Cukup lama setelah kedatangan Gibran, mereka bercakap-cakap disana. Bahkan sampai sang raja langit itu kembali ke singgasananya dan berganti dengan rembulan yang siap menemani dunia.
"laper gak?" tanya Gibran pada keduanya.
Keduanya terkekeh, jelas lapar. Mereka sama-sama belum makan dari pagi.
"yuk, cari makan." ajak Gibran lagi.
"yuk."
Mereka lalu beringsut dari tempat itu dan siap untuk pergi. Sebelum masuk ke mobil, Giandra mengambil jaket jeans miliknya yang tergeletak di jok belakang.
"Gib," panggilnya, "tempat biasa, nasi kucing gak pake macem-macem satu aja." ucapnya sambil melemparkan jaket tersebut kearah Gibran yang langsung ditangkap dengan mulus.
Gibran itu sudah tau naik motor, tapi malas sekali pakai jaket. Kalau lagi ingat atau diingatkan saja biasanya. Kebetulan hari ini ia buru-buru, makanya tidak memakai pelindung tambahan apapun selain helm.
Sambil mengenakan jaket tersebut, Gibran melirik cewek yang berdiri disisi kiri mobil. "emang Iren mau makan di angkringan?" tanyanya.
Cewek yang ditanya tertawa pelan, "sego macan satu pake tempe bacem dua, sate telur puyuhnya juga dua, kalo gak ada telur puyuh ganti kerang aja. Gorengannya pisang sama singkong. Minumnya teh manis panas."
Sambil berusaha mengingat apa yang baru saja keluar dari mulut Irenia, dua cowok itu melongo ditempat.
Irenia sempat terdiam beberapa saat. Dipandanginya dua cowok itu bergantian, baru kemudian tawanya meledak. "lupa ya? Nanti aku sms aja pesenannya." ujarnya lagi.
Kali ini Gibran mengangguk mantap, seraya diliriknya Giandra sekilas. "oke. Gue duluan." pamitnya.
"hati-hati nyet. Jangan makan duluan!" pesan Giandra kepada sahabatnya itu.
Setelah memberikan isyarat lewat acungan jempol, Gibran pun segera pergi. Motor yang dikendarainya melesat cepat melewati sisi kiri jalan raya yang lengang itu. Berjarak tiga menit kemudian, mobil Giandra ikut meninggalkan tempat tersebut.
Lagi-lagi suasana tidak seperti ketika Gibran ada diantara mereka. Giandra yang kembali berkamuflase dan Irenia yang jelas-jelas masih kepikiran banget dengan ucapan cowok itu tadi.
"kok diem aja, Ren?" suara berat Giandra tiba-tiba memecah kesunyian yang ada. Membuat Irenia langsung menoleh meski tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya.
Giandra paham, cewek itu kurang nyaman bersama dengannya. Pergerakannya terlihat sekali tidak leluasa. Maka hal yang dapat dilakukan saat ini hanya berdiam, menikmati setiap helaan nafas dengan tenang dan memberikan ruang tersendiri untuk orang lain yang berada didekatnya.
Dari kejauhan mulai terlihat lampu-lampu kendaraan lain setelah menemui persimpangan pertama. Jalan raya utama yang memang ramai, namun tetap dalam kategori normal dan lancar. Motor Gibran sudah tidak terlihat, kayaknya tu cowok beneran ngebut.
Kurang dari setengah jam mereka sampai pada lokasi berikutnya. Angkringan yang menjadi langganan bagi Giandra dan juga Gibran, karena hampir setiap minggu mereka kesini.
"Ren," panggil Giandra sebelum turun dari mobil.
"iya, Gi?"
"obrolan kita yang tadi sore bisa lo lupain gak?" tanyanya, "gue ngerasa lo jadi kurang bebas, Ren. Keliatan banget keganggunya sama ucapan gue."
Irenia tertegun, baru menyadari sebegitu peka Giandra terhadap dirinya. Bahkan hanya dengan melihat bahasa tubuh saja. Cewek itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangguk dengan senyum tipis yang dipaksakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...