang napasnya.

"Perlu gue ulangin lagi Mea?" goda Rendra lagi.

"Gak!!"

"Oh yaudah."

"Sampai kapan sih selesainya?!" cibir Mea.

"Sampai kita jadian!" jelas Rendra singkat. Membuat Mea semakin pusing mendengarnya. Ia ngusap wajahnya gusar tengah duduk di tempat bangkunya belajar tadi, ia abaikan tugasnya itu terbengkalai karena cowok itu.

"Kamu tuh gimana sih?! Aku kan udah punya orang lain. Jangan ngarep deh!"

"Selama gue jago balapan liar, tikungan tajam pun gak masalah buat dapatin Lo." ujar Rendra sembari terkekeh.

"Gak nyambung ish!"

"Gue gak peduli lo sama yang lain. Yang jelas gue bakalan ngambil hati lo, biar gak bisa lari lagi dari gue." tutur Rendra. Membuat Mea tidak mengerti akan pikiran cowok itu.

"Gak mungkin kamu--?!" Mea melotot begitu Rendra meangkhiri panggilannya padahal ucapan Mea terpotong karena dia tadi. Ia pun melemparkan ponselnya di atas dengan rasa tak kasihan. Masih kesal jadi benda itu jadi lampisannya.

Sedangkan di sisi lain, Rendra mengumpat. Bisa-bisanya ponselnya itu mati, ia juga tidak bisa lagi mendengar suara Mea yang menggantung di udara komunikasi handphonenya itu.

"Lagi asik asiknya gue mau ngutarain lebih isi dalam hati gue, malah dipenggal gitu aja suara gue. Argh!" Rendra pun membanting ponselnya. Melihat ponselnya itu tergeletak jauh darinya. Ia pun memungut lagi. Lagian ini juga salah dirinya sendiri. Terlalu asik memainkan game bersama Keano, adik bocah laki-lakinya yang masih SD itu menantangnya dengan permainan baru yang harus didownloadnya lebih dulu. Keano ingusan itu lebih pro daripada dirinya yang udah buluan ini, masih newbie dengan game tidak jelas itu tapi cukup mengasikkan.

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang