-Las Lágrimas-

2.3K 374 69
                                    

Suasana minggu pagi di bandara mulai ramai dengan para penumpang pesawat yang akan melakukan perjalanan mereka ke tempat tujuan masing-masing. Sambil membetulkan posisi kacamata yang bertengger dihidung mancungnya, Giandra melihat sekeliling. Mencari sosok yang sudah ditunggu olehnya sejak beberapa hari lalu.

"kak, nyari siapa?"

Giandra menunduk, tersenyum kepada Rere yang memang sejak tadi berdiri disebelahnya. Cowok itu menunduk sedikit dan berbisik tepat ditelinga adiknya.

"calon kakak kamu juga nanti." ucapnya kemudian menegakkan kembali punggungnya.

Si adik hanya mengerutkan kening bingung, namun tak lagi melanjutkan obrolan tersebut karena orang yang ditunggu baru saja tiba.

Pagi yang cerah, diawali dengan hal yang menyenangkan pula. Melihat Irenia serta gayanya yang khas dengan rambut diikat asal saja sudah menaikkan stamina seorang Giandra yang hampir menyandang gelar budak cinta, atau mungkin sudah.

Cowok itu mengulum senyum ketika melihat Irenia hampir menganga setelah melihat papanya. Entah karena sang papa terlihat masih muda dan tampan, atau karena wajahnya sangat mirip dengan Giandra yang jatuhnya juga sama saja, tampan.

Sambil berkenalan dan berbincang santai antara calon menantu dan calon mertua, mengantarkan mereka pada waktu yang telah dijadwalkan untuk segera berangkat.

"mama sama papa kamu awet muda ya?" gumam Irenia sambil mencondongkan tubuh kearah Giandra karena takut didengar orang lain.

Cowok itu terkekeh, "pake formalin atau boraks waktu dulu, jadi awet." timpalnya santai.

"oh ya?" ia tertawa.

"tadi ngeliat bokap sampe melongo gitu kenapa?" Giandra bertanya.

"ganteng."

"gantengan juga anaknya."

Lantas Irenia tertawa sambil menggeleng tak habis pikir. Anak dan bapak tidak berbeda jauh sebenarnya, tapi tetap saja untuk ukuran seorang papa, Jeff itu termasuk masih bisa dibilang 'hot daddy'.

Setelah menunggu selama beberapa saat dan mendapat intruksi sinyal yang berhubungan dengan menara pantau, maskapai diperbolehkan untuk lepas landas. Semua benda elektronik dalam keadaan mode penerbangan, paling hanya beberapa yang masih sibuk bermain game.

Dari atas sini bumi nampak begitu jauh, bahkan tak terjangkau. Tapi keelokannya tak juga dapat dipungkiri. Lautan dan daratan seolah berdampingan dengan seiras.

Giandra membuka matanya yang sejak tadi terpejam. Ia menoleh dan melihat Irenia hanya terdiam, memandang keluar jendela dengan tenang.

"Gi," panggil Ireniar.

Ia bergumam. Cukup terkejut karena tiba-tiba dipanggil, padahal mungkin sejak tadi Irenia mengira dirinya tidur.

"tiba-tiba aja aku takut." desisnya.

"takut apa?"

Cewek itu menoleh dan langsung menatapnya tepat di manik. "gak ngerti. Tiba-tiba ngerasa takut aja, karena kemarin kamu sempet bilang mau pergi empat tahun. It's too long, Gi."

"everything gonna be alright, Iren. Orang yang pergi, pasti akan pulang ke rumahnya selama apapun itu. Dan hati kamu, adalah rumah yang baru aja aku tempatin." jawabnya.

Ia mengatakan semuanya dengan jujur dan seluruh hatinya lah yang berbicara. Dibantu secara nonverbal dengan sorot mata yang begitu meyakinkan. Teduh namun penuh pengertian.

"kamu mau kemana sih?" tanya Irenia penasaran.

Giandra senyum, "ya kesini. Aku bakal jadi orang pertama yang bawain kamu awan."

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang