6

9.6K 954 34
                                    

Masih dengan tubuh sekaku besi, Kinan belum bisa merespon apa yang telah terjadi padanya kala itu. Karena gerakan yang diberikan dari Attala, tubuh kecilnya jadi terdorong sampai merapat pada tembok. Bahkan harnet rambut yang dipakainya sampai terlepas, membuat surainya menjuntai sebatas bahu.

Kinan merasa tubuhnya seperti tersengat jutaan volt listrik. Ia tau ini salah, tapi daya tarik cowok itu sungguh menghipnotisnya. Logika mengatakan untuk menolak, sayangnya hati berkata lain. Tidak sinkron.

Attala gila, benar-benar sudah gila. Entah apa yang ada dipikirannya sampai bisa melakukan hal seperti ini.

Jemari lentik Kinan yang juga tidak tau sejak kapan meremas lengan kemeja hitam Attala —perlahan terlepas ketika cowok itu menyudahi ciumannya.

Tidak berhenti sampai disitu. Ada satu hal lagi yang membuat Kinan ingin mati berdiri saat itu juga, saat wajah Attala hanya berjarak hitungan inchi darinya. Ia dengan berani berbisik, "kamu lebih menarik setelah jadi istri orang."

Kurang gila apa?!

Tidak ingin terperangkap lebih dalam, Kinan mendorong pelan lengan Attala agar dapat menjaga jarak darinya. Bersamaan dengan itu, Kinan langsung menunduk. Ia tak akan pernah bisa menatap mata laki-laki dihadapannya sampai kapan pun.

"tolong jangan begini—"

Attala masih terdiam, menunggu Kinan melanjutkan ucapannya sendiri. Tapi nampaknya cewek itu memang tidak ingin melanjutkan.

"dan kamu gak pernah nolak."

"cukup, Attala. Aku mohon,"

Pada akhirnya Kinan memberanikan diri menatap manik hitam milik Attala. Dari nada bicaranya terdengar jelas bahwa ia sangat memohon.

"aku masih berandai-andai kalo waktu itu gak kejadian. Kita bisa sama-sama sekarang." Attala tersenyum getir.

"kamu yang melakukan, itu resikonya." balas Kinan.

"jangan pernah berpikir aku selingkuh dari kamu, Kinan. Itu gak pernah terjadi,"

Gantian Kinan yang tersenyum menyakitkan, "dan pada faktanya kamu memang melakukan."

Dengan cepat Attala menggeleng, "enggak. Itu kecelakaan." sanggahnya.

Meskipun Kinan tertegun, namun sepertinya sudah tidak ada lagi gunanya membahas masa lalu. Terlebih masa lalu yang tidak perlu diingat.

Dadanya terasa sesak. Seolah ada bongkahan batu besar yang membebaninya. Kinan mengerjap sebelum dengan bodoh mata itu meneteskan bening cairannya.

"kita pernah bersama, tapi itu dulu." ujar Kinan, suaranya penuh dengan getaran. "kamu punya rumah tangga, aku juga. Kamu berhak hidup lebih baik, aku pun sama. Kamu berhak bahagia dan aku juga berhak bahagia."

Penuturan Kinan yang kesekian kalinya sudah menjadi kata-kata paling hatam dalam kamus hidup Attala. Ia harus menyakiti diri sendiri untuk melewati itu semua.

"kamu mau aku bahagia?"

Attala terdiam beberapa saat sebelum mengangguk samar.

"relain aku untuk hidup selamanya bersama suamiku. Dia sayang aku dan aku juga sayang dia."

Hebat. Dalam satu susunan kalimat yang terlontar dari mulut itu mampu meredupkan pijar dari manik hitam Attala secara langsung. Berganti dengan sorot kepedihan setelah menerima kenyataan pahit dalam hidupnya, lagi.

"aku gak tau kapan kamu balik ke Jakarta, tapi yang jelas, hati-hati."

Raganya mencoba untuk tidak peduli. Padahal ia tau betul karena ucapannya barusan, Attala jadi bungkam seribu bahasa. Menyakitkan sudah pasti.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang