30

8K 738 4
                                    

Setelah berhari-hari Kinan dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang menurun, hari ini ia diperbolehkan pulang. Ia perlu menerima transfusi darah karena sebelumnya mengalami pendarahan hebat. Dan itu semua harus dilakukan ketika keadaan vital tubuhnya dalam status normal, tidak boleh nge-drop.

Dihadapannya kini sudah terlihat jelas bentuk gundukan tanah kecil yang diatasnya masih ada kelopak bunga kering, bekas dua hari yang lalu.

Beberapa karangan bunga sebagai bentuk belasungkawa masih berdiri tegap disisi kiri makam, juga setangkai mawar dan jenis lainnya yang diberikan oleh rekan-rekan polri dan bhayangkari.

"Auristela," gumamnya, "such a beautiful name."

Kinan menolehkan arah pandangnya pada Jeff yang juga berlutut disebelahnya. "kamu yang kasih nama?"

Cowok itu mengangguk, "she look beautiful, like her mom." timpal Jeff jujur.

Meski hanya diberi kesempatan melihat satu kali, pun dengan kondisi menyedihkan yang bahkan kulitnya juga masih terlalu merah, Jeff meyakini putrinya itu sangat mirip dengan Kinan.

Mendengar ucapan suaminya itu membuat Kinan langsung tersenyum tipis. Meski sendu dikedua matanya masih jelas terlihat, tetapi setidaknya mereka sudah merasa lebih baik daripada kemarin.

Pandangannya kembali pada papan nama yang masih tertancap diatas tanah itu. Berdiri kokoh dengan bumi sebagai tempatnya singgah.

Tangan Jeff yang sejak tadi diam kini beralih merangkul istrinya dari belakang. Mengusapnya lembut dengan tujuan untuk saling menguatkan.

"bintang emas pemberian Tuhan yang bersinar di surga. Itu arti namanya," bisik Jeff tepat disamping telinganya.

Kinan menarik nafas dalam-dalam untuk mengurai sesak yang mulai menyelimuti dadanya lagi.

"maaf, aku belum bisa ngasih apa yang kamu mau saat ini." sedetik kemudian ia tersadar dengan ucapannya sendiri. Ditatapnya Jeff dengan intens, "apa yang kita mau." ralatnya.

Jeff ikut menghela nafas panjang dan mengangguk lagi. Ia ingat, tidak ada gunanya jika ditimpali dengan saling meminta maaf.

Tidak ada yang perlu disalahkan dalam kejadian ini. Murni kehendak Tuhan yang mungkin belum memberi izin kepada mereka untuk menjaga dua anak. Meski logika pasti mengatakan sudah siap.

"kamu tau rencana Tuhan itu lebih indah daripada rencana manusia kan?" Jeff kembali membuka suara yang langsung diangguki oleh sang istri. "kayak gini. Mungkin ada hal lain yang Tuhan mau kita pahami. Hanya caranya aja yang beda,"

Mungkin.

Manusia tidak bisa menerawang, bahkan apa yang akan terjadi setelah ini pun semua sudah diatur dengan skenario yang baik. Mereka hanya menjalani, meski terkadang berada diatas dan kadang pula berada dibawah.

Seikat mawar merah yang masih segar ditatanya pada bagian atas, dekat papan. Jemarinya berjalan untuk menyentuh ukiran nama yang ada disana. Seolah dapat merasakan jiwa anaknya hidup lewat benda tersebut.

"tadinya sempet ditawarin buat di kremasi," Jeff menahan kalimatnya.

"dan kamu gak mau?" tanya Kinan tanpa menoleh.

"mana mungkin juga, biar gimana pun dia anak aku. Lagipula bukan tradisi kita untuk kremasi." terdengar jelas dari nada suaranya bahwa Jeff menolak karena tidak tega.

Setetes air mata meluncur bebas hingga menciptakan bekas diwajah pucat Kinan. Ia tak menimpali lagi ucapan suaminya karena takut semakin sedih. Banyak hal tak terungkap yang pada akhirnya hanya menyisakan pedih.

✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An IntelligenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang