Tersentil oleh Rasa Baru

2.1K 115 10
                                    

Jam malam semakin naik, sembari mendesah panjang membuang napas lelahnya. Sesekali Mea melirik jamnya menunjukkan pukul 23.19 malam. Ia juga sedang menunggu ibunya untuk pulang kembali ke rumah kecilnya. Mea tinggal bersama ibu dan neneknya. Sedangkan ayah? Entahlah ia sejak kecil tidak pernah diperkenalkan mengenai sosok rupa itu sejak ia kecil. Bahkan sekedar untuk mengetahui nama ayahnya saja  tidak pernah terdengar ditelinga Mea dari mulut ibunya yang enggan sekali menyebut akan tentang pria itu. Mea tidak tahu apakah ayahnya itu masih ada atau sudah tiada di dunia ini.

Mea tidak ingin memikirkan tentang pria itu. Baginya percuma, hanya akan membuatnya dirundung rasa sedih kala teringat bagaimana, dulu ia pernah berharap seperti teman-temannya yang mempunyai orang tua lengkap dengan rasa bahagia pada wajah-wajah itu.
Tapi setidaknya Mea bersyukur masih diberikan oleh kehangatan dari sang ibu saat masih kecil dan ada nenek yang menemani dirinya.

Walau sekarang sudah terasa berbeda. Mea tidak mengerti akan ibunya yang sekarang benar-benar berubah dari sosok lembut yang dulu, begitu dirinya mulai beranjak remaja. Wanita itu sering marah padanya. Entah Mea melakukan kesalahan apa yang tidak ia ketahui, padahal ia hanya diam. Mungkin hanya emosi ibunya saja yang sensitif karena hal lain. Mea pikir begitu. Untung neneknya masih sama seperti dulu tetap menyayangi Mea sampai hingga saat ini, tidak pernah mengomeli dirinya sedikitpun.

Mea berada di dalam kamarnya sekarang, dan neneknya mungkin sudah tertidur mengistirahatkan diri di kamar lain. Sesekali Mea berharap ada seseorang menemani dirinya disaat rasa sepi akan sendiriannya di kamar ini hanya seorang diri yang masih terjaga dari jam tidur malamnya.

Bunyi ponsel di atas nakas meja mengalihkan seluruh perhatiannya dari tugas buku yang ia kerjakan tadi. Ia mengerutkan dahinya heran siapa yang malam malam begini mengusik dirinya. Dewo? Tidak mungkin kan kekasihnya itu menghubunginya. Mea tahu betul akan tentang cowok itu, tidak seperti anak lain pada umumnya. Dewo jarang main handphone, itu yang Mea tahu. Karena alasannya Dewo lebih sering belajar dan tak ada kesempatan untuk sedikitpun bersantai membuang waktu dengan hal yang tak berguna.

Bisa dikatakan Mea dan Dewo jarang berkomunikasi lewat benda canggih itu, karena Dewo itu sendiri yang ingin fokus untuk belajarnya, agar tidak terganggu.
Sedang Mea, ia tidak masalah. Maka dari itu Mea lebih memilih berbicara langsung mencurahkan isi hatinya kepada Dewo secara berhadapan apalagi disaat mereka tak mempunyai waktu berduaan, sekalinya mau romantisan malah ada saja pengganggu dalam hubungannya. Siapa lagi kalau bukan Rendra disaat yang tidak tepat cowok jangkung itu mengacaukannya.

Mea kesal bukan main. Kenapa cowok tengik macam Rendra mulai menghantui harinya. Padahal Mea masih tersiksa dengan tugas yang ia geluti begitu banyak selama seminggu tinggal tiga hari lagi akan ia kumpulkan tugasnya itu pada Bu Retno, pelajaran matematika yang paling dibencinya. Syukurnya Mea masih lumayan sanggup menghadapinya.

Mea pun meraih ponselnya bingung ada notice pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal. "Gimana enak nggak lemburnya?" Isi pesan itu yang ia baca.

"Lembur apa ya? Saya nggak kerja. Maaf ini siapa?" balas Mea kemudian, walau dalam kening yang kentara mengerut bingung.

"RENDRA" mata Mea membelalak kaget saat mengetahuinya cowok itu mengasih tahu identitas namanya yang sangat Mea kenali teman satu kelasnya.

"Save nomor gue atau nggak gue teror lo sampai stress!" Mea menahan nafas kesalnya. Bisa-bisanya cowok itu menyuruhnya untuk menyimpan nomor yang tidak penting seperti Rendra. Mea berpikir sejenak, lalu mengabaikannya. Lalu meletakkan kembali ponselnya itu di atas meja.

Baru Lima menit ia mengabaikan pesan orang itu tadi, tiba-tiba nomor yang belum Mea kasih namanya itu menghubungi dirinya. Ia diamkan ponselnya berdering nyaring, bukannya berhenti malah semakin menjadi. Rendra tak menyerah begitu saja mengganggu dirinya. Sampai ia membuang napas kasarnya.

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang