Setelah hampir putus asa karena gagal mengontak Gibran, Giandra dikejutkan dengan kehadiran sahabatnya itu di rumah. Beberapa hari sebelumnya, Gibran memang sengaja datang menemui Giandra. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya sampai tak sempat mengangkat telepon atau membalas pesan yang ada di ponselnya.
Gibran sebenarnya tidak kuliah di Malang. Ia berada di Jakarta dan terpaksa tidak memberitahu siapapun tentang kesibukannya selama ini. Termasuk keluarganya sendiri. Tak ada yang tau bahwa dirinya adalah salah satu agen dari badan inteligen negara.
Kini ia bisa kembali ke rumah setelah menjalani pendidikan dan pelatihan khusus. Dengan jam kerja yang tidak dapat ditentukan kadang kali membuat kedua orangtuanya bertanya-tanya. Namun setiap kali ditanya, ia hanya menjawab bahwa dirinya bekerja pada salah satu perusahaan ekspor impor terbesar nasional.
Dan kedatangannya ke kediaman El Bara itu ternyata disambut dengan sangat baik oleh pemilik rumah. Lalu ketika mama dan papa sahabatnya itu bertanya macam-macam, Giandra dengan pekanya langsung mengalihkan pembicaraan atau membawa Gibran ke kamar sekaligus.
"Iren kangen banget sama lo." ucap Giandra sambil mencari sweater dari dalam lemari. "dia nanyain terus. Katanya lo ingkar janji, harusnya kan lo gantiin gue."
Gibran terkekeh, "kalo gue bilang kangen juga ada yang marah gak ya?" gumamnya.
Serta merta Giandra menoleh dan langsung memicingkan mata. Membuat Gibran terbahak sendiri.
"lo sendiri gimana pas ketemu dia?" tanya cowok jangkung itu.
"gue ke sekolah tempat dia ngajar. Terus ya gitu, dia kaget banget sih awalnya. Terus gue ajak jalan, gue nembak dia."
"si monyet. Nahan lo ya selama di Bali?" ia tertawa lagi. Kali ini lebih keras.
Sementara Giandra ikut tertawa pelan sambil memakai sweater cokelat yang baru saja ia temukan itu. "kampret lo."
"terus gimana? Diterima gak?"
Giandra langsung mengulum senyum, kemudian menepuk sekali lengan sahabatnya itu dan mengisyaratkan untuk segera keluar. Tujuan mereka memang ingin cari makan. Karena kebetulan mama tidak masak dan mendapat panggilan yang mengharuskan ia pergi mendadak.
"buset balik-balik gagu." celetuk Gibran lalu menyusul langkah temannya itu.
"berisik ah." ketus Giandra, "adekkk! Rere, Sha mau ikut gak? Kakak mau cari makan nih." teriaknya sambil memandang kearah pintu kamar para adik.
Tak ada jawaban awalnya. Membuat Giandra yang tak sabaran langsung menghampiri kamar tersebut dan mengetuk pintu beberapa kali.
Si pemilik akhirnya membuka pintu karena merasa terganggu. Dipandanginya sang kakak dengan alis menyatu. Sementara Giandra malah melempar senyum genit sekarang.
"Sha, ada Gibran tuh." bisiknya sambil melirik lewat ekor mata kearah Gibran yang masih menunggu diambang tangga.
Shasha refleks melotot. "ih, terus kenapa?"
"ya gak apa-apa, kali aja kangen udah empat tahun gak ketemu." godanya kalem. Membuat sang adik langsung memasang wajah cemberut. "kak Rere mana?"
"tidur."
"hari gini tidur? Baru jam delapan."
Si bungsu hanya mengendikkan bahu sekilas. Mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya tidak tau apa-apa.
"mau ikut gak? Cari makan diluar." ajaknya.
Shasha tampak berpikir sejenak, "mama gak masak ya?" tanyanya.
Giandra langsung menggeleng. "enggak. Makanya ayo, sekalian temu kangen itu sama—"
Dengan cepat Shasha mencubit perut kakak pertamanya itu, "kakak! Apa sih!" desisnya salah tingkah. "enggak ah. Udah sana cepet pergi. Nyebelin."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ [0.2.1] PAPA - Sequel An Intelligence
FanfictionPernah mendengar kutipan "a man isn't complete until he has seen the baby he has made." nya Sammy David Jr? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh Jeff sebagai suami dan calon papa untuk anaknya. Ia harus membagi waktu antara tugas dan menema...