Bukan gadis lagi?!

1.5K 75 10
                                        

Happy Reading!! Maaf kalau ketemu typo's

"Mea Lo masih dengarin gue kan?" tanya Rendra sambil menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu mencoba menyadarkannya. Dia sudah membawa masuk Mea ke dalam kamarnya itu sendiri setelah menaiki tangga lantai teratas.

Sempat tadinya Axel hendak menghalangi langkahnya, karena cowok gondrong itu salah berucap begitu dia tersadar ketika menyuruh Rendra mengajak gadis itu masuk ke ke kamarnya. Namun Axel malah yang dihadang oleh cewek lain--Alyra dan langsung menyeret dirinya untuk tetap berada di bawah sini tanpa menggangu dunia Rendra dengan gadis itu.

"Eunghh..." lenguhan Mea mulai terdengar, "panas! Panas!" ucap gadis itu sambil mengipasi dirinya sebentar yang terasa terbakar dari dalam.

Rendra memandanginya tak begitu paham apa yang sebenarnya diinginkan Mea. Apa yang harus Rendra lakukan sekarang agar gadis itu bisa tenang? Ia juga bingung memikirkannya. Rendra menggaruk tengkuknya canggung.

Mea pun sudah mulau membuka bajunya sendiri tanpa diminta hingga tertinggal bagian tanktopnya dan bra hitamnya. Sepertinya dia benar-benar tidak sadar dengan apa yang sudah dia lakukan sendiri di depan mata tajam Rendra. Lelaki itu terdiam cukup beberapa saat sembari menahan napasnya sebentar.

"Eh?! Lo mau ngapain lagi sih Mea?!" kaget Rendra saat gadis itu juga ingin melepaskan celananya yang super pendek itu. Sontak Rendra mencengkeram lengan gadis itu. Sudah cukup bagi Rendra, ia tidak mau diuji lebih jauh lagi.

"Sa-sakit..." keluh Mea. Rendra mengira cengkraman tadi cukup kuat hingga membuat gadis itu meringis kesakitan, padahal tidak sama sekali. Mea justru menunjukkan tangannya yang lain bebas, ke arah bagian celananya sendiri.

Dia terlihat menekannya dengan tangan terkatup dibalik celah belahan bawah pangkal kedua pahanya dan memeganginya begitu erat. Walau luka di salah satu pahanya itu sudah cukup membaik tapi tetap saja bayangan akan rasa sakit itu tiba-tiba muncul diingatan Mea, membuatnya berhalusinasi sendiri tingkat tinggi merasakan dengan jelas seolah-olah sedang terjadi saat ini, meski itu hanya dalam ingatan yang sudah berlalu.

Minuman berwarna bening yang sempat diberikan oleh Kevan tadi benar-benar sangat mempengaruhi kinerja saraf otak Mea dengan tidak baik. Apa Kevan sekejam itu? Tentu saja agar Mea nanti jika terbangun untuk hari esok tidak akan dapat mengingat apa-apa lagi.

"Sakit? Sakit kenapa Mea?" Rendra melonggarkan cengkramannya tadi, matanya mulai tergerak ke arah tangan Mea yang sedang memegangi pusat rasa sakit sebenarnya itu meski tidak keruan. Penasaran dia pun segera mengarahkan matanya ke paha gadis itu dan ia mendapati ada bekas luka disana cukup terlihat menariknya, apalagi kalau sampai Mea membukanya akan dengan lebih jelas.

Namun sayatan itu terlalu berada dalam diatas pangkal gadis itu sendiri yang masih tertutupi oleh sebagian celananya. Rendra hanya bisa sedikit melihat ujung garis-garis panjangnya itu saja, dari bawah potongan celana yang Mea pakai. Sesaat jakun Rendra bergerak tertahan mengamatinya.

"Siapa yang ngelakuin hal itu sama Lo Mea?" Rendra beralih menatap serius wajah gadis itu kembali. Mea memiringkan wajahnya saat matanya sedikit susah dibuka untuk membalas mata Rendra yang terlihat buram di depannya.

Lalu Mea terkekeh lucu sendiri. Rendra mengerutkan dahinya cukup dalam, heran dengan gadis itu. Bukannya tadi Mea kesakitan? Tapi kenapa malah tertawa tidak jelas? Apa Rendra sebercanda itu padanya?

"Kamu yang ngelakuin ini!!" tuduh Mea kemudian menjawabnya penuh penekanan sambil memajukan wajahnya tepat di depan mata Rendra yang reflek sedikit memundurkan kepalanya dari tatapan memangsa gadis itu.

"Hah? Gue?!" Rendra terkejut dan menggelengkan kepalanya tidak terima, sejak kapan gue mainin Lo? batinnya bergumam. Sekarang dia mengerti dan yakin kalau Mea sudah mabuk parah entah ke level berapa hingga membuat gadis itu melantur kemana-mana dari arah pembicaraan mereka.

"Mending lo tidur Mea, gue mau turun ke bawah gabung anak-anak lain! Dan gue gak akan ganggu Lo lagi!!" ucap Rendra ingin menyudahinya saja. Ia tidak ingin berlama-lama disini atau nanti akan lepas kendali disaat tak terduga. Rendra butuh ruang untuk keluar dari kesempitan ini. Napasnya mulai sesak sejak tadi karena Mea akan terus memancingnya.

"Gak... Kamu tetap disini aja!!" pinta Mea seketika memelas dengan sayu.
"engh...kamu beneran Rendra 'kan?" tanyanya sekali lagi memastikan, padahal itu memanglah lelaki itu sendiri yang tengah bersamanya.

Rendra hanya bergumam kecil dengan tidak jelas menjawabnya, dan terdengar samar ditelinga Mea.
Lelaki itu tidak ingin bereaksi banyak akan apapun, apalagi disaat Mea sedang bodoh seperti ini, bertingkah terkesan liar dan menggodanya, Rendra juga berusaha menekan sebagian besar rasa yang bergejolak dalam jiwa lelakinya, selain lebih memilih diam sesekali, menunggu sampai gadis itu berhenti.

Kini Mea beranjak untuk menduduki pangkuan Rendra secara berhadapan dengannya tanpa merasa malu. Rendra sejenak menahan napasnya karena kelakuan Mea yang mulai menggerakkan pinggulnya di bawah pangkuan sana. Rendra memejamkan matanya sebentar. Demi apapun Rendra ingin sekali bangkit sekarang dan pulang. Ini sedikit menyiksa dirinya kalau ia tahan terus.

"Seperti kemarin yang kamu bilang, aku akan duduk bersama mu!!" goda Mea berbisik kecil. Rendra harus menyangga tubuhnya sendiri dengan bantuan disetiap sisi kedua lengan kokohnya yang berada di belakang bawah tempat tidur itu yang sedang mereka duduki bersama.

Mea hanya akan mengingat sesuatu yang menggangu pikirannya seperti perkataan Rendra kemarin di lorong sekolah akan permintaannya itu, jujur membuat Mea sedikit tertekan hingga terbawa keluar dari dalam segala uneg-unegnya dan teringat rasa sakit pada pahanya saat Mea pingsan waktu itu. Ia tidak tahu pasti siapa yang melakukannya dari diantara kedua saudara lelaki tirinya itu yang sudah tega menyakitinya.

Kali ini Rendra berharap Mea tidak akan terlalu agresif hingga posisi Rendra masih bisa bertumpu dibalik belakang kedua sisi tangan pada tubuhnya untuk tetap duduk tenang sebelum dia jatuh terbaring di bawah ranjang milik gadis itu ketika Mea nekad hendak menindihnya.

"Mea Lo masih mabuk gak sekarang!!" geram Rendra berdesis tidak suka.

"Nanti aku akan ingat kok tentang kita, heheh," Mea malah bergerak mengecup wajah lelaki itu dengan beberapa kali. Jantung Rendra berdebar lebih kencang dan menjadi gugup disituasi saat ini hanya berdua membuatnya harus kuat dan sabar dengan tingkah Mea yang suka memulai serangan duluan padanya.

Rendra pun dapat mencium bau alcohol yang sangat menyengat sekali dari hembusan napas dan bibir merah gadis itu. Apa Mea sudah segila ini? sepertinya dia terlalu banyak meminumnya tadi. Rendra menatap sedikit miris akan gadis itu. Senyum kecut tak luput dari wajah Rendra, keadaan Mea begitu kacau dan berantakan di matanya.

"Gue mau ngelakuinnya saat Lo udah sadar, biar Lo gak nyesal sama apa yang Lo lakuin sama laki-laki kayak gue atau siapapun cowok itu!!" balas Rendra sambil menahan cepat tangan Mea saat dia mulai membuka kancing kemeja planel baju Rendra yang melekat di atas tubuh lelaki itu.

Deru napas Rendra semakin memburu tidak teratur dibuatnya. Jujur Rendra juga ingin sekali melakukannya bersama gadis yang disukainya itu, tapi apa jadinya nanti setelah ini? Rendra tidak mau mengambil kesempatan yang tidak tepat atau akan membuat gadis itu semakin membencinya kelak. Dari masa pendekatan saja Mea galak dan juteknya minta ampun, Rendra hampir menyerah mengejarnya.

"Hiks... Kamu jahat!!" ucap Mea ketika Rendra tidak mengerti akan keinginannya agar lelaki sangar itu segera berbuat sesuatu untuk dirinya disaat Mea membutuhkan sentuhan lembut.

"Jahat apanya? Gue gak ngerti Lo ngomong apaan sih Mea?!" kesal Rendra sedikit lelah menghadapi gadis itu semakin tidak jelas apa maunya. Rendra menurunkan pinggul Mea dari pangkuannya. Mea menundukkan kepalanya, dia terlihat menangis.

"Sekarang gue mau nanya sama Lo! Apa Lo pernah melakukan itu sebelumnya?" Rendra menatap lekat ke arahnya dengan cemas penuh harap bahwa jawabannya tidak pernah akan pernah terungkap ada dari mulut gadis itu.

"A-aku.... u-udah gak perawan hiks...." kedua bahu gadis itu sedikit begitu bergetar hebat saat mengatakannya entah sadar atau tidak. Tapi ini terlalu cepat untuk beritahukan olehnya pada lelaki itu. Rendra meneguk kasar ludahnya pahit.

"Se-serius... Lo- Lo pernah ada main begituan?" Rendra tercekat berat dan matanya terbelalak begitu lebar. Rasa nyeri dihatinya seketika menjalari dengan cepat. Rendra harap itu adalah sebuah satu kebohongan yang tidak harus dia telan mentah-mentah.

"Hikss....hikss ." isak Mea lirih dengan buliran air matanya yang menderas. Rendra tercengang dengan tubuhnya yang menegang ditempatnya.

TBC

MEANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang